-->

Perdana Menteri Berganti, Penderitaan Palestina Berhenti?

Oleh: Dina Wachid

Pada 13 Juni 2021 lalu, Benjamin Netanyahu resmi digantikan oleh Naftalli Bennett sebagai Perdana Menteri Israel yang baru. Netanyahu harus meletakkan jabatan yang dipegangnya selama 12 tahun setelah kalah satu suara dari Bennet dalam pemilihan Knesset (parlemen) Israel. 

Naftalli Bennett merupakan seorang nasionalis sayap kanan Yahudi, jutawan teknologi dan mantan komandan pasukan khusus Israel. Mantan Menteri Pertahanan Netanyahu ini juga dikenal sering melontarkan hasutan dan kebencian terhadap Palestina. Pada 2013, dia menyebut Palestina sebagai teroris yang harusnya dibunuh, bukannya dibebaskan. Ia getol menyerukan pendudukan atas wilayah Palestina. 

Amerika Serikat sebagai teman baik dan pendukung terbesar Israel sudah pasti menyambut hadirnya Bennett. Presiden AS, Joe Biden mengatakan bahwa Amerika tetap teguh dalam menjaga keamanan dan setia dengan Israel.

Sejumlah negara Eropa juga memberikan selamat atas terpilihnya Bennett. Inggris, Jerman, dan Austria adalah diantara negara yang menyambut baik pemimpin baru Israel tersebut. Mereka tetap mendukung Israel dan mengharap untuk bisa terus bekerja sama. 

Agresi Israel Tak Berhenti

Dengan melihat latar belakang Bennett yang membenci Palestina, nampaknya kedamaian akan sulit tercipta di bumi para Nabi tersebut. Meski pemimpin berganti, namun dengan memiliki pemikiran yang tak jauh beda dari yang sebelumnya, Israel tentunya tak akan berhenti mengusik Palestina. Bennet akan melanjutkan apa yang telah dilakukan oleh pendahulunya terkait Palestina.

Kepala boleh berganti, namun isinya tetap sama. Maka, hasilnya pun tak jauh beda dari sebelumnya. Israel akan terus melakukan segala upaya untuk mempertahankan eksistensinya.

Perdana Menteri Palestina, Mohammad Shtayyeh, menyatakan bahwa pemerintahan Israel yang baru tidak nampak akan lebih baik dari sebelumnya. Ia juga mengecam Bennett yang mendukung pendudukan Israel. Hamas melalui jubirnya, Fawzi Barhoum, menyatakan tak peduli siapa pun pemimpin Israel, mereka tetaplah entitas penjajah yang harus dilawan.

Tak butuh waktu lama bagi Israel untuk kembali menyerang Palestina. Pada Rabu pagi, 16 Juni 2021, Angkatan Udara Israel menggempur Gaza setelah mengklaim bahwa gerilyawan Palestina mengirimkan balon udara berisi api ke selatan Israel. Serangan tersebut terjadi kembali pada Kamis malam (17/6) hingga Jum’at dini hari. Israel kembali menggempur Gaza pada Jum’at, 2 Juli 2021. Balon udara berisi api yang ditembakkan dari  Gaza disebut Israel menjadi alasan mereka melakukan serangan balas dendam kepada Palestina. Serbuan balon udara tersebut dikatakan Israel telah menyebabkan empat kebakaran kecil di kawasan Eshkol yang berbatasan dengan Gaza. Ini merupakan serangan yang kesekian kalinya oleh Israel sejak kesepakan gencatan senjata pada 21 Mei 2021 lalu.

Gencatan senjata yang disepakati antara Israel dan otoritas Palestina tidak pernah mempan menciptakan kedamaian di bumi Syam. Berulang kali Israel telah melanggar perjanjian dan menyerang Palestina dengan berbagai dalih. Israel akan terus melakukan agresi dan aneksasi selama tidak ada tindakan tegas untuk menghentikannya

Duri Yang Ditancapkan Dalam Tubuh Umat Islam

Keberadaan zionis Israel tak lain merupakan entitas penjajah yang mencaplok tanah Palestina dengan semena-mena. Dikutip dari Dailysabah, Biro Pusat Statistik Palestina (PCBS) melaporkan bahwa Israel telah menguasai sekitar 27 ribu meter kubik tanah sejak memproklamasikan diri sebagai negara pada 1948. Jumlah tanah tersebut terus meningkat hingga mencapai 85% dari wilayah Palestina. (republika.co.id, 31/03/2021)

Selama pendudukan Israel sudah ratusan desa yang dihancurkan. Ratusan ribu rakyat Palestina terpaksa mengungsi dan meninggalkan tanah mereka. Rakyat Palestina tidak hanya terusir dan rumah-rumahnya dihancurkan, namun mereka juga dibantai secara kejam. Sekian banyak jiwa mengalami luka-luka, cidera hingga cacat. Anak-anak terpisah dari orang tua dan keluarga, bahkan menjadi yatim piatu. Kaum perempuan Palestina tak luput diperkosa dengan begitu kejinya.

