-->

Tak Pupus Mural dihapus, Tanda Rezim Gagal Mengurus

Oleh: Yuni Indawati (Ibu Rumah Tangga)

Penghapusan mural dengan gambar mirip Presiden Joko Widodo, dengan tulisan "404 : not found" terpampang di sebuah dinding, di kawasan Batu Jaya, Batu Ceper, Kota Tangerang. Menindaklanjuti kejadian ini, polisi memeriksa dua saksi kasus terkait dan terus melakukan kasus penyelidikan termasuk mencari identitas pembuat mural tersebut. (cnnindonesia.com, 15/08/21) 

Diketahui saat ini mural bergambar mirip wajah Jokowi itu telah dihapus oleh aparat gabungan menggunakan cat berwarna hitam. Namun, hanya wajah mirip Jokowi saja yang hilang dari gambar tersebut. Sementara gambar lain di samping-sampingnya masih tetap dibiarkan.

Di dalam sistem demokrasi yang mengusung slogan "dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat", seharusnya rakyat diberi kebebasan untuk menyatakan pendapatnya, termasuk kritikan bagi penguasa.

Namun kenyataannya, demokrasi hanya memberi ruang kebebasan berpendapat dan mengkritik bila tidak mengganggu kelangsungan kursi penguasa dan tidak mengancam eksistensi ideologi.

Jika berkebalikan, si pengkritiklah yang akan dikriminalisasi. Sebab, ia telah mengganggu kenyamanan kursi rezim dan mengguncang eksistensi ideologi. Walaupun yang di sampaikannya itu adalah sebuah kebenaran. 

Menurut Bambang Eriyudhawan, seorang arsitek dan ahli tata kota, mural adalah sebuah karya seni yang sudah ada sejak dahulu dan bisa digunakan untuk mengkritik pemerintah. Maka dengan menghapus mural yang mirip dengan wajah Jokowi tersebut seakan membuktikan bahwa pemerintah saat ini anti kritik.

Hal ini berbeda dengan perkataan Jokowi saat pidato di sidang tahun, MPR tahun 2019, "Kita jangan anti kritik, karena kritik merupakan hal yang diperlukan demi mencapai tujuan berbangsa yang baik dan bentuk perhatian terhadap pemerintah".

Namun nyatanya berbeda, penguasa demokrasi hanya sekedar "lip service" karena antara fakta tak sama dengan realita.

Berbeda halnya dengan ajaran Islam. Islam sangat mendorong setiap muslim untuk melakukan muhasabah lil hukam atau saling mengingatkan. Hal ini semata-mata untuk tetap menjaga iklim ideal di tengah-tengah masyarakat agar tetap berada di dalam koridor hukum syariat. Sebab dalam pandangan Islam, politik negara adalah meriayah umat atau mengurusi urusan umat berdasarkan syariat Allah swt.

Kekuasaan atau kekhilafahan merupakan metode menerapkan syariat kaffah untuk kemaslahatan umat.

Meskipun hukum yang diterapkan adalah hukum buatan Allah swt. yang Maha Sempurna namun Khalifah sebagai pelaku hanya manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan lupa. Karenanya, Khalifah masih perlu kritikan dari masyarakat.

Kritik bukanlah ancaman, bahkan dibutuhkan sebagai standar optimalisasi sebagai kinerja Khalifah yang akan dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat kelak. Kritik umat kepada penguasa adalah sunnah Rasul. Bahkan ini adalah bentuk tanda cinta dari rakyat kepada pemimpin agar tidak tergelincir kepada keharaman yang dimurkai Allah swt. Menasehati dan mengkritik penguasa itu adalah wajib, semua itu dalam rangka bentuk taat kepada Allah swt.

Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah. "Barang siapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran, hendaklah ia mengubah dengan tangannya; jika tidak mampu, maka dengan lisannya; jika ia masih tidak mampu, maka dengan hatinya dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)