-->

Hukum Tajam ke Bawah Tumpul ke Atas

Oleh: Emmy Emmalya (Pengamat Kebijakan Publik) 

Banyaknya berita hoax yang beredar di tengah-tengah masyarakat, membuat masyarakat gundah gulana. Tak ada tempat untuk merujuk dan meminta kepastian berita yang beredar. 

Di zaman dimana semua serba diselimuti ketidakpastian, mulai dari hukum, ekonomi, kesehatan, penanganan pandemi hingga hari peringatan keagamaan pun rakyat dibuat galau. 

Masyarakat yang tidak memiliki panduan ini cenderung akan bersikap apatis dan masa bodoh terhadap apapun yang di minta oleh penentu kebijakan, karena mereka sudah kepalang tak percaya dengan berita apapun. 

Walhasil, rakyat hanya butuh bukti nyata atas kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh pemangku kebijakan. 

Bukan hanya slogan-slogan manis ketika pemilu tapi setelah itu rakyat dilupakan dan tak diberikan pelayanan yang mensejahterahkan. 

Ditambah lagi fakta pemberlakuan hukum yang tajam kebawah tapi tumpul ke atas. Coba bandingkan perlakuan  hukum bagi para koruptor yang notabenenya adalah para pejabat kelas ekonomi ke atas dengan mudahnya bebas dari jeratan hukum, berbanding terbalik jika masyarakat kelas menengah kebawah yang terjerat hukum  maka akan di proses hingga  habis.

Hal ini juga tergambar dari penerapan hukum di berbagai peristiwa yang terjadi di negeri ini, sering kali melanggar rasa keadilan yang berakibat pada kesusahan masyarakat, diskriminasi hukum kerap di pertontonkan aparat  hukum.

Seperti kasus anak seorang pejabat tinggi yang melakukan kerumunan di masa pandemi tapi tidak dijerat hukum sama sekali. Fenomena ketidakadilan hukum ini terus terjadi hingga memunculkan  berbagai aksi protes terhadap aparat penegak hukum di berbagai daerah, ini menunjukkan sistem dan praktik hukum kita sedang bermasalah.

Direktur Indonesian Legal Roundtable (ILR), Todung Mulya Lubis, dalam diskusi dan peluncuran buku "Indeks Negara Hukum Indonesia tahun 2013" oleh ILR, di Jakarta, Jumat (19/9) pun mengungkapkan bahwa supremasi hukum di Indonesia belum tercipta, karena Indonesia masih memiliki banyak persoalan serius terkait penegakan hukum, baik dari prinsip pemerintahan yang berdasarkan hukum, peraturan perundang-undangan yang jelas dan partisipatif, dan akses terhadap keadilan serta perlindungan Hak-hak Asasi Manusia (HAM) ( beritasatu, 19/9/14).

Ini penilaian penerapan hukum pada tujuh tahun yang lalu, apalagi saat ini dari hari ke hari semakin menjadi. Penegakan hukum yang tidak memihak rakyat semakin menjerat. 

Padahal Indonesia sebagai negara hukum, memiliki aturan yang harus ditegakkan ketika terjadi penegakkan hukum yang tidak memihak, aturan tersebut tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (1) UUD 1945.

Dalam undang-undang itu disebutkan bahwa, semua orang harus diperlakukan sama di depan hukum. Untuk itu, Indonesia seharusnya menerapkan prinsip-prinsip yang dijalankan oleh negara hukum. 

Inilah negeri yang selalu menyanjung-nyanjung sistem demokrasi yang katanya menghargai HAM, perbedaan pendapat dan nilai-nilai kemanuasiaan. Tapi nyatanya jauh panggang daripada api. 

Karena di negara kampiumnya sendiri teori sistem demokrasi bak ilusi, tak pernah ada gambaran realnya. Maka tak patut jika negeri Indonesia yang mayoritas dihuni oleh kaum muslim, menjadikan demokrasi buatan montesquieu sebagai rujukan tatanan kehidupan. 

Padahal kaum muslim memiliki rujukan yang pasti yaitu Al Qur'an dan al hadits yang berasal dari pencipta alam semesta yaitu Allah Swt. 

Dalam surat Al-Fatihah ayat lima, enam dan tujuh, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :

اِيَّا كَ نَعْبُدُ وَاِ يَّا كَ نَسْتَعِيْنُ 

"Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan."


اِهْدِنَا الصِّرَا طَ الْمُسْتَقِيْمَ 

"Tunjukilah kami jalan yang lurus."


صِرَا طَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّآلِّيْنَ

"(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat."

Sebagaimana diuraikan dalam ayat-ayat  tersebut, bahwa hanya Allah-lah yang sepatutnya dijadikan sebagai rujukan dan tempat untuk meminta pertolongan. 

Kaum muslim selayak hanya menjadikan Al Qur'an dan hadits rasul sebagai panduan dalam mengarungi derasnya kehidupan di dunia, bukan merujuk kepada hukum manusia yang tak memiliki kekuasaan atas alam ini. 

Jika manusia berpaling dan tak mau perduli dengan peringatan Allah Swt, maka kesengsaraan hidup dan kegalauan akan terus dirasakan hingga kapanpun. 

Maka masih tetap bertahankan dengan sistem yang telah jelas-jelas tampak kerusakan dan kebobrokannya?

Mengapa tak mencoba untuk hijrah dari kehidupan yang dipenuhi dengan kegalauan dan kesengsaraan menuju kehidupan Islam yang membawa janji kesejahteraan dan kebahagiaan. Wallahu'alam bishowab