-->

Negara Parasit, Rakyat Sakit Terus dihimpit


Oleh: Rut Sri Wahyuningsih (Institut Literasi dan Peradaban)

Dilansir Kompas.com, 9 Juli 2021 Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, mengajukan persetujuan anggaran sebesar Rp 72,44 triliun kepada Komisi VI DPR RI untuk menyuntik 12 perusahaan negara. Suntikan uang rakyat untuk perusahaan BUMN ini dilakukan lewat skema penyertaan modal negara (PMN) yang diajukan untuk masuk dalam APBN tahun 2022.

Dikutip dari Kontan, ada  12 BUMN yang terdaftar sebagai calon penerima PMN yang diajukan di APBN 2022, di antaranya ada Perusahaan Listrik Negara ( PT PLN), sebesar Rp 8,23 trilun untuk membiayai program pendanaan infrastruktur ketenagakerjaan, membangun transmisi gardu induk dan distribusi listrik pedesaan untuk tahun pembangunan 2021-2022, 

Bank Rakyat Indonesi (PT BRI) sebesar Rp 7 triliun untuk pengembangan bisnis dan penguatan modal guna meningkatkan modal tier I dan capital adequacy ratio (CAR) dan Perusahaan Kereta Api Indonesia (PT KAI) sebesar Rp 4,1 triliun untuk penugasan dukungan dalam rangka menjalankan proyek strategis nasional (PSN) kereta cepat untuk menutup cost overrun.

Ada juga beberapa perusahan infrastruktur besar di negeri ini seperti PT Waskita dan PT Adi Karya. Semuanya bergerak di sektor publik, yang setiap saat melayani kebutuhan masyarakat Indonesia. Apa yang terjadi sehingga malah terjadi sebaliknya? Hingga minta suntikan dana dari APBN yang notabene adalah hasil dari pajak yang ditarik dari rakyat dan utang yang berasal dari perjanjian dengan asing?

Sekaya apa rakyat hingga harus membiayai biaya operasional negara, pada akhirnya negara berstatus parasit, yang dengan tega terus menghimpit masyarakat yang sakit. Serangan pandemi Covid-19 belum juga mereda, perubahan kebijakan tak juga menunjukkan perubahan yang berarti kecuali negara makin membuat panik masyarakat dengan penyekatan di beberapa titik. Pun dengan ancaman dan kekerasan.

Rakyat yang tak bekerja kantoran , tak punya gaji bulanan, hanya bermodal tenaga supaya mendapatkan nafkah bagi keluarganya bagaimana mungkin dipaksa untuk terus berada di dalam rumah. Yang semestinya jika tak boleh bepergian untuk bekerja, maka seluruh kebutuhan masyarakat 100 persen dijamin negara. 

Hal itu tak akan terjadi, sebab landasan dibuatnya aturan guna mengatur manusia dalam memenuhi kebutuhannya hari ini hanyalah produk manusia, yang tak beda dengan mahkluk. Maka jelaslah, rakyat hanya diambil suarannya saat kampanye, sebaliknya ketika para pemimpin itu telah duduk di kursi masing-masing, suara rakyat malah  dibungkam. Pun tak ada jaminan jika mekanisme buatan manusia ini akan mengantarkan kepada keberhasilan. 

Untuk menetapkan standar baik buruk saja tak bisa, bagaimana bisa menjadikan kebutuhan rakyat yang pokok dan beragam tak distandarisasi dengan standar yang sama? Jelas akan terus menerus mendatangkan pertentangan, perselisihan dan lebih parahnya hingga terjadi pelebaran kesenjangan sosial dan gaya hidup. Inilah yang disebut dengan sistem kapitalisme, yang benar-benar tak hanya bisa mewujudkan keadilan. 

Kenyataannya, BUMN hari ini hanya menjadi ajang bagi-bagi kue para tim sukses pemilihan presiden yang hari ini memerintah. Pergantian komisaris utama beberapa BUMN yang terjadi bukan dari kalangan profesional akhir-akhir ini menunjukkan BUMN tak berfungsi sebagaimana mestinya, kebutuhan rakyat tetap sulit diakses, biaya hidup bertambah tinggi disebabkan banyaknya pungutan. 

Islam sebagai seperangkat akidah dan peraturan jelas telah memuat bagaimana posisi sebenarnya seorang pemimpin dengan  rakyatnya. Berikut dengan pengaturan BUMN, yaitu perusahaan yang bertugas menyediakan seluruh kebutuhan rakyat, gratis. Dana operasional di dapat dari hasil pengelolaan bahan tambangnya, yang merupakan kepemilikan umum. 

Seluruh proses dilandasi maslahat untuk umat yang harus disegerakan. Bukan diambil untung ruginya, karena jika ada kekurangan pendanaan akan diambilkan dari Baitul mal. Halal haram akan sangat diperhatikan, bukan berputar pada mekanisme penyertaan modal. Sehingga keberkahan yang didapat, kesejahteraan bisa terwujud. Wallahu a' lam bish shawab.