-->

Duka Wadas Tumbal Kepemimpinan Demokrasi, Islam Solusi Hakiki

Oleh : Hetty Kusmawati (Pemerhati Sosial) 

Konflik Wadas akhir-akhir ini sangat menarik perhatian berbagai pihak. Wadas adalah salah satu desa yang terletak di kecamatan Bener kabupaten Purworejo Jawa Tengah. Sejak tahun 2019 memang telah terjadi konflik antara pemerintah dan warga setempat, tentang rencana pembukaan tambang batu Andesit untuk material pembangunan proyek bendungan.

Dikutip dari laman resmi komite Percepatan Penyediaaan Infrastruktur Prioritas (PPIP) total  anggaran investasi yang di gelontorkan pemerintah untuk proyek pembangunan  Bendungan Bener sebesar  Rp2,060 triliyun. Sumber anggaran tersebut diperoleh dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara/Daerah (APBN/D) (Kompas.com/09/02/2022). 

Bendungan Bener akan berkapasitas sebesar 100.94 meter kubik. Bendungan ini bermanfaat untuk mengairi lahan seluas 1.946 hektare, menyediakan air baku 1.500 liter perdetik dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) 6 Mega Watt. Selain itu juga bertujan untuk mengurangi banjir, konservasi dan pariwisata (Kompas.com/09/02/2022). 

Menurut Peraturan Pemerintah Purworejo, Nomor 27/2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) desa Wadas, ditetapkan sebagai kawasan perkebunan, tetapi karena adanya kepentingan yang bermain, maka peraturan berubah menjadi desa Wadas akan dibebaskan lahannya untuk diajadikan lokasi pengambilan bahan material  berupa batu Andesit untuk pembangunan Bendungan Bener, bedasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/41/2018 (MediaIndonesia.com/10/02/2022). 

Disinyalir akan adanya dampak yang merusak lingkungan, budaya dan sosial jika tambang batu Andesit ini beroperasi, serta akan menurunkan kualitas udara dan tutupan lahan di perkirakan akan mengubah suhu lokal (Suara.com/10/02/2022). 

Aktifitas pertambangan ini tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga pengambilan lahan yang dilakukan pemerintah seringkali menuai kontraversi akibat ganti rugi yang tidak pernah menguntungkan. Sehingga ganti rugi itu hanya dirasakan beberapa saat saja oleh masyarakat terdampak.

Warga Menolak Alih Fungsi Lahan

Ketegasan warga yang menolak pertambangan batu Andesit ini berimbas pada penangkapan 66 warga yang dianggap menghalangi pengukuran tanah. Hal ini menunjukkan arogansi kepemimpinan dalam sistem Demokrasi sangat jelas terlihat. Seringkali pemimpin dalam sistem ini melakukan tindakan yang represi terhadap rakyatnya, juga menggunakan kekuatan aparat untuk menertibkan warga yang dikatakan berulah.

Dalam hal ini pemerintah memaksa bahwa rakyat harus menyetujui proyek ini, padahal keputusan yang diambil bukan berdasarkan kepentingan rakyat melainkan kepentingan segelintir pihak yang memenangkan tender proyek tersebut (kontraktor).

Sekali lagi oligarki bermain, sebagaimana yang kita ketahui bahwa dana proyek bernilai fantastis ini diambil dari APBN dan APBD dengan melibatkan BUMN, diantaranya PT Brantas Abipraya (persero), Waskita Raya Persero tbk, PT PP Persero tbk.

Cengkraman Tentakel Oligarki Dalam Sistem Demokrasi

Sudah menjadi tabiat pemimpin di negara yang menganut sistem Demokrasi Kapitalis ini, hanya melayani pemilik modal tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyatnya.

Rakyat hanya dibutuhkan ketika akan berkompetisi untuk duduk di kursi kekuasaan. Jika mereka sudah berkuasa maka dengan sengaja mereka melupakan rakyat dan rela menjadi pelayan para pemilik modal.

Sistem yang hari ini berlaku, melahirkan pemimpin-pemimpin yang tidak mempunyai hati nurani. Mereka dengan sengaja menutup mata atas penderitaan yang dialami oleh rakyatnya. Mereka sibuk menghalalkan segala cara untuk mengumpulkan pundi-pundi kekayaan dengan memanfaatkan jabatannya.

Kepemimpinan Islam : Rakyat Adalah Amanah Yang Harus Dijaga

Sangat jauh berbeda dengan sistem kepemimpinan dalam Islam. Para pemimpin diangkat sebagai untuk mengurusi urusan rakyat. Termasuk di dalamnya, mereka diperintahkan untuk tidak berbuat zalim dan selalu menegakkan keadilan dengan ilmu dan kekuasaan yang mereka miliki. 

Pada masa kepemimpinan khalifah Amirul Mu`minin Umar Bin Khatab. Seorang lelaki Yahudi datang melapor, mengatakan bahwa ia telah mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari seorang wali yang bertugas di Mesir, pada waktu itu adalah Amr Bin Ashh.
 
Amr Bin Ashh ingin memperluas bangunan sebuah mesjid oleh sebab itu dia menggusur rumahnya. Amirul Mu`minin kemudian menegur Amr Bin Ashh dengan cara mengguratkan pedang ke sebuah tulang, lalu tulang itu di kirim ke Mesir untuk di perlihatkan kepada Amr Bin Ashh. Seketika Amr Bin Ashh kaget hingga gemetar. Beliau menyadari bahwa makna dari tulang itu adalah kematian, dan tidak ingin mati dalam keadaan menzalimi rakyatnya. Maka beliaupun membangun kembali rumah lelaki Yahudi tadi, bahkan lebih bagus dari sebelumnya.

Di masa kepemimpinan Khalifah Ali ra, juga pernah berselisih dengan seorang lelaki Yahudi mengenai baju besi. Khalifah Ali ra menyatakan bahwa baju besi yang di pegang oleh lelaki Yahudi itu adalah miliknya. Tetapi beliau tidak mampu menghadirkan saksi untuk menguatkan pernyataannya, maka lelaki Yahudi itu di menangkan oleh hakim dan baju besi tersebut menjadi miliknya.  Mendengar keputusan hakim yang memenangkannya, maka lelaki Yahudi itu mengakui bahwa baju besi tersebut bukan miliknya, justru milik Khalifah Ali ra. Karena kekagumannya terhadap keadilan Islam, maka lelaki Yahudi tadi memeluk Islam.

Seperti itulah kepemimpinan dalam Islam. Selalu mempunyai solusi dalam setiap permasalahan yang terjadi di tengah umat.

Sistem Islam mampu melahirkan pemimpin yang bijaksana dan adil serta bersedia duduk bermusyawarah dengan rakyatnya untuk mengambil keputusan yang sekiranya akan berdampak pada kesejahteran rakyatnya.

Wallahua'allam