-->

KKB Serang Nakes, Negara Wajib Tegas


Oleh: Mimin Diya

Konflik Papua terus menyedot perhatian publik, lantaran aksi teror kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang masif, mulai serangan, pembakaran sekolah dan fasilitas umum, pembunuhan warga, guru hingga tenaga kesehatan (Kompas, 19/9/2021). Serangan ini jelas isyarat bahwa kelompok ini benar-benar mengancam keselamatan rakyat, mengganggu aktivitas vital masyarakat, merusak persatuan serta mengancam kedaulatan.  

Selama ini langkah yang ditempuh untuk mengatasi konflik di Papua ialah meningkatkan anggaran otonomi khusus. Hanya saja, nyatanya peningkatan anggaran Otonomi Khusus dari waktu ke waktu tidak memiliki korelasi positif terhadap peningkatan kesejahteraan dan keadilan sosial rakyat Papua. Semua itu akibat masih rendahnya kemampuan pengelolaan anggaran serta masih tingginya penyimpangan dan korupsi. 

Disisi lain, sumber daya alam di Papua melimpah ruah seperti kekayaan mineral, barang tambang emas perak tembaga, minyak, gas, hasil hutan dan perkebunan. Hanya saja alokasi dana yang besar dari eksploitasi SDA Papua belum berbanding lurus dengan upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua dan juga Papua Barat. Rakyat pun masih jauh dari kehidupan layak. 

Menurut Pengamat Politik dan Ekonomi, Salamudin Daeng, penyebabnya ialah karena setiap jengkal tanah Papua telah habis dibagi-bagikan dalam bentuk kontrak dan ijin eksploitasi kekayaan alam kepada perusahaan tambang, perusahaan minyak, perusahaan kehutanan dan perusahaan perkebunan. Mirisnya hampir seluruhnya telah dikuasai oleh pihak asing. 

Misalnya total ijin ekploitasi kekayaan alam oleh Freeport saja luasnya setara dengan 57 persen luas daratan Papua. Sisanya sebagian besar ialah kontrak migas yang dikelola oleh British Petroleum (BP). Perusahaan minyak terbesar itu menguasai Gas Tangguh di Teluk Bintuni Papua Barat dan telah beroperasi selama 35 tahun. 

Tidak heran jikalau banyak pihak luar yang ingin terus mendekap tanah Papua demi meraup untung besar dari pengelolaan SDA di Papua. Sementara, hidup rakyat Papua masih tertinggal dan jahh dari kata sejahtera. Mereka tentu dalam kondisi pilu dibbawah kekuasaan yang dianggap tidak pro pada nasib rakyat. 

Kondisi demikian menjadi peluang bagi pihak asing masuk melalui media-NGO (Non-Goverment Organization). Mereka memprovokasi rasa kecewa publik terhadap pemerintah dan mengarahkan menjadi gerakan separatisme. Bahkan mereka memberi sinyal dukungan kuat pada kelompok separatis untuk kemerdekaan Papua. Hingga berani bertindak biadap pada warga (Bisnis.com, 2/12/2020). 

Banyaknya korban terorisme KKB, terutama korban nakes, sudah cukup menjadi tamparan keras pada pemerintah. Urgen bagi pemerintah untuk bertindak tegas memberantas kelompok separatis tersebut agar tidak ada lagi korban berjatuhan. Termasuk wajib membendung upaya politik devide et impera (pecah belah dan kuasai) yang dilancarkan ke Papua. Serta mewaspadai selundupan paham nasionalisme dan sentimen patriotik yang berhasil ditanamkan kepada warga Papua. Karena sejak dulu kala, kedua paham tersebut acap kali digunakan dalam mengkotak-kotakkan wilayah yang ditarget oleh negara penjajah. 

Sudah sepatutnya pula segala bentuk perjanjian internasional dengan negara penjajah yang merampas SDA tanah Papua dihentikan. Pemerintah harus mampu mengelola secara mandiri dengan melibatkan putra putri bangsa asal Papua. Hingga kelak semua dapat hidup sejahtera dan memajukan wilayahnya. Sungguh ini adalah visi misi yang harus diemban oleh negara saat ini. 

Sayangnya semua itu mustahil terwujud jikalau sistem yang diadopsi negara masih sama dengan yang disebarkan oleh penjajah, yakni sistem kapitalisme yang di dalamnya mencakup paham nasionalisme, patriotisme, sekulerisme dan neoliberalisme. Karena itu, negara ini sejatinya butuh bertumpu pada sistem lain yang sempurna dan paripurna. Jawabannya tidak lain ialah sistem Islam yang berasal dari sang pencipta. 

Islam mewajibkan negara menjamin keselamatan rakyat dan memberantas tuntas setiap Tindakan separatisme. Sistem Islam juga menghasilkan tata kehidupan yg menutup munculnya benih disintegrasi. Ikatan yang dibangun atas warga tidak berlandaskan pada manfaat, namun ikatan aqidah dan ukhuwah. Serta penyelesaian seluruh aspek kehidupan berlandaskan pada aturan Islam. Sudah jelas akan adil dan membawa maslahat begi seluruh alam. Maka inilah yang harus diambil dan diterapkan oleh negara dalam mengatasi masalah disintegrasi Papua. Sehingga kedaulatan negara pun akan terjaga.