-->

Bandara Sepi dan Hutang Membengkak

Oleh : Rahmawati, S.Pd (Aktifis Muslimah Kalsel)

Di tengah kondisi krisis ekonomi ditambah masih dalam masa pandemi yang menuntut rakyat untuk bekerja lebih ekstra, namun berbanding terbalik dengan upaya pemerintah untuk melakukan pembangunan dari segi insfratruktur secara merata. Salah satunya insfratruktur untuk kepentingan mobilitas dan transportasi berupa bandar udara (bandara). Saat ini, Indonesia memiliki puluhan bandara yang diperuntukkan bagi penerbangan domestik ataupun internasional yang tersebar di seluruh 34 provinsi.

Namun nyatanya, jumlah tersebut dinilai belum cukup sehingga dibutuhkan bandara tambahan di wilayah tertentu yang dapat menunjang mobilitas masyarakat di sejumlah wilayah, yang memiliki lokasi cukup jauh dengan sejumlah bandara yang sudah ada. Berangkat dari hal tersebut, pemerintah akhirnya mengumumkan soal rencana pembangunan bandara dan insfrastruktur lainnya yang diharapkan dapat membantu dalam meningkatkan mobilitas masyarakat di tanah air.

Rencana pembangunan sejumlah bandara baru ini pertana kali diumumkan oleh Presiden Joko Widodo dalam pidato Nota Keuangan dan RUU SPBN yang berlokasi di DPR RI, Senin (16/8/2021). Dalam kesempatan tersebut, dijelaskan bahwa pembangunan insfrastruktur yang dimaksud menjadi satu dari enam fokus pemerintah dalam APBN 2022. Rencana pembangunan sebanyak enam bandara baru diklaim menjadi salah satu upaya untuk mendukung aspek peningkatan mobilitas dan konektivitas secara merata, tidak hanya di area padat penduduk namun wilayah lainnya.

Terbukti sejumlah bandara baru yang akan berjalan memang sejatinya akan dibangun di beberapa tempat selain Pulau Jawa, beberapa nama wilayah yang sudah dikantongi untuk menjadi lokasi pembangunan yaitu :
Bandara Nabire Baru, Papua
Bandara Siboru, Papua Barat
Bandara Mentawai, Sumatera Barat
Bandara Madina. Sumatera Utara
Bandara Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara
Bandara Pohuwato, Gorontalo

Itulah nama-nama bandara dan lokasi yang rencana akan di bangun. Seperti yang sudah kita ketahui bahwa keuangan negeri kita sangatlah menipis, terlebih dengan hutang yang semakin menggunung. Berdasarkan catatan Bank Dunia, Indonesia menduduki peringkat ke 7 sebagai negara dengan hutang luar negeri terbanyak. Dikutip dari Kontan.co.id – Jakarta. Hutang Indonesia yang kini di bawah kendali Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden  Ma’ruf Amin per Agustus 2021 sebesar Rp.6.625,43 triliun. Jumlah hutang Indonesia tersebut meningkat Rp.55,27 triliun dari posisi Juli 2021.

Padahal sumber daya alam negeri ini sangat melimpah ruah dari ujung timur sampai ujung barat. Namun hal ini tidak dimanfaatkan secara baik sehingga masyarakat tidak bisa menikmati hasil daripada sumber daya alam tersebut.

Disaat yang sama, pemerintah berencana membangun bandara dengan jumlah anggaran biaya yang tentunya tidak sedikit. Memerlukan biaya yang fantastis, apalagi ada enam bandara yang akan dibangun.

Berawal dari keresahan pengelola bandara yang rugi denagn biaya operasional hingga ratusan milyar per pulan, sementara bandara sepi dan tidak menghasilkan pemasukan berarti. Karena efek daripada pandemi yang sudah lebih dari 2 tahun ini lah yang mengakibatkan masyarakat takut bepergian, apalagi dari pemerintah sendiri membatasi beperjalanan jika tidak terlalu mendesak. Otomatis dengan kebijakan ini msyarakat harus bersedia mengikuti dan pihak bandara pun merasakan efek dari berkurangnya angka penumpang.

Lalu dengan kondisi ini apa alasan pemerintah terus membangun bandara baru dan melibatkan pengelola asing? Jelas karena lebih condong memenangkan kepentingan swasta-asing, bukan menyelamatkan harta negara dan mengutamakan kepentingan rakyat. Bukannya pemerintah membenahi segala kerusakan yang terjadi di dalam negeri ini akibat tangan-tangan kapitalis yang tidak bertanggung jawab, tapi justru berencana membangun bandara dengan nominal yang sangat fantastis. Tangan-tangan asing memang tidak terlepas dalam pembangunan dalam negeri ini, karna mereka adalah negara adidaya, negara kiblat negeri ini. Negara asing menjadi jalan pintas untuk menyukseskan pembangunan bandara atau insfratruktur lainnya.

Harta negara yang harusnya dipakai dan dikelola sebaik-baiknya untuk kesejahteraan umat. Dari sumber daya alam yang melimpah, yang bisa menjamin segala kebutuhan rakyat. Faktanya adanya ketimpangan sosial pada penduduk Indonesia, yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin, karema distribusi harta yang tidak merata. Miris memang, akar permasalahannya seharusnya bisa dibenahi dan diberikan solusi, sehingga umat tidak lagi merasakan ketidakadilan.

Rencana pembangunan bandara ini semestinya tidak dalam kondisi sempit seperti ini, karena masih banyak hal-hal yang harus dibenahi terlebih dahulu ketimbang membangun insfrastruktur yang biayanya sangat mahal. Ini lah kondisi negeri yang kaya dengan sumber daya alam, namun krisis dengan ekonomi.

Solusinya semestinya menata ulang visi pembangnan insfratruktur dan pembiayaan serta pemanfaatannya sesuai Islam. Karena dalam Islam tentu akan berpikir panjang untuk menentukan visi ke depan supaya antara insfrastruktur dan ekonomi rakyat seimbang, dalam arti umat tidak lagi menjerit kelaparan karena kurangnya ekonomi mereka. Sehingga setelah kesejahteraan umat dibangun, maka selanjutnya negara berhak atau boleh memikirkan perkara pembangunan-pembangunan megah untuk memudahkan transportasi bagi rakyatnya. Dalam hal ini, pembangunan bandara bukan menjadi skala prioritas yang mendesak, karena sudah banyak bandara-bandara yang ada di negeri ini yang bisa digunakan oleh rakyat.

Ini lah yang menjadi pusat perhatian untuk pemerintah, agar lebih memahami skala prioritas yang akan dilakukan ke depannya.

Islam adalah agama yang sempurna. Mengatur dari hal terkecil sampai dengan hal yang terbesar. Oleh sebab itu, Islam tidak akan membiarkan masyarakat kesulitan karena tidak mendapatkan keadilan. Namun Islam akan menjamin segala kebutuhan dan kenyamanan dalam kehidupan mereka.

Hal ini tidak akan bisa kita rasakan kecuali Islam benar-benar diterapkan secara sempurna dalam kehidupan, dan tidak akan bisa terlaksana jika dalam sistem kapitalis saat ini yang tujuan utamanya adalah materi. Segala sesuatu dikur dari materi, hanya bisa diterapkan dalam lingkup negara yang menggunakan hukum syara sebagai patokan, dalam naungan Daulah Islamiyah.

Wallahu a’lam bishowab