Benang Kusut UMKM dan Eksploitasi Perempuan, Akhiri dengan Islam
Oleh : Puspita Ningtiyas, SE
Upaya untuk mendorong peningkatan UMKM terus dilakukan dengan melibatkan peran perempuan. Di sisi lain, pemerintah sedang merevisi kebijakan pengelolaan SDA dan asset negara (BUMN) yang belum juga membuat rakyat sejahtera. Kontras dan jelas, penguasa sibuk mengurai benang kusut, sedangkan SDA cacat kelola tak boleh diusut. Dan benarkah keterlibatan perempuan mampu memberikan angin segar bagi perekonomian yang kian lesu seperti hari ini?
Kebijakan Salah Arah dan Menambah Masalah
Presiden Jokowi menyampaikan dalam pidatonya saat even KTT G20 bahwa UMKM adalah sendi perekonomian. Keberadaan usaha mikro, kecil dan menengah bagi kemajuan sebuah bangsa adalah sebuah keniscayaan. ( Viva.co.id 31/10/21 )
Karena itu, Presiden Jokowi menyampaikan Indonesia meluncurkan 1,1 miliar dolar AS bagi Program Produktif Usaha Mikro dan 63,5 persen di antaranya diterima pengusaha perempuan.
Khusus untuk pengusaha perempuan mikro dan ultra-mikro, Indonesia mengembangkan skema pemodalan khusus yang disebut program Mekaar “Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera”. ( antaranews.com 31/10/2021).
Dari sini jelas bahwa UMKM dan perempuan saat ini sangat diharapkan menjadi tumpuan ekonomi bangsa.
Memang, persoalan ekonomi sangatlah genting tersebab menyangkut hajat hidup orang banyak. Namun, bukankah jika ekonomi negara sedang melemah, logika sederhananya, SDA-lah yang akan bisa mencukupinya. Karena itu, tata kelola SDA-lah yang harus diperbaiki, bukan justru berharap hasil UMKM yang tidak seberapa.
Maka, jika ada kebijakan untuk membangkitkan ekonomi, kebijakan tersebut harusnya tertuju kepada bagaimana membuat regulasi terbaik untuk pengelolaan SDA agar lebih optimal dikelola secara mandiri, bukan bergantung kepada asing.
Sebuah penuturan dari bapak Reformasi, Amien Rais, beliau menyampaikan pada 2036, minyak di Blok Cepu yang saat ini dikelola ExxonMobil akan habis. Sedangkan, pada tahun 2045, SDA di Pegunungan Papua yang kini dikuasai Freeport juga akan habis. “Sedangkan, pada saat itu, kita telah menjadi santapan cacing tanah dan anak keturunan kita tengah kesulitan mencari rezeki, karena hasil alam telah habis dijarah asing,” demikian ujarnya sebagaimana dilansir sumbartoday.net 8/6/21
Jika tidak dihentikan sekarang, bukan tidak mungkin negeri ini akan menyesal kemudian.
Terlebih jika perempuan harus terlibat dengan mengorbankan waktunya sebagai pendidik utama bagi anak anak
nya, bukankah itu sama saja mengorbankan generasi penerus bangsa di masa depan?.
Saat itu, tiada guna lagi penyesalan. Maka sekarang juga, ambil pilihan untuk melakukan perubahan.
Islam, Atasi Masalah Sampai Akarnya
Islam adalah Risalah paripurna bagi seluruh aspek kehidupan. Islam menetapkan pemasukan terbesar bagi negara adalah hasil pengelolaan sumber daya alam ( SDA ). Benar saja, kalau diteliti lebih mendalam, SDA inilah yang akan mampu menopang kehidupan sebuah bangsa. Hal ini seperti yang sudah terjadi di masa lampau ketika Islam diterapkan dalam bentuk konstitusi negara selama kurang lebih tigas belas abad. Negara Islam tak pernah terjerat hutang untuk memenuhi kebutuhan, apalagi sampai mengemis kepada lawan.
SDA yang melimpah tersebut meliputi air, api dan tanah sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api" (HR. Abu Dawud).
Selain sumber daya alam yang melimpah, Allah SWT juga meng-anugerahkan syariat Islam yang agung untuk mengelola sebuah negara menuju keadilan dan kesejahteraan.
Secara teknis penerapan Syariat Islam tersebut menjadi tanggungjawab seorang pemimpin yang disebut Khalifah. Khalifah bertanggungjawab mengurusi seluruh urusan manusia dibantu aparatur negara yang boleh diangkat dalam pandangan Islam.
Pengelolaan ekonomi, SDA dan penetapan peran perempuan juga sudah tentu dijelaskan secara gamblang di dalam syariat Islam dan menjadi bagian dari tanggungjawab Khalifah juga untuk menjaga, melindungi dan memastikan semua berjalan sesuai dengan semestinya.
Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).
Berbicara soal perempuan, Islam tidak mewajibkan perempuan untuk bekerja, apalagi menafkahi diri sendiri. Selama hidupnya, perempuan ( menurut pandangan Islam ) menjadi tanggungjawab laki-laki yang menjadi wali nya. Ketika belum menikah, wali nya adalah ayahnya. Ketika sudah menikah, wali nya adalah suami nya. Ketika perempuan bercerai dari suami nya, wali nya kembali kepada ayahnya. Dan kalaupun seorang perempuan tidak memiliki wali satupun, negara lah sebagai wali terbaik yang akan menanggung semua kebutuhan hidupnya.
Negara Islam ( Khilafah ) memiliki badan keuangan negara yang disebut Baitul Mal. Dengan itu negara mampu menghidupi seluruh perempuan muslimah andai mereka semua butuh negara menjadi wali nya. Bukan hanya itu, pendidikan, kesehatan, dan keamanan setiap individu warga negara bisa dijamin oleh negara secara gratis, dengan sarana Baitul Mal ini. Pemasukan utama nya SDA yang dijamin oleh Allah cukup dan mencukupkan. Pengelolaannya menggunakan syariat yang penuh keberkahan. Maka tidak perlu lagi otak atik program yang bernilai receh, apalagi memaksa perempuan sebagai ibu generasi terjun dan ter-ekspoitasi.
Posting Komentar