-->

Nasib "Tanah Surga" di Bumi Wadas Semakin Tergilas

Oleh : Yaya Aliya

Desa Wadas kini menjadi perbincangan hangat ditengah masyarakat karena konflik agraria. Desa yang letaknya berbatasan dengan Desa Kaliurip, Kaliwader, Kedungloteng, Bleber, Pekacangan, Cacabankidul, dan Cacabanlor.

Desa Wadas tepatnya terletak di tengah Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, yang berjarak 1,5 Km dari pusat Kecamatan dan memiliki luas 405.820 hektare.
Secara turun-temurun warga desa yang hampir seluruhnya petani itu menjalankan pertanian multikultur. Sistem ini memungkinkan para petani mendapatkan penghasilan dari panen berbagai macam tanamannya secara bergantian sepanjang tahun. 

Dalam survei potensi ekonomi yang dilakukan Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempa Dewa) bersama Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, dan Perpustakaan Jalanan, semua tanaman yang dibudidayakan di bukit itu mempunyai nilai akumulasi tinggi per tahun, yaitu petai mencapai Rp241 juta, kayu sengon Rp2 miliar, kemukus Rp1,35 miliar, vanili Rp266 juta, dan durian Rp1,24 miliar. 

Dengan begitu banyaknya keuntungan yang diberikan oleh bukit di daerah Wadas tersebut sehingga warga menyebutnya sebagai “tanah surga di bumi Wadas”. Warga mengatakan hidup mereka berkecukupan dari alam di “tanah surga” itu.
Tetapi kini para petani sedang terusik hidupnya karena pemerintah mencoba mengambil penghidupan mereka.  

Pemerintah melalui Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO) Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sedang membangun Bendungan Bener di Desa Guntur, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Rencananya, material batu pembangunan bendungan itu diambil dari “perut” bukit di Wadas dengan luas tanah yang terdampak 114 hektar.  Rencananya, Bendungan Bener akan mulai beroperasi pada 2023, setelah proses pembangunan sejak 2018. Proyek ini menggunakan dana APBN-APBD sebesar 2,060 Triliun.

Dikutip dari Petisi Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA), Bendungan Bener merupakan bagian dari PSN yang akan memasok sebagaian besar kebutuhan air ke Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) di Kabupaten Kulon Progo. Air bendungan ini rencananya akan jadi pasokan air untuk YIA. (tribunnews.com,9/02/2022)

Bendungan Bener adalah bagian Proyek Strategis Nasional (PSN) yang telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 56 Tahun 2018 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Kepala Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bendungan Bener, M. Yushar mengatakan bukit di Wadas menyimpan batu andesit sebanyak 40 juta meter kubik. Tetapi yang diambil hanya 8,5 juta meter kubik selama dua hingga tiga tahun. Meski demikian hal ini banyak mengundang penolakan dari warga karena tentu saja sebetulnya apa yang akan dilakukan berupa pembebasan lahan pertanian dan akan diambil sebagai material pembangunan proyek tersebut sangat bertentangan dengan Perda Kabupaten Purworejo, No. 27/2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), dimana Desa Wadas ditetapkan sebagai kawasan perkebunan. 

Protes wargapun kerap bermunculan, tak terima dengan keputusan tersebut dan ingin mempertahankan sesuai dengan rancangan tata ruang sebelumnya, sampai pada penangkapan puluhan warga oleh aparat dan berujung permintaan maaf oleh penguasa setempat.

Gaya kepemimpinan represif ini sangat tidak pantas, rakyat sangat mengharapkan bentuk pendekatan yang ramah yang mampu memberikan pencerahan dan tentu saja mengedepankan kepentingan bersama bukan hanya kepentingan bagi  segelintir pihak saja. Sejatinya penguasa adalah pelindung dan perisai bagi rakyatnya yang akan siap mengayomi dan bertanggung jawab penuh atas seluruh kebutuhan rakyatnya dan mau mendengar keluh kesah rakyatnya. Sebagaimana dalam hadits disebutkan:

إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ

”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)

Seperti inilah sosok penguasa yang dirindukan oleh rakyatnya.
Pemimpin dalam sistem pemerintahan Islam bertugas untuk menyelesaikan setiap permasalahan umat termasuk menyelesaikan masalah sengketa tanah yang akan dikelola untuk kebutuhan rakyat.

Adapun Islam mengatur kepemilikan dengan sangat jelas, baik kepemilikan individu, masyarakat/umum, maupun negara.  Apabila diketahui tanah atau lahan tersebut seharusnya milik umum   negara akan mengelolanya untuk  kepentingan rakyat.  Dalam hadits disebutkan:

اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ

Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Negara tidak boleh menjual atau menyerahkan pengelolaannya kepada swasta atau pihak asing. Negara berhak memberikan kompensasi jika tanah milik umum tersebut tenyata dimiliki oleh individu rakyat. Dari sini tergambar jelas bagaimana penyelesaian tanah surga di bukit Wadas yang akan memberikan maslahat bagi rakyat jika dikembalikan kepada syari'at.

Allahua'alam

__________________________________________

Dukung terus Penamabda.com menjadi media rujukan umat. 

Dukung juga channel youtube dan IG Pena Mabda ya sahabat!