-->

Mewujudkan Penguasa Yang Adil

Oleh : Masitoh (Aktivis Muslimah Bangka Belitung)

Semestinya menjadi standar dasar bagi seorang pemimpin untuk selalu mengeluarkan kebijakan yang berkorelasi positif terhadap kemakmuran rakyatnya. Sebab, memang dalam rangka mencapai itulah seorang pemimpin itu dipiih oleh rakyat. Namun, hal demikian itu tidaklah kita temukan realitanya saat ini.

Berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah saat ini nampak nyata menyengsarakan rakyat. Baru- baru ini pemerintah berencana mengimpor beras satu juta ton di tengah prakiraan lonjakan produksi padi petani. Rencana ini telah disepakati dalam rapat koordinasi terbatas, bahkan Kementerian Perdagangan sudah mengantongi jadwal impor beras tersebut. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyebutkan bahwa impor beras ini terbagi menjadi 500.000 ton untuk Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan 500.000 ton sesuai kebutuhan Bulog.

Menurutnya, stok beras perlu dijaga karena pemerintah melakukan pengadaan beras besar-besaran untuk pasokan beras bansos selama masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Selain itu, adanya banjir yang menerjang beberapa daerah mengancam ketersediaan pasokan beras. (kompas.com, 6/3/2021).

Impor pangan ini tentu saja memukul para petani. Ini akibat dari liberalisasi bidang pertanian. Dengan liberalisasi pertanian, produk impor pun semakin menguasai pertanian Indonesia dan menguntungkan para importir atas dasar mekanisme pasar. Pemerintah hadir sebagai regulator dan fasilitator kepentingan korporasi.

Sebagaimana masa kolonial dulu, penjajah asing saat ini juga menggunakan intelektual, militer, birokrat, dll sebagai agen pintu masuk penjajahannya. Hal itu bisa diidentifikasi dari kebijakan mereka yang lebih pro capital daripada pro rakyat. Membentuk para agen bisa berupa pendidikan, kerjasama militer, kerjasama riset, kerjasama ekonomi, beasiswa, dan pertukaran duta budaya. Karena berbagai penolakan rakyat terhadap kebijakan pemerintah dapat dipandang juga sebagai kesadaran menyelamatkan negeri ini dari penjajahan asing. Penjajahan tersebut akan semakin menjerumuskan masyarakat di negeri ini ke dalam jurang kehancuran. Jadi sejatinya ‘save our nation’ itu adalah menjaga negeri ini dari penjajahan, bukan malah menyerahkannya untuk dikuasai oleh penjajah dan antek-anteknya.

Kebijakan-kebijakan yang menguntungkan penjajah dan antek-anteknya tersebut merupakan bentuk kezaliman nyata terhadap umat. Negara menjadi instrument kepentingan bisnis dan mengabdi kepada pemilik modal yang sebagian besar merupakan perusahaan asing. Penguasa menhadi pelayan bagi kepentingan asing sembari mereguk manfaat bagi dirinya dan kelompoknya. Ditambah lagi negara-negara besar menjerat negara-negara berkembang dengan utang luar. Utang luar negeri Indonesia sudah mencapai lebih dari 5.000 trilyun. Setiap utang luar negeri mesti ada prasyarat negara yang harus dipenuhi. Pada suatu titik dimana utang luar negeri ini telah menjerat negara tersebut, negara imperialis dengan mudah mendikte penguasa untuk memenuhi kepentingan negara besar. Karena pikirannya sudah sama, biasanya penguasa tidak merasa didikte, melainkan mengabdi kepada asing itu sebagai pilihan mereka sendiri dengan berbagai dalih.