Umat Islam sendiri seolah tak mampu berbuat banyak menghadapi Israel. Memberikan bantuan medis, makanan, dan tempat perlindungan tak cukup mengobati luka Palestina dan menghentikan penindasan yang dilakukan Israel. Seruan, kecaman ataupun doa jelas tak membuat Israel jera. Mereka akan terus dan terus menjajah Palestina dengan liciknya.

Padahal bila kita melihat sejarah, Yahudi Israel dulunya merupakan entitas kecil yang tak berwilayah. Mereka tak ada apa-apanya di hadapan umat Islam yang berada dalam naungan daulah khilafah. 

Runtuhnya daulah khilafah pada 1924 membuat negeri-negeri muslim kehilangan pelindungnya dan tercerai-berai tak ada penjagaan, termasuk Palestina. Melalui resolusi yang sewenang-wenang pada tahun  1947, Majelis Umum PBB membagi wilayah Palestina menjadi dua bagian, untuk bangsa Arab Palestina dan bangsa Yahudi. Akhirnya, resmilah negara Israel terbentuk pada tahun 1948 di bawah dukungan negara-negara kafir Barat. 

Gerakan zionisme digagas oleh Theodore Hertzl yang mencita-citakan negara bagi komunitas Yahudi di Palestina. Gerakan ini mendapatkan jalannya dengan imperialisme yang dilancarkan oleh Barat. Zionisme bertemu imperialisme Barat bersatu mengacaukan kehidupan umat Islam hingga kini.

Berdirinya Israel tidak terlepas dari kepentingan negara-negara imperialis seperti Inggris dan Amerika. Dengan menanamkan Israel di dalam tubuh umat Islam, Barat berkepentingan untuk terus menjaga eksistensi Israel. Keberadaan Israel di Timur Tengah adalah untuk menimbulkan konflik dan ketidakstabilan politik di wilayah ini sehingga Barat leluasa menancapkan pengaruhnya.

Ditambah diamnya para pemimpin negeri Islam terhadap masalah Palestina. Mereka membebek pada segala solusi yang ditawarkan Barat karena khawatir kehilangan kekuasaannya. Kendali kafir Barat telah mematikan hati mereka atas penderitaan yang dialami Palestina. Lebih parahnya lagi, mereka malah justru menjalin hubungan dengan penjajah Israel. Ini sebuah pengkhianatan yang kejam kepada saudara sendiri.

Jihad Dan Khilafah Solusi Hakiki

Sultan Abdul Hamid II pernah menolak tawaran menggiurkan Theodore Hertzl, pemimpin zionis Israel, agar memberikan izin bagi imigran Yahudi memasuki Palestina. Ketegasan beliau mampu melindungi Palestina tetap di bawah naungan daulah khilafah. 

Meski kondisi daulah saat itu telah lemah, namun keberadaannya tak bisa membuat bangsa lain bebas merampas negeri kaum muslimin. Betapa pentingnya sebuah institusi yang menjadi pelindung umat Islam seluruhnya. Dalam naungan daulah khilafah, negeri-negeri kaum muslimin bersatu dalam kepemimpinan yang satu. 

Daulah khilafah akan menjaga semua warganya dari kalangan manapun yang mau tunduk di bawahnya. Tak ada diskriminasi dalam khilafah. Setiap nyawa adalah berharga. Jiwa, darah, harta, kehormatan, dan agama akan dijaga dengan baik oleh khilafah yang hanya menerapkan syariah Islam secara totalitas dan menyeluruh.

Di bawah komando seorang khalifah, jihad akan dikumandangkan untuk menumpas kafir penjajah dari wilayah kaum muslim. Dengan kekuatan militer umat Islam, negeri-negeri yang terdzalimi oleh bangsa kafir akan bisa dibebaskan.  

Palestina dan kaum muslim lainnya yang tengah tertindas hanya bisa ditolong secara tuntas bila pelaku kejahatannya ditumpas. Menyelesaikan masalah dari sisi korban tak akan menghentikan kejahatan. Sistem yang memberikan tempat bagi kejahatan haruslah diberantas hingga ke akar-akarnya.

Sistem yang berlaku sekarang tak berpihak pada umat Islam. Sekulerisme kapitalisme yang tengah bercokol amat membenci Islam dan umatnya hingga berambisi untuk menghabisi agar tak menjadi penghalang kepentingannya. Penerapan sistem kufur ini menimbulkan ragam permasalahan dan jauh dari rida Allah.

Ketiadaan daulah membuat sistem rusak mengatur kehidupan umat, hingga menimpakan penderitaan tiada henti. Karena itulah, perjuangan untuk menegakkan kembali daulah khilafah menjadi sangat urgent dilakukan. Dengan daulah, segala sistem kufur buatan manusia akan disingkirkan dan diganti dengan sistem yang tepat, yakni syariah Islam.

Tugas kitalah untuk memperjuangkan tegaknya daulah khilafah kembali. Sistem hakiki dari Illahi. Tetap fokus pada perjuangan ini dan abaikan para pembenci. Hanya rida Allah yang menjadi tujuan sejati  agar berkah kembali melingkupi seluruh sendi kehidupan.

Wallahu a’lam bish-shawwab