-->

Menyoal Sensitifitas Parpol dalam Pandemi

Oleh: Irmawati

Hiruk pikuk tahun-tahun penuh duka masih menyelimuti bumi ini melalui pandemi covid 19 yang belum usai. Begitupun di Indonesia, angka kasus perhari masih tinggi,hingga pemerintah masih menetapkan PPKM yang dimulai awal bulan juli 2021,hingga pertengahan bulan agustus masih berlanjut. Ditengah kondisi hari penuh harap ini tentu perlu adanya rasa saling perhatian satu sama lain untuk sama-sama mencegah dan menyudahi pandemi ini tentu atas berkat pertolongan Sang Kuasa. Tapi apa yang terjadi dengan para elit politisi dari partai-partai besar negeri dengan pengaruh besar di negeri ini mengenai sensitifitas mereka terhadap kondisi rakyat di tengah pandemi. Mereka terang-terangan tebar pesona untuk tahun 2024 dimana akan dilakukan prosesi pemilu penguasa yang seringkali penuh drama. Tanpa ragu dipasang baliho-baliho berukuran besar yang seolah tak ingin siapapun yang melewati jalan tersebut tak melihat wajah-wajah mereka yang berisyarat akan tampil sebagai pilihan di tahun 2024.

Media online kompas menerbitkan dalam artikelnya.  Sejumlah politisi yang terlihat masif wajahnya di baliho-baliho di antaranya ialah Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua DPP PDI-P Puan Maharani, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. (Kompas.com 9 agustus 2021).

Sebagai politisi partai politik dengan pendukung yang besar tentu punya tanggungjawab besar dalam mengawal perbaikan ditengah rakyat, pasalnya mereka sebagai wadah yang menaungi rakyat tentu seharusnya menjadi paling tinggi sensitifitasnya untuk menuju keadaan yang stabil dalam negeri. Sebelum dan sesudah menerima amanah seharusnya mereka mengutamakan kebaikan dan perbaikan untuk rakyat. Namun inilah keadaan sebenarnya dari partai politik sekuler dalam sistem Kapitalisme,tidak ada pengorbanan gratis. Semuanya butuh balas jasa karena hidup itu berazaskan materi. Kerusakan pola pikir tentang konsep ini adalah asas sebuah hancurnya kehidupan berbangsa dan bernegara. Padahal materi yang sebenarnya sudah diberi cuma-cuma oleh Sang khaliq tentu bisa digunakan oleh semua makhlukNya,tentu dengan pengaturan yang sesuai petunjukNya.

Namun inilah yang terjadi dalam kehidupan hari ini, dimana hakikat sekulerisme yang mereka agungkan yang berarti tak usah ada campur tangan Sang Khaliq karena mereka ingin berkuasa tanpa aturanNya. Pengurusan rakyat hanya cukup pencitraan saja, mereka perlihatkan dalam kondisi ini dimana dibutuhkannya sensitifitas untuk keluar dari permasalahan rakyat mereka justru tetap melancarkan agenda kesempatan untuk berkuasa.

Kini sudah saatnya semua rakyat buka mata lebar-lebar dan buka telinga tentang kita perlu para pemimpin yang terdepan dalam mengajak manusia taat petunjuk Sang Khaliq dan juga terdepan dalam mengatasi permasalahan rakyat sebagai bentuk dedikasinya. Akan sulit ditemui, namun ini tidaklah mustahil karena Sang Khaliq telah memberi petunjuk untuk itu semua melalui Ajaran Islam. Wallohu'alam bishshowwab.