Duka Cita PCR Turun Harga
Oleh : Nahida Ilma (Mahasiswa Kesehatan)
Tahun 2021 tersisa hitungan hari yang kemudian akan segera dengan tahun 2022. Persiapan menyambut libur akhir tahun pun sudah nampak dilakukan oleh pihak berwenang. Tak hanya sandang pangan kali ini yang turun harga di akhir tahun. Tes PCR yang kini menjadi tren pun juga tak mau kalah. Pihak berwenang telah resmi menurunkan harga tes PCR.
Pemerintah resmi menurunkan harga tes COVID-19 dengan metode Real Time Polymerase Chain Reaction atau RT-PCR menjadi Rp275 ribu untuk daerah Jawa-Bali. Untuk luar Jawa-Bali harganya menjadi Rp300 ribu (Suara.com, 27 Oktober 2021).
Tak hanya itu, masa berlaku tes PCR juga ikut diperpanjang selaras dengan pelonggaran syarat perjalanan khususnya transportasi udara. Yakni dengan memperpanjang masa berlaku tes PCR menjadi 3x24 jam. Sebelumnya, masa berlaku tes PCR yakni hanya dengan 2x24 jam (Tribunnews.com, 26 Oktober 2021).
Menurut pihak berwenang, kebijakan ini dimaksud untuk meminimalisir gelombang ketiga COVID-19 pada libur akhir tahun. Menekan angka penyebaran virus. Kewajiban tes PCR untuk calon penumpang pesawat pun sudah mulai diberlakukan. Sayangnya hal ini tak disambut baik oleh mayoritas calon penumpang. Wajib tes PCR, penumpang pesawat di Bandara Soekarno Hatta turun (Beritasatu.com, 27 Oktober 2021). Wajib PCR berlaku, penumpang Bandara Ngurah Rai turun (CNNIndonesia.com, 26 Oktober 2021).
Harga dan lamanya waktu hasil tes keluar menjadi secuil alasan banyaknya yang tak setuju dengan kebijakan ini. Walaupun untuk masalah harga, menteri kesehatan sudah memberi penjelasan bahwa harga yang sekarang sudah termasuk murah dan tidak ada subsidi lagi jika akan diturunkan lagi. Bahkan Indonesia masuk dalam kategori negara dengan harga tes PCR termurah di dunia (CNBCIndonesia.com, 27 Oktober 2021).
Kalangan tenaga kesehatan juga turut membuka suara. Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Laboratorium Indonesia (PDS PatKLIn) khawatir upaya penekanan harga ini akan berimbas pada kualitas tes, mengingat harga alat-alat tes yang berkualitas juga tidak murah (Katadata.co.id, 27 Oktober 2021). Kemenkes pun menanggapi hal ini juga. Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes, Abdul Kadir menyatakan bahwa kemenkes menjamin turunnya harga tidak akan mempengaruhi kualitas tes karena penyedia fasilitas sudah berkomitmen menyanggupi melakukan pemeriksaan (Republika.co.id, 27 Oktober 2021).
Akun instagram pandemictalk tak mau ketinggalan. Akun yang biasa mengabarkan kabar terkini seputar pandemi turut bersuara. “Kenapa tidak mewajibkan penggunaan masker pada setiap moda transportasi terlebih dahulu? Soalnya masih banyak yang tidak menggunakan masker”, tulisnya dalam salah satu postingan instagram.
Turun harga yang selalu identik dengan sambutan senyum dan tawa, namun hal itu sangat berbeda dalam konteks ini. Di tengah perekonomian masyarakat yang belum sepenuhnya pulih, memaksa mereka untuk tetap keluar rumah, memikirkan onkos kendaraan dan ongkos tes menunjang perjalanan yang berlaku. Walaupun harga yang ditetapkan sudah diklaim paling murah, tapi pihak berwenang lupa kalau mereka melihat hanya dari sudut pandang mereka saja. Bukan sudut pandang masyarakat yang jelas-jelas berbeda 180 derajat dengan kondisi mereka. Disistem yang ada sekarang, menjabat menjadi pihak berwenang hanya digunakan sebagai sarana memperkaya diri, gaji yang menjanjikan menjadikan banyak orang tergiur tak peduli apakah dia kompeten atau tidak.
Kebijakan penurunan harga dan kewajiban tes yang mengandung tujuan tersirat yaitu pemenuhan kapasitas pesawat guna mengembalikan roda perekonomian transportasi udara. Hal ini seakan-akan memberikan lampu hijau kepada pebisnis maskapai penerbangan dan angin segar bagi penyedia jasa layanan tes. Berkebalikan dengan yang dirasakan masyarakat, harga tes yang hampir sama dengan tiket pesawat menjadikan mereka harus berpikir dua kali.
Ini merupakan fenomena yang biasa ketika kesehatan bukan menjadi salah satu hal yang dijamin oleh negara. Setiap masyarakat harus bertanggung jawab sendiri atas biaya kesehatan dirinya. Kesehatan menjadi salah satu hal yang dinilai uangkan. Bukan menjadi suatu masalah ketika hal itu menguntungkan pihak berwenang dan setiap orang dibelakangnya.
Sejatinya, kesehatan merupakan salah satu hal yang dijamin oleh negara. Sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamana. 6 kebutuhan dasar manusia yang seharusnya mendapat jaminan oleh negara. Islam meletakkan kesehatan sebagai suatu hal yang sama pentingnya dengan sandang, pangan dan papan. Negara akan memberikan akses yang sangat mudah kepada masyarakatnya untuk menjaga kesehatan. Jaminan kesehatan diberikan dengan gratis tanpa mengurangi kualitas layanan.
Apalagi selama masa pandemi, negara akan mengusahakan dengan segera pemberhentian penyebaran virus. Mulai dari kebijakan lockdown wilayah yang terpapar, sokongan untuk tenaga kesehatan dan ilmuwan untuk menemukan obat dengan segera. Tak lupa bantuan sosial yang diberikan dengan cuma-cuma. Tracing, tracking dan testing dilakukan dengan menyeluruh dan teliti. Tentunya tidak ada biaya yang ditarik sama sekali. Tes tidak hanya dijadikan sebagai syarat berpergian, tapi sebagai bentuk tanggungjawab negara dalam menjamin kesehatan masyaratnya.
Wallahu a’lam bi ash-showab
Posting Komentar