-->

Peradilan Demokrasi Serapuh Peradilan Pinangki

Oleh: Maida

  Miris, melihat fakta peradilan pada kasus mantan jaksa Pinangki, ketika hukuman seolah tunduk dibawah kaki di Pinangki. Bagaimana tidak, seorang jaksa yang telah terbukti melakukan tiga tindak pidana;

1. Menerima suap sebesar 500 ribu dollar Amerika dari terpidana kasus Cessie bank Bali, Djoko Candra.

2. Melakukan pencucian uang senilai Rp 5,253 milliar.

3. Melakukan permufakatan jahat untuk gagalkan eksekusi Djoko Candra. Pinangki Berhasil menerima hukuman hanya 4 tahun penjara dari yang semula 10 tahun penjara dan denda 600 juta rupiah. ( Tempo.co 15 Juni 2021)

Dengan alasan pinangki telah mengaku salah, menyesal, dan ikhlas dicopot dari jabatannya sebagai jaksa. Juga dengan pertimbangan bahwa pinangki adalah seorang ibu dari balita 4 tahun. Padahal jika kita mengulas berbagai kasus sebelumnya banyak kasus terdakwa perempuan yang juga memiliki balita bahkan yang masih usia hitungan bulan, tetapi kasus mereka tak sebesar pinangki, namun hukuman yang mereka terima lebih berat dari pinangki. 

Kasus peradilan pinangki ini hanya menambah deretan panjang ketidakadilan yang berlaku dalam peradilan negri ini. Dan semakin jelas betapa buruk dan lemahnya peradilan dalam sistem demokrasi. Sistem buatan manusia yang menjadikan peradilan bisa dibeli, dipermainkan, ditaklukkan oleh mereka yang berkepentingan dan memiliki banyak uang.

Sampai kapan kita terus bernaung dalam payung hukum buatan manusia yang demikian jahat, busuk, dan tidak pernah memberikan efek jera pada pelaku kejahatan. Padahal Islam dengan syariatnya yang sempurna, telah terbukti berabad-abad mampu menegakkan keadilan bagi seluruh kalangan. Tak luput pula pada masalah suap menyuap atau risywah. Allah SWT menegaskannya dalam firmanNya, "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian lain diantara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa. Padahal kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah:188).

Maka dengan syariat ini sistem pemerintahan Islam atau yang disebut daulah khilafah Islamiyyah menetapkan hukuman ta'zir bagi pelaku risywah. Bisa dalam bentuk denda, hukuman penjara, dera atau pukulan, atau pemecatan dari jabatannya secara adil dan tegas. Dimana penegakan hukum itu didasari atas keimanan dan ketakwaan kepada Allah sebagai Tuhan pencipta dan pengatur alam semesta. Bukan menegakkan hukum atas pesanan orang yang memiliki kepentingan atau orang yang banyak uang seperti yang berlaku dalam hukum sistem demokrasi.

Maka sudah saatnya bagi kita menjadikan sistem pemerintahan Islam atau khilafah Islamiyyah sebagai solusi berbagai permasalahan hidup negri ini agar keadilan bisa ditegakkan dan kesejahteraan rakyat bisa dirasakan seluruh kalangan masyarakatnya.

Wallahu a'lam bishowab.