-->

BPJS, BERDALIH UNTUK JAMINAN KESEHATAN, TETAPI RAKYAT TAMBAH TERJEPIT

Oleh : Tutik Indayani

Berdalih untuk mengoptimalkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS ) kepada seluruh penduduk Indonesia, pemerintah melalui Instruksi Presiden ( Impres ) Nomor 1 Tahun 2022 tentang optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional ( JKN ), bahwa mulai 1 Maret 2022, dalam kegiatan transaksi jual beli tanah harus melampirkan kartu BPJS.

Menurut Teuku Taufiqulhadi, selaku juru bicara Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional ( ATR/BPN ) bahwa "negara ingin melindungi rakyatnya dengan memastikan semua orang mempunyai BPJS  kesehatan. Karena selama ini negara-negara berkembang tidak memiliki asuransi seperti pada negara-negara maju.
Sementara Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti menjelaskan bahwa Jaminan Kesehatan Nasional kepesertaannya wajib. Hal ini tertuang dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004, disebutkan bahwa setiap penduduk wajib menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), diperkuat dengan turunan dari Instruksi Presiden ( Impres ) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Tujuannya untuk mencapai Indonesia Coverage.

Pada tahun 2001, semua negara anggota WHO termasuk Indonesia berkomitmen untuk mencapai Universal Health Coverage ( UHC ). Ini adalah salah satu program yang memastikan masyarakat memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tanpa harus menghadapi kesulitan finansial. Hal ini ditunjang dengan pelayanan fasilitas kesehatan yang berkualitas. 

Target Indonesia di tahun 2024 PPJMN 98% masyarakat sudah harus menjadi peserta BPJS Kesehatan. Karenanya pemerintah sangat antusias sekali, dengan segala cara menekan masyarakat agar menjadi anggota BPJS Kesehatan, salah satunya harus menyertakan kartu BPJS dalam pengurusan jual beli tanah. Dengan pemaksaan ini, menunjukkan bahwa pemerintah menutup mata terhadap karut marut pengelolaan asuransi BPJS Kesehatan, sekaligus tidak mempertimbangkan kondisi ekonomi rakyat saat pandemi ini. 

Di lapangan ternyata masyarakat banyak yang menunggak pembayaran asuransi BPJS Kesehatan, yang mengakibatkan mereka juga akan dibebani dengan denda dampak dari keterlambatan dalam membayar asuransi tersebut. Dan juga masih banyak keluhan dari pasien peserta BPJS Kesehatan, bahwa pelayanan dari pihak rumah sakit kurang memuaskan. 

Anggota DPD RI Propinsi Kepulauan Riau, Muhammad Nabil, pernah menyampaikan bahwa BPJS Kesehatan telah gagal menjalankan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Menurut beliau pelayanan kesehatan terhadap rakyat semakin rumit semenjak ada BPJS dibanding sebelum ada lembaga asuransi kesehatan ini. Program-program BPJS Kesehatan telah banyak mengorbankan kepentingan pasien, dokter, rumah sakit dan perusahaan farmasi, ungkap anggota DPD RI Provinsi Papua Barat. 

Atas persyaratan yang ditetapkan ini, pemerintah juga telah mengabaikan fatwa MUI yang sejak awal telah mengharamkan BPJS dengan alasan-alasan yang digunakan untuk mengharamkan asuransi konvensional ( at ta'min ) , yaitu ada unsur gharar ( ketidak jelasan, uncertainty ), riba ( bunga ) dan maisir ( judi/spekulasi ). Seruan ini seharusnya menjadi pertimbangan penguasa, karena mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, dimana berdasarkan syariat semua asuransi tergolong haram.

Dengan mengabaikan fatwa tersebut, membuktikan pemerintah sekuler, tidak mau mengambil hukum syariat Islam sebagai aturan yang harusnya diambil dan ini juga akan membenturkan umat muslim dengan hukum syariat yang wajib ditaati dengan aturan pemerintah yang sudah jelas keharamannya.

Masalah ini akan terus terulang benturan antara hukum syariat dan negara yang tidak menerapkan hukum Islam. Indonesia sebagai negara berkembang dimana segala aturan hukumnya dijajah oleh hegemoni barat dengan kapitalisme tidak akan lepas dari tekanan.

Akibatnya semua kebijakan yang di jalankan sesuai arahan barat yang notabene menerapkan sistem kapitalisme. Seperti BPJS ini contohnya, dimana konsep Jaminan Kesehatan Nasional ( JKN ) yang dipakai lembaga ini berasal dari Word Trade Organization ( WTO ), yaitu institusi perdagangan global dibawah pimpinan Amerika Serikat, yang mewajibkan memasukkan layanan kesehatan sebagai salah satu kesepakatan perdagangan global yang disebut GATS ( General Agreements Trade in Service ), sejak tahun 1994.

Artinya konsep ini muncul dari pandangan ekonomi kapitalisme yang diterapkan barat, bahwa seluruh aktivitas ekonominya diserahkan pada pihak swasta, negara tidak perlu mengurusi langsung layanan kesehatan rakyatnya. Permintaan kebutuhan layanan kesehatan ( demand ) dari rakyat dengan sendirinya akan memunculkan penawaran ( supply ) pelayanan kesehatan oleh pihak swasta. Disinilah BPJS Kesehatan berperan sebagai sektor swasta , lembaga yang ditunjuk pemerintah untuk menjalankan bisnis asuransi kesehatan kepada rakyatnya.

Dasar konsepnya saja sudah salah, walau tujuannya untuk menjamin kesehatan rakyat. 
Dalam pandangan Islam masalah jaminan kesehatan rakyat adalah tanggung jawab negara serta mempunyai peran sentral terhadap semua kebutuhan rakyatnya. Dimana negara menyediakan seluruh pelayanan kesehatan secara cuma-cuma. Namun negara tidak melarang rakyat untuk menyewa dokter, termasuk menjual oabt-obatan.

Sepanjang masa kejayaan Islam, perawatan medis diberikan secara cuma-cuma kepada masyarakat. Rumah sakit dibangun dan tersebar di kota-kota Islam diseluruh dunia, misalnya di Cairo rumah sakitnya dapat menampung hingga 8000 pasien.

Tidak ada perbedaan, apakah mereka muslim atau non muslim. Selama mereka terkatagori sebagai warga negara Islam, mereka mendapatkan hak yang sama dalam masalah pelayanan kesehatan. Miskin dan kaya penyak hak yang sama dalam pelayanan kesehatan.

Alih- alih ingin mengayomi masyarakat dalam masalah kesehatan, rakyat semakin terjepit dengan aturan dan  biaya yang dibebankan dan ada denda bila terjadi penunggakan. Tampak sekali keberpihakan pemerintah pada aturan kapitalisme dan tidak memiliki kepekaan terhadap nasib rakyatnya.

Selama aturan Allah dijauhkan dari kehidupan, kerusakn itu tidak dapat dihindari 
Allah Subhanalhu wa ta'ala berfirman dalam surat Arum : 41

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ 

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."

Penolakan-penolakan dari berbagai kalangan sudah dilakukan, tetapi pemerintah tidak bergeming. Sudah saatnya umat bersuara satu terapkan syariat Islam dalam naungan negara khilafah.

Wallahua'lam bishshawab