-->

Kontestasi dalam Pandemi Hasilkan Pemimpin Minim Empati

Oleh : Rita Yusnita
(Pengasuh Forum Bunda Sholehah) 

Ajang pemilihan Presiden memang masih lama, namun beberapa baliho para tokoh politik yang diprediksi bakal ikut bersaing mulai terlihat dibeberapa tempat. Hal ini spontan menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Menurut pengamat politik Universitas Negeri Semarang (Unnes) Cahyo Seftyono, metode kampanye dengan memakai baliho sejatinya sah-sah saja jika dilihat sebagai strategi politik.
Sangat elegan lagi, katanya, baliho itu di desain lebih edukatif dan inovatif, sehingga akan lebih mengena di hati masyarakat. Sayangnya, tambahnya, di saat kondisi masyakarat yang tengah dilanda pandemi, baliho yang dipasang terkesan monoton.
"Kalau gitu kan seolah-olah mereka yang penting tampil. Kalau melihat kondisi sekarang harusnya itu bisa didesain lebih inovatif. Sehingga yang ditayangkan itu tidak monoton. Itu lebih krusial untuk menjadi perhatian para politisi dan tim mereka dibalik layar," ungkapnya. Cahyo membeberkan, tujuan utama dalam kampanye politik menjelang Pilpres 2024 adalah popularitas.
Strategi kampanye yang tak tepat, menurut Cahyo, akan berpotensi memunculkan antipati kepada tokoh tersebut, dikutip dari Kompas.com, Sabtu (14/8/2021). 

Hal senada diungkap pakar komunikasi UI Firman Kurniawan Sujono, Menurut Firman di musim kampanye perang baliho antarpolitikus akan menjadi kejenuhan bagi masyarakat. Sehingga menurutnya, pesan yang ada di baliho tidak sampai di masyarakat, tapi malah sebaliknya. "Namun, dalam musim kampanye atau event lain, di mana terjadi kompetisi baliho, justru kejenuhan yang terjadi. Pesan memang memaksa masuk, tapi persepsi yang terbentuk bisa negatif. Masyarakat muak, dan secara sadar memilih bersikap sebaliknya dari tujuan pesan. Masyarakat menolak pesan," ujarnya, dilansir detiknews.com, Kamis (5/8/2021). 

Sangat wajar jika masyarakat menanggapi kelakuan elite politik dengan negatif. Pemasangan baliho ditengah pandemi sangat menyakiti perasaan rakyat. Ironi, ketika sebagian besar masyarakat berjuang antara hidup dan mati di tengah pandemi namun tak sedikitpun mereka peka terhadap kondisinya. Polemik yang terjadi di tengah masyarakat bukan tanpa alasan, karena seperti kita ketahui bahwa pemasangan baliho sebagai alat kampanye pastinya menguras kantong. Harga sewa satu baliho cukup fantastis, misalnya di Kota Bandung. Harga untuk memasang baliho (billboard) ukuran 4×8 meter di sana berkisar Rp15—20 juta per bulannya. Dalam kondisi pandemi begini, kadang ada yang menawar Rp10 juta per bulan, yang selama slotnya masih ada, baliho tersebut masih bisa dipasang. Mengenai biaya sewa, penyewaan baliho selama satu tahun bisa mencapai antara Rp180—200 juta. Itu biaya yang sudah lengkap dengan penerangan selama satu tahun. Izin dan pajaknya juga satu tahun.
Biaya-biaya tersebut masih belum bicara soal lokasi. Lokasi primer tentu harganya lebih tinggi karena di situ lebih banyak peminat. Sementara untuk lokasi yang biasa saja, biaya sewanya tergolong standar. Untuk tempat yang terpencil, tentu biayanya lebih murah lagi, dikutip dari detik.com, Jumat (6/8/2021). Maka tidak heran muncul anggapan bahwa pemasangan baliho ini terkesan mencuri start kampanye politik dan juga ajang pamer kekayaan para elite politik sekaligus pencitraan diri. 

Fakta di atas menunjukkan bahwa kontestasi dalam sistem demokrasi hanya lahirkan pemimpin yang minim empati, begitu sibuk untuk meraih kursi kekuasaan sehingga kewajiban utama yaitu mengurus rakyat sukses terpinggirkan. Dari sini, rakyat harus mulai membuka mata dan pemikiran ketika akan memillih seorang pemimpin, sosok yang bertanggung-jawab serta amanah dalam meriayah. Sayangnya sosok itu tidak bisa diharapkan ada jika sistem Islam belum diterapkan secara kaffah. Dalam Islam, seorang pemimpin bukan hanya berkuasa tapi juga menjadi penanggung jawab urusan masyarakat luas. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang harus terus dipegang oleh kaum muslimin, "Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya."(HR Muslim dan Ahmad). 

Maka ketika amanah sudah diembankan, tidak akan ada lagi keraguan dari umat karena yakin bahwa Allah akan senantiasa dihadirkan pada hati para pemimpin, sehingga mereka akan menjalankan semua kewajibannya secara maksimal. 

Wallahu'alam Bishowab