-->

KEMANA AKAL WARAS PERPRES MIRAS?

Oleh : Rengganis Santika 

Di tengah kontroversi Perpres Miras, publik tak habis pikir dengan ditandatanganinya peraturan ini. Kemana logika akal sehat para penyelenggara negara? Bagaimana menakar "kewarasan" fungsi pemimpin negara dalam melindungi rakyatnya? Memberi peluang investasi miras sama dengan membuka pintu bencana. Bencana ekonomi, sosial, bahkan pertahanan dan keamanan negara. Lebih jauh lagi masa depan bangsa juga dipertaruhkan.

Bukti Miras Pangkal Kehancuran Rakyat dan Negara

Dikutip dari republika.co.id, menurut Drajad Wibowo pakar ekonomi dan peneliti senior INDEF, logikanya tentu perusahaan miras ingin mendapatkan keuntungan yang lebih besar sehingga mereka akan berusaha agar semakin banyak lagi orang yang mengkonsumsi miras. Karena suplai akan menciptakan permintaan, dan dipastikan konsumsi miras ini berbanding lurus dengan sejumlah dampak buruk. 

Dradjad mengungkap sebuah studi dari Montarat Thavorncharoensap yang menunjukkan bahwa dalam 20 riset di 12 negara, beban ekonomi yang harus ditanggung dari minuman beralkohol ini adalah sekitar 0,45 persen hingga 5,44 persen dari PDB. Jika angka ini disimulasikan di Indonesia dengan hanya menerapkan angka yang dipakai di AS yaitu 1,66 persen (beban ekonomi dan sosial akibat minuman keras) maka hasilnya sudah tinggi.

Dijelaskannya, PDB Indonesia pada 2020 adalah Rp15.434,2 triliun. Jika dikalikan 1,66 persen hasilnya adalah Rp256 triliun. Apabila diasumsikan tidak setinggi 5,44 persen, tapi hanya 1,66 persen saja, sama dengan AS, maka hasilnya Indonesia harus menanggung biaya ekonomi karena minuman keras ini mencapai Rp256 triliun. Lalu Dradjad mempertanyakan, apakah mungkin investasi miras akan menghasilkan Rp256 triliun? "Saya tidak yakin itu," ungkapnya (https://www.republika.co.id/berita/qp9po8318/investasi-miras-justru-bebani-ekonomi-rp-256-triliun-part1). Itu baru kerugian materil belum yang nonmateril.

Dari sisi logika akal "waras", biaya ekonomi yang diakibatkan miras akan jauh lebih besar dari manfaatnya: biaya kesehatan, kecelakaan, kriminalitas (pembunuhan, pemerkosaan, perampokan dan aksi anarkis lainnya), kemudian produktivitas kerja yang menurun, hingga ketahanan keluarga (banyak keluarga menjadi tak harmonis hingga hancur akibat anggota keluarga pemabuk). Maka dalam Islam pun jelas mudharatnya jauh lebih besar dari manfaatnya. Disebutkan dalam hadits bahwa miras sebagain induk kemaksiatan (ummul khobaits atau ummul fahisyah), maka lebih baik perizinan investasi miras dibatalkan. 

Perpres Miras Gagal dalam Aspek Legal Standing

Di sisi lain, apabila negeri ini konsisten menjunjung tinggi Pancasila, yaitu "Ketuhanan yang Maha Esa", jelas perpres ini telah melabrak nilai tersebut, bahkan lima agama lain pun melarangnya (Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cho). Satu-satunya agama yang menghalalkan alkohol hanya "agama uang", begitu menurut Muhammad Lili Nur Aulia (Sekretaris Institut Indonesia) dalam tulisannya di Republika tertanggal 1 maret 2021.

Indonesia sebagai negara mayoritas muslim jelas meyakini  bahwa Al-Qur'an dan Sunnah menyatakan miras adalah haram. Dalam surat Ali-Imran ayat 90, miras disebut "rijsun", kotor, najis, dan perbuatan syetan. Hadits riwayat Muslim menyebutkan 10 golongan yang terkait miras (pemeras, yang minta diperas, yang meminum, yang mengantarkan, yang membeli, yang minta dibelikan, yang menuangkan, yang menjual, menikmati harganya) dilaknat Allah dan berdosa. Bahkan dalam keterangan dari riwayat Thabrani, peminum tidak akan diterima ibadahnya 40 hari 40 malam, dan dianggap mati jahiliyah bila mati saat ditubuhnya masih mengandung miras. Jadi tidak ada alasan industri miras demi pajak dan lapangan kerja. Selain itu, miras mengundang azab Allah yang akan diturunkan kepada seluruh masyarakat. Ini juga penyebab ditolaknya doa oleh Allah SWT. Begitu dari aspek religius.

Kemudian dari aspek hukum, fakta pencabutan lampiran pepres oleh Presiden Jokowi, menurut guru besar hukum UNDIP, Prof. Suteki, masyarakat jangan berpuas diri dahulu. Pencabutan ini belum tuntas. Harus ada perpres perubahannya yang betul-betul menghapus aturan investasi miras ini. Terlepas dari hal ini, sebetulnya langkah ini tidak akan menjadikan Indonesia bebas dari miras karena masih ada Perpres 74/2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol yang mewadahi industri miras yang sudah ada izin sebelumnya. Pencabutan lampiran hanya untuk investasi (industri) baru yang tidak ada, sementara Industri miras yang sudah ada tetap berjalan. Perdagangan eceran dan kaki limanya juga tetap berjalan menurut peraturan yang sudah ada. Langkah pencabutan lampiran perpres ini hanya sekedar meredam protes masyarakat yang sudah sedemikian masif, negara tidak tulus mendengar aspirasi rakyat. 

Miras Dalam Pandangan Islam

Pengertian khamr adalah "Al khamr hiya kullu syarabin muskirin", khamr adalah setiap minuman yang memabukkan." (Abdurrahman al-Maliki, Nizhamul ‘Uqubat, hal.49). Sifat memabukkan pada khamr ini menurut ilmu pengetahuan modern adalag karena zat bernama etil alkohol/etanol (C2H5OH) atau disebut secara populer dengan sebutan alkohol. Maka khamr dapat juga didefinisikan sebagai "setiap minuman