-->

Bapak dan Pohon Bakau



Oleh : Tutut Daroyani

Bapakku seorang petani tambak tradisional. Beliau lelaki bertubuh kecil, tetapi berjiwa kuat. Semua urusan tambak dilakukan sendiri. Mulai dari mencari benih di pantai, sampai menabur benih di tambak beliau lakukan sendiri. 

Bapak biasa berangkat pagi ke tambak, untuk membuka plawangan atau pintu saluran air yang menghubungkan air laut dengan tambak-tambak, sehingga air laut masuk ke pantai yang ditumbuhi pohon-pohon bakau dan kemudian masuk ke tambak-tambak petani melalui plawangan.

Hutan mangrove yang ditumbuhi pohon-pohon bakau yang rimbun menjadi tempat yang paling nyaman untuk berkembang biak biota laut, seperti udang dan kepiting.

Ketika air pasang atau baru dialiri air laut, kadang Bapak mengajak adikku yang paling kecil naik perahu keliling tambak atau menyusuri sela-sela pohon bakau.

Adikku sering ikut bapak ke tambak, makanya ia paling menikmati kehidupan tambak bersama Bapak. Jika air laut sedang surut otomatis di antara pohon bakau juga surut. Bapak akan mengajak Adik mencari akar nakas pohon bakau yang mencuat ke atas tanah untuk di raut dan dijadikan tutup-tutup botol di rumah.

Kadang beliau juga mengumpulkan biji-biji pohon bakau yang berserakan untuk dibenamkan ke dalam lumpur yang masih jarang pohon bakaunya. Kata Bapak jika pohon bakau semakin rimbun akan semakin melindungi pantai dari abrasi.

Adik paling senang jika Bapak menangkap kepiting batu dan udang yang artinya lauk nikmat sudah ada dalam bayangan.

Dalam mengolah tambaknya, Bapak kadang di bantu oleh Pakde dan juga Kakak lelakiku yang besar.

Jika akan panen Bapak juga sering mengajak Adik naik perahu untuk menghalau ikan-ikan ke arah jaring agar terkumpul semua, supaya mudah ditangkap. Pakde dan Kakak bagian yang menarik jaringnya.

Sering kali jika panen ikan bandeng, ikan yang lain juga ikut tertangkap. Seperti ikan pandanan, carang gigi, kakap, tompek dan lainnya. Biasanya yang di jual ke tengkulak hanya ikan bandengnya. Sementara yang lain dibawa pulang untuk lauk.

 Namun, sayang itu semua tinggal kenangan. Tambak tradisional tidak boleh beroperasi lagi. Bapak harus menjual seluruh tambaknya ke konglomerat yang akan menjadikan semua tambak yang ada menjadi tambak modern. Bukan hanya milik Bapak, tetapi juga semua tambak milik petani di sekitar tambak Bapak. 

Pohon bakau yang dulu masih kecil-kecil, kini tumbuh besar dan menjadi  salah satu tempat wisata di daerah kami.

Jika kami merindukan Bapak, tempat yang kami kunjungi adalah hutan mangrove yang kini menjadi tempat wisata. Ada bangga di hati bahwa dari sekian pohon bakau yang ada di situ Bapak ikut menanamnya. Meskipun hanya kami anak-anaknya yang tahu tapi kami tetap bangga dengan Bapak. Kepedulian Bapak pada lingkungan, terjaga hingga saat ini.

Kami semua mencintaimu Bapak. Semoga Allah menempatkan Bapak di surgaNya.