-->

Kontroversi Attaturk Jadi Nama Jalan di Ibukota

Oleh : Ani Prihatini

Muhammad Iqbal, seorang Duta Besar Republik Indonesia di Ankara, mencetuskan rencana untuk mengubah nama salah satu jalan di Jakarta dengan nama tokoh ‘Pemimpin Turki’, Mustafa Kemal Attaturk. Menurutnya hal ini dilakukan sebagai bentuk kerja sama antara Turki dan Indonesia. 

Sebagaimana dilansir dari CNN Indonesia tanggal 15 Oktober kemarin bahwa Muhammad Iqbal telah meminta komitmen dari pemerintah DKI untuk pemerintah memberikan nama jalan di Jakarta dengan founding father-nya Turki tersebut. Sontak saja, rencana ini membuat MUI angkat bicara. Wakil Ketua MUI, Anwar Abbas menolak dengan tegas rencana pemerintah mengganti nama jalan di Menteng dengan nama tokoh pendiri Turki yang sangat dikenal sebagai tokoh sekuler yang pemikirannya sesat dan menyesatkan. (CNN Indonesia,17/10).

Kisah Attaturk Pembenci Islam

Menilik pada fakta sejarah, Mustafa Kemal Attaturk adalah seorang tokoh pembaharuan Turki yang mana pemikirannya sangat sekuler. Pada tahun 1924 ia menghapuskan dan menghancurkan sistem Kekhilafahan Turki Utsmani menjadi republik sekuler Turki, dan ia sebagai presidennya. Pada masa pemerintahannya, ia mencetuskan ide-ide sekuler, yang memisahkan agama dari kehidupan, baik kehidupan sosial sampai politik revolusioner untuk ‘modernisasi’ Turki.

Bentuk reformasi yang ia lakukan sangat bertentangan dengan syariat Islam. Yakni diantaranya reformasi emansipasi wanita, penghapusan semua institusi Islam dan pengenalan kode hukum Barat dalam hal berpakaian, kalender dan alfabet, menggantikan tulisan Arab dengan tulisan Latin. (Buku Pemikiran Politik Islam)

Sebagai salah satu umat Muslim Indonesia, keputusan ini menjadi keresahan dan menyakiti hati. Mengapa harus tokoh paling sekuler di Turki yang dipilih menjadi cadangan nama jalan di DKI, yang menghapuskan secara total kebudayaan islam di Turki. Mengapa bukan nama-nama Khilafah Turki yang membawa kejayaan Islam. Yang mana pada masa kekhilafahan Turki Utsmani, Islam Berjaya dengan gemilangnya. Banyak ekspansi-ekspansi wilayah serta pembangunan yang pesat dengan arsitektur yang indah. 

Kemudian dari segi sejarah nusantara, dikutip dari baleeinstitut.wordpress.com, Khilafah Turki Utsmani berjasa untuk membantu kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara menghalau misi penjajahan Portugis di Selat malaka pada abad ke-16. Hubungan diplomatik ini terus berlanjut pada abad-abad berikutnya di berbagai wilayah di Nusantara. Kalaulah demi hubungan diplomatik Turki dan Indonesia, mengapa bukan salah satu nama dari Khilafah Turki Utsmani yang dipilih sebagai nama jalan di ibukota, yang sudah jelas hubungan antar keduanya telah terjalin pada masa-masa penjajahan bangsa ini.

Islam Mengatur Semua Urusan

Terlepas dari itu semua, semestinya MUI dan umat Islam tidak hanya berfokus untuk menolak nama Ataturk, tapi juga menolak akar dari berbagai bentuk sekularisme, pluralisme dan liberalisme. Karena semua bentuk sekularisme, pluralisme dan liberalisme merupakan akar dari kemerosotan peradaban umat Islam dahulu hingga saat ini. Umat Islam harus fokus untuk mengembalikan syariat islam yang dahulu dihapuskan oleh Mustafa Kemal Ataturk. Baik dalam segi budaya maupun bernegara. Umat Islam seyogyanya yakin bahwa aturan dan hukum Allah adalah aturan dan hukum terbaik untuk kehidupan bermasayarakat dan berbegara, bukan aturan buatan manusia. Karena Islam hadir dengan segenap aturan yang menyeluruh, yang terbaik yang sudah disiapkan oleh Sang Pencipta segalanya, demi kebaikan manusia di seluruh penjuru semesta.

Wallahua'lam bishowwab.