-->

Perang Baliho dan Memilih Pemimpin dalam Kapitalisme

Oleh: Aktif Suhartini, S.Pd.I., Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok 

Di dalam negara yang menganut sistem kapitalisme, bila ingin menjadi pemimpin maka harus berani mempromosikan diri dengan kalimat ‘Pilihlah Aku’ serta jangan lupa sampaikan sajian janji-janji manis agar rakyat tertarik dan bersedia memilih. Apakah ucapan janji tadi dilaksanakan atau ditepati itu masalah nanti, yang terpenting terpilih dahulu sebagai pemimpin yang direncanakan. Apakah pemahaman janji itu adalah utang dan wajib ditunaikan bukanlah hal yang utama, karena pengembalian modal untuk biaya promosi lebih utama diperhitungkan untuk segera balik modal. 

Negara yang masih dilanda pandemi Covid-19 masih terasa nuansa yang memprihatinkan, baik dari segi kesehatan maupun perekonomian. Namun nuansa ‘Pilihlah aku jadi pemimpinmu’ sudah bertebaran di mana-mana. Kontestasi pemilihan presiden (Pilpres) 2024 memang masih sangat jauh. Namun para bakal kandidat sudah mulai ancang-ancang memasang baliho. 

Semua itu bukannya menuai simpati dan semangat rakyat untuk memilih, tapi malah makian dan protes rakyat yang diterima. Karena para politisi yang katanya terhormat menawarkan diri menjadi pemimpin merupakan sosok seorang pemimpin yang tak punya kepekaan terhadap kondisi rakyat dan hanya memikirkan dirinya sendiri dengan bertarung demi mendapat kursi jabatan...Nauzubillah.

Memasang baliho sebagai kampanye ‘Pilihlah Aku’ memang memiliki keunggulan tersendiri, apalagi di tempat strategis yang banyak orang berlalu lalang, baliho akan menjadi pusat perhatian publik. Secara umum baliho memiliki keunggulan karena mudah dilihat, diletakkan di jalan-jalan yang terbukti banyak dilalui kendaraan. Ukurannya yang besar, secara struktural 'memaksa' orang untuk melihatnya. Apalagi kalau diletakkan di kawasan yang strategis pasti tak terhindarkan orang lewat tak bisa mengelak, untuk melihat. Selain itu, pada ukurannya yang ekstra besar, biasanya pesan janji manis madu yang dimuat menarik orang untuk melalui jalanan dan membacanya, sehingga pesan akan sistematis dan fokus. 

Memasang baliho merupakan cara yang dipilih sebagai alat komunikasi yang akan menarik perhatian dan mampu mengantarkan pesan. Tapi tahukah kita berapa besar biaya pemasangan baliho? Harganya sungguh fantastik. Bila dirupiahkan bisa untuk menolong rakyat yang sedang kesulitan dalam perekonomian. Lebih baik dana yang dipakai untuk memasang baliho dipakai saja untuk membeli sembako agar rakyat tidak harus menahan Laparrr.. Dan terlepas dari terhimpitnya beban hidup yang semakin sulit. Ya Allah.... Andaikan saja biaya pembuatan dan pemasangan baliho bisa dialihkan untuk membantu memberi makan rakyat yang tidak bisa bekerja karena harus dirumahkan akibat dari pandemi. Tapi bisakah?

Perang Baliho yang dilakukan oleh para politikus dinilai justru bikin masyarakat muak, musim kampanye perang baliho antar politikus akan menjadi kejenuhan bagi masyarakat. Sehingga menurutnya, pesan yang ada di baliho tidak sampai di masyarakat, tapi malah sebaliknya caci maki dan ketidakpercayaan akan janji yang disampaikan akan terlontar dari mulut rakyat. 

Rakyat sudah lelah dan bosan akan janji palsu. Pesan memang memaksa masuk, tapi persepsi yang terbentuk bisa negatif. Masyarakat muak dan secara sadar memilih bersikap sebaliknya dari tujuan pesan. Masyarakat menolak pesan, apakah cara seperti ini masih akan diteruskan? Melihat kenyataan ini sudah semestinya, menjadi cambuk bagi rakyat untuk sadar bahwa keburukan sistem kapitalisme yang niscaya hanya akan menghasilkan politisi pengabdi kursi bukan pelayan rakyat. 

Bagaimana persepsi Islam melihat masalah ini? Dalam Islam, orang akan berpikir dua kali bahkan ribuan kali untuk mengajukan dirinya sebagai pemimpin, karena dengan kesadaran yang tinggi dan sangat paham sungguh sangat berat pertanggungjawaban seorang pemimpin baik di dunia maupun di akhirat kelak atas apa yang dipimpinnya. Mengajukan diri ‘Pilihlah Aku Menjadi Pemimpin’ atau memasang baliho di mana-mana tentunya bukan hal utama.

Sudah saatnya kita mengganti sistem kapitalisme dalam kehidupan sekarang ini, terlebih untuk urusan pemilihan pemimpin yang selalu diawali dengan janji-janji palsu dan diakhiri dengan kesengsaraan rakyatnya sebagai korban dari pemimpin yang hanya memikirkan kepentingan pribadi dan golongan. Hanya Islam yang mampu mengatasi masalah ini dengan benar dan mampu mengentaskan rakyat dari keterpurukan kehidupan dunia menuju keberkahan dan kesejahteraan dunia dan akhirat.[]