-->

Dispensasi Larangan Mudik, Anomali Negeri Demokrasi

Oleh : Puspita NT ( Pegiat Literasi )

Baru saja kemarin, 6 Mei 2021, larangan mudik diberlakukan.  Banyak masyarakat yang kembali kurang mengindahkan aturan yang diberlakukan di Ramadhan kedua sejak negeri ini dilanda Pandemi.

Penyebabnya bisa ditebak, salah satunya adalah ketidakpercayaan masyarakat terhadap aturan larangan mudik yang nampak tebang pilih dengan banyak dispensasi sana sini. 

Permintaan dispensasi tersebut, salah satunya datang dari Wapres Ma'ruf Amin. Melalui Juru Bicaranya Masduki Baidlowi, dia mengatakan Lebaran merupakan waktu bagi santri untuk pulang ke rumah setelah melakukan proses belajar dari Pondok Pesantren.

"Wakil Presiden minta agar ada dispensasi untuk santri bisa pulang ke rumah masing-masing tidak dikenai aturan-aturan ketat terkait larangan mudik yang berhubungan dengan konteks pandemi saat ini," 

Bahkan Kiai Ma'ruf menyarankan agar organisasi kemasyarakatan ikut mengusulkan dispensasi larangan mudik bagi santri. Dia berharap ormas Islam seperti Pengurus Besar Nahdlatul Ulama bisa menyurati pemerintah.

"Membikin surat kepada khusus, apakah kepada presiden, atau wakil presiden, atau kaditlantas supaya ada dispensasi. Itu penting agar santri yang pulang belajar bisa bertemu dengan orang tuanya dengan lancar," ujar Masduki. 

Tak ayal hal inipun mendapatkan kritik dari seorang pengamat transportasi Djoko Setijowarno,

"Jika pemerintah terlalu banyak memberikan dispensasi, kesannya pemerintah tidak serius untuk mengurangi penyebaran covid 19 di saat mudik. Banyak pihak sudah sepakat, sampai-sampai pengusaha bus yang terdampak besar mau mentaati pemerintah. Justru sekarang tiba-tiba ada permintaan dispensasi dari penguasa," 

Djoko yang juga Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia Pusat (MTI) ini menilai kesan Pemerintah tidak serius untuk menanggulangi Covid-19 semestinya tidak muncul jika pemerintah sendiri tidak menciptakan anomali (keanehan) yang membuat masyarakat geram.

"Nanti akan banyak pihak yang meminta dispensasi.

Bayangkan saja jika nanti Ketua MPR, Ketua DPR serta para ketua partai minta dispensasi. Apa gunanya aturan yang sudah dibuat susah-susah? Cabut saja semua aturan mudik yang sudah dibuat, karena nanti terlalu banyak dispensasi yang diminta," tambah Djoko. (www.cnbcindonesia.com , 25/4/2021).

Inilah anomali negeri Demokrasi. Sebuah aturan dibuat berlandaskan akal manusia yang sangat mungkin terjadi kesalahan. Bukan hanya itu, aturan yang dibuat pun mudah berubah ketika  ada pertentangan di tengah masyarakat atau di kalangan penguasa sendiri. Hal ini terjadi karena akal manusia memang tidak akan mampu menetapkan standar kebenaran. Jika dipaksakan akan terjadi banyak anomali ( keanehan ) yang alih-alih menyelesaikan masalah, yang ada justru menambah masalah baru. Dan dalam hal ini rakyat kembali menjadi korban.

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” ( Ar-Rum : 41 )

Maka, saatnya kepengurusan umat manusia dikembalikan kepada aturan Islam sebagai satu-satunya solusi.. Kenapa ? tidak lain adalah untuk menghilangkan try and error akibat ulah manusia dengan akalnya yang terbatas. 

Adapun solusi Islam atas persoalan Pandemi adalah dengan melakukan isolasi wilayah atau bisa juga disebut lockdown, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

"Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhari)

Tentu saja yang bisa menerapkan aturan ini adalah negara dengan wewenangnya dalam menentukan kebijakan. Menjadi percuma jika hanya segelintir orang saja yang melakukan isolasi tersebut, sedangkan negara justru membuka lebar ruang publik yang menjadi penyebab terus bertambahnya angka penyebaran wabah.

Selain itu dibutuhkan juga ketegasan yang menutup pintu pelanggaran terhadap kebijakan yang telah dibuat, baik pelanggaran oleh masyarakat biasa atau elit penguasa. Tidak ada pengecualian untuk penerapan sanksi atas aturan yang telah dibuat oleh negara.

Namun hal ini hanya bisa dilakukan oleh negara yang menggunakan Islam sebagai landasan dalam membuat aturan. Jika akal manusia bisa salah, maka syariat Islam mutlak kebenarannya karena diturunkan oleh Dzat Yang Maha Benar. Jika akal manusia memunculkan anomali anomali yang memecah belah masyarakat, maka syariat Islam lurus, tidak berubah karena perubahan zaman apalagi sekedar tuntutan orang-orang yang punya kuasa. Syariat Islam tegas dan tidak ada keraguan di dalamnya.

"Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa" ( Al-Baqarah : 2 )