Belum lama kita dengar, dengan dalih agar investasi luar negeri masuk, pemerintah membuat UU Omnibus Law/UU Cipta Kerja. Berbagai penolakan dilakukan rakyat. UU ini ditengarai banyak merugikan rakyat dan lebih menguntungkan pengusaha. Buntut dari UU ini ditetapkannya Miras sebagai peluang investasi dari skala besar hingga skala kecil. Belakangan lampiran Perpres ini dicabut karena adanya penolakan dari masyarakat khususnya kalangan Islam. Ketika kepentingan negara asing diutamakan, pihak penguasa pun merasa terjamin tidak akan ada gangguan dari luar, termasuk kedudukannya aman. Pun pengawasan DPR tidaklah efektif. Betapa tidak, penguasa berhasil naik ke tampuk kekuasaan karena didukung partai atau koalisi partai-partai dominan di Parlemen. Koalisi pendukung penguasa alih-alih mengoreksi penguasa, justru mendukungnya.  Karena itu wajib bagi kaum muslim peduli terhadap persoalan tersebut dan menata langkah untuk mengakhirinya. Rasulullah SAW bersabda : Siapa saja yang tidak memperhatikan urusan kaum muslim secara umum, ia bukanlah bagian dari mereka. (HR. al Hakim, ath Thabrani dan al Haitsami)

Menghilangkan kezaliman penguasa merupakan salah satu wujud aktivitas politik yang sangat penting. Politik dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah, artinya mengurusi urusan, melarang, memerintah. Karena itu, politik artinya adalah mengurusi urusan umat. Berkecimpung dalam dunia politik berarti memperhatikan kondisi kaum muslim dengan cara menghilangkan kezaliman penguasa dan melenyapkan kejahatan kaum kufar atas mereka. Politik Islam berarti mengurusi urusan masyarakat melalui kekuasaan, melarang dan memerintah, dengan landasan hukum/syariah Islam.  

Metode mengakhiri kezaliman penguasa harus disandarkan pada metodologi dakwah Rasulullah SAW sebagai sesuatu yang bersifat syar’i. Sirah Rasul SAW menunjukkan bahwa perubahan masyarakat menuju terbentuknya masyarakat islami sekaligus mengganti kezaliman menjadi keadilan mengikuti beberapa tahap yang saling berhubungan. Islam sebagai petunjuk bagi manusia mampu menghasilkan pemimpin yang adil dan amanah. Islam juga memperingatkan penguasa agar tidak menjelma menjadi sosok yang zalim. Islam menjelaskan tugas dan kewajiban penguasa dan hak-hak mereka terhadap rakyat, begitu juga hak dan kewajiban rakyat terhadap penguasa.

Islam mengibaratkan penguasa sebagai penggembala/pelayan dan rakyat sebagai pihak yang digembalakan. Seorang penggembala akan senantiasa memperhatikan dan memelihara gembalaannya, mencarikan makanan dan minuman yang baik, memperhatikan kesehatan, menjaga dan melindunginya dari bahaya yang mengancam. Sebagai pelayan, penguasa bertugas melayani kepentingan rakyatnya, memenuhi kemaslahatannya, memberikan bantuan dan meringankan kehidupan rakyatnya. Jadi tugas penguasa (pemimpin) adalah memelihara kepentingan dan kemaslahatan rakyatnya dan mensejahterakan mereka. Demikianlah keindahan Islam menjelaskan hubungan yang ‘harmonis’ antara penguasa dan rakyat.

Berbagai kezaliman politik dan ekonomi yang dialami masyarakat saat ini sesungguhnya merupakan dampak dari penerapan ideologi dan sistem kapitalisme-sekuler yang menjadi asas bagi liberalisasi politik dan ekonomi, juga akibat ditinggalkannya  ideologi dan sistem  aturan yang diberikan Allah SWT. Karena itu, sudah saatnya menjauhkan ideologi dan sistem kapitalisme itu dari kancah kehidupan. Yang harus dilakukan kaum muslim adalah membangun tegaknya sistem Islam, yakni sistem yang dijamin adil karena datang dari Zat Yang Maha Adil. Tegaknya sistem Islam merupakan satu-satunya jalan untuk menghapus segala bentuk kezaliman yang ada di muka bumi. Sudah saatnya dunia dipimpin oleh penguasa yang adil, amanah, taat pada syariah dan memperhatikan kepentingan mereka. itu semua hanya akan ada dalam bingkai negara Khilafah Islamiyah.

Wallahu’alam bish showab