-->

Nasib Tak Tentu, Bersyarat Pula

Oleh : Rut Sri Wahyuningsih
(Institut Literasi dan Peradaban) 

PPKM darurat kembali diberlakukan, kali ini dari tanggal 3-20 Juli 2021. Sebab tingkat penyebaran dan korban meninggal dunia karena positif Covid-19 mengalami pelonjakan yang luar biasa. Pada Rabu, 30 Juni 2021 terdata kasus positif Covid-19 bertambah 21.807 menjadi 2.178.272 kasus. Pasien sembuh bertambah 10.807 menjadi 1.880.413 orang. Pasien meninggal bertambah 467 menjadi 58.491 orang.

Rumah sakit overload, hingga mereka yang terpapar banyak yang terpaksa isolasi mandiri di rumah. Namun apa yang terjadi kemudian? Banyak dari mereka karena minimnya edukasi penanganan isolasi mandiri dan peralatan malah banyak yang meninggal dunia saat isolasi mandiri. Tak jarang yang sehat melihat sakratul maut anggota keluarganya tanpa daya, sebab segala ikhtiar sudah dilakukan, apalah daya, tak semua bisa mereka dapatkan. 

Seperti misalnya oksigen, ironinya malah pemerintah menyetujui ekspor oksigen ke India, dengan alasan kepedulian. Bagaimana bisa rakyat sendiri menjadi nomor dua? Berbagai isu menyebar tak terkendali, baik menyangkut vaksin, penanganan rumah sakit, hingga herd imunity. Rakyat tak bisa disalahkan 100 persen sebab, memang penguasa tak memberikan informasi yang jelas dan edukasi yang berimbang. 

Berita terbaru, BPJS Ketenagakerjaan siap lindungi pekerja korban PHK. Kepala BPJS Ketenagakerjaan Kota Bogor Mias Muchtar  mengatakan, JKP adalah salah satu layanan jaminan, yang diberikan kepada para pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja. 

Nantinya para peserta BPJS Ketenagakerjaan yang tergabung dalam program JKP, akan mendapatkan uang tunai selama 6 bulan pasca kehilangan pekerjaan,  sebesar 45 persen dan 25 persen dari gaji yang diterima peserta dengan batasan maksimum gaji Rp5 juta, selama 6 bulan kedepan . 

Selain uang tunai, peserta JKP BPJS Ketenagakerjaan juga akan mendapatkan akses informasi pasar kerja, dalam bentuk layanan informasi pekerjaan. Bahkan peserta juga mendapatkan bimbingan jabatan untuk mempermudah peserta mendapatkan pekerjaan baru.

"Saat ada peserta BPJS Ketenagakerjaan yang dipecat, secara otomatis akan mendapatkan menfaat JKP ini. Tapi tetap ada beberapa syarat dan ketentuan untuk dapat mengklaim program JKP ini," katanya (Ayojakarta, 7/8/2021). 

Hak JKP BPJS Ketenagakerjaan akan hilang, jika peserta tidak melakukan klaim manfaat JKP paling lambat 3 bulan setelah peserta di putus kerja. "Jadi kalau dipecat, langsung segara lakukan klaim JKP BPJS Ketenagakerjaan sebelum 3 bulan. Hak JKP BPJS Ketenagakerjaan juga akan hilang jika peserta sudah menerima pekerjaan baru atau meninggal dunia," ujar Mias Muchtar. 

Untuk Rakyat Mengapa Bersyarat?

Sekilas kebijakan ini baik, apalagi jumlah kematian banyak menimpa kepala keluarga, mereka terpapar di dunia kerja, yang menyebabkan para ibu harus kehilangan sumber penafkahan mereka. Namun, hendaknya kita tak terjebak dengan sekadar melihat luarnya. Dengan banyak syarat yang diajukan bahkan bisa kehilangan hak jika dalam 3 bulan sejak pemecatan tak melaporkan, apakah ini bisa dikatakan pro rakyat?

Tarik ulur untung rugi ini adalah ciri khas kapitalisme yang menjadi ruh penanganan penguasa kepada rakyatnya. BPJS ketenagakerjaan sebagai pihak yang ditunjuk pemerintah tentu tidak sekadar ini kerja sosial, namun harus mendapatkan profit. Mereka faktanya hanyalah pengelola keuangan rakyat, dengan mengambil premi/ potong gaji dari para anggota dan untuk diinvestasikan di bidang-bidang lain seperti infrastruktur, permainan saham dan sebagainya yang diklaim mendatangkan keuntungan lebih besar lagi daripada sekadar dibayarkan untuk klaim pekerja. 

Para kepala keluarga yang dipecat pun tak luput mengalami dilema, syarat yang beribet jelas menyulitkan, sedang di sisi lain mereka sangat membutuhkan pekerjaan, namun jika hanya diberi akses informasi, dan uang tunai yang hanya cukup untuk 6 bulan saja cukupkah? 

Islam Solusi Terbaik

Terlebih, kebutuhan setiap keluarga berbeda , cukupkah uang tunai itu untuk 6 bulan, sementara keuangan pribadi atau keluarganya banyak, biaya hidup tak main-main, terlalu banyak pungutan, hingga kita berpikir dimana gerangan penguasa, mengapa masih berpikir rakyat mampu dengan berbagai program yang siap diterapkan oleh negara. Yang ada malah rakyat yang menghidupi penguasa. 

Dalam Islam, jaminan negara berlaku 100 persen, bukan sekadar jargon ataupun lip servis. Sebab pemimpin dalam Islam berpatokan kepada Alquran dan As sunah, yang sangat meyakinkan mereka jika mereka lalai akan mendapatkan azab dari Allah SWT Sang Pembuat aturan. Rasulullah bersabda,“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).

Jejak sejarah telah menunjukkan kaum Muslim lebih mulia dan sejahtera ketika mereka hidup di bawah naungan syariat Islam. Berdasarkan hal inilah, tentulah tak bisa diragukan lagi jika Islam adalah solusi, sejarah telah menulis bahwa komunis pernah berkuasa dan dunia hancur, begitupun jika kapitalisme memimpin saat ini bahkan sedang menuju pada kehancurannya. 

Banyaknya korupsi, penanganan covid-19 setengah hati, ekonomi merosot hingga inflasi. Sementara penguasanya terus menerus membina hubungan baik dengan pengusaha dan abai terhadap rakyatnya. Perkara lapangan pekerjaan penguasa Muslim akan mengupayakan langsung maupun tidak langsung. Secara langsung misalnya melalui pemberian negara berupa tanah. Sedangkan tidak langsung adalah dengan mengumumkan lowongan pekerjaan di berbagai departemen atau proyek negara. Tanpa syarat ribet. 

Penguasa akan mendahulukan rakyatnya mendapatkan kesempatan mendapatkan pekerjaan, di sektor yang diminati rakyat, sebab keseimbangan perekomian, mudahnya terakses rakyat adalah kunci stabilnya negara. Bukan terus menerus mengimpor tenaga kerja luar negeri dengan alasan mereka lebih terampil daripada tenaga kerja dalam negeri. 

Wallahu a'lam bish showab.