-->

Impian untuk PTM, Halusinasi dalam Sistem Bathil

Oleh : Hanifatus S

Kasus positif Covid-19 di Indonesia memgalami peningkatan dalam beberapa hari terakhir. Melihat kondisi ini, pemerintah langsung mengambil langkah cepat dengan mengeluarkan kebijakan menghentikan pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen. Sekretaris Jenderal (Sesjen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Suharti mengatakan, Kemendikbud Ristek dan sejumlah kementerian lain menyetujui diberikan diskresi kepada daerah berstatus PPKM level 2 mulai tanggal 3 Februari 2022. (KOMPAS.com, 04 Februari 2022)

Kebijakan PTM 100% berawal dari SKB 4 Menteri pada 21 Desember 2021 oleh Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, dan Menteri Agama. SKB berisi tentang Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Pembelajaran di Masa Pandemi untuk tahun ajaran 2022. Mulai semester dua tahun akademik 2021/2022 (Januari 2022) semua wajib mengikuti PTM terbatas (terdapat syarat-syarat yang terlampir). 

Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen yang diharapkan banyak siswa maupun orang tua baru dilaksanakan sekitar satu bulan, namun naasnya harus dihentikan kembali karena naiknya kasus Covid-19. Kebijakan pembelajaran 50 persen, justru akan membebani orang tua. Tidak hanya menyita waktu namun juga menguras tenaga. Mereka harus mengajari anaknya, sehingga banyak kegiatan lain yang tertunda. Kisah beratnya menghadapi sekolah online akan kembali lagi ditengah-tengah masyarakat.

Kebijakan ini memang menuai pro dan kontra, yang bisa dikatakan kebijakan ini masih belum matang. Beberapa kekacauan ini adalah SKB ini terbit pada saat munculnya varian baru yakni, Omicron. Serta perilaku buruk masyarakat yang berasumsi pandemi telah usai, sehingga protokol kesehatan mulai kendor. Fakta di lapangan juga masih banyak siswa yang tidak mematuhi protokol kesehatan, dan satgas di setiap sekolah tidak berjalan baik dengan merata. Hal ini tidak jauh dari minimnya peran negara yang keliru menangani pandemi dengan herd immunity berbasis program vaksinasi. 

Kondisi tidak berubah, data KemenKes per 8 Januari 2022 menunjukan dari 414 total kasus Omicron yang terkonfirmasi kebanyakan adalah yang sudah divaksinasi lengkap. Hal ini menegaskan bahwa vaksin bukan pencegah infeksi dan penularan, meski dapat mengurangi beratnya gejala yang ditimbulkan.  Jadi, tingginya cakupan imunisasi bukanlah kondisi aman untuk PTM 100%.

Kebijakan ini memang ditujukan untuk mengatasi learning loss, padahal learning loss ini bukan semata-mata karena pandemi. Kegagalan yang tersistem dari negara dalam mengatasi segala problematika ummat, salah satunya adalah pendidikan. Negara berfokus pada kepentingan segelintir masyarakat, demi kepentingan mereka bukan kepentingan masyarakat umum. Tergesa-gesanya dalam memutuskan kebijakan inilah bukti dari sistem negara yang menerapkan sistem bathil, sistem yang berasal dari manusia. 

Negara adalah pengurus urusan kehidupan masyarakat. Rasulullah SAW bersabda: “Imam/khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad). 

Sementara, dalam paradigma kapitalis negara berlepas tangan, menyerahkan urusan ummat kepada masyarakat sendiri seperti ketika sekolah online orang tua harus berkorban lebih padahal pendidikan adalah tanggung jawab negara. Negara harus menangani pandemi sesuai dengan hukum Allah, meninggalkan sistem bathil dan mewujudkan kepemimpinan Islam. 

Penanganan pandemi dalam Khilafah adalah sesuai dengan sabda Rasulullah SAW: Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari). 

Tujuan pokok penanggulangan pandemi adalah terjamin kehidupan normal di luar area wabah dan pemutusan rantai penularan secara efektif. Dampak pahit bagi dunia pendidikan, PTM dalam ancaman bahaya kesehatan dan keselamatan, serta PJJ dalam ancaman Learning Loss akibat rusaknya sistem kapitalis. 

Penanganan pandemi ini memang harus dikembalikan pada sistem yang menerapkan hukum Allah, berlama-lama dalam pandemi hanya akan memundurkan pendidikan. Maka, kita harus bersatu untuk menangani pandemi dengan solusi shahih. 

Allahu Akbar! 

__________________________________________

Dukung terus Penamabda.com menjadi media rujukan umat. 

Dukung juga channel youtube dan IG Pena Mabda ya sahabat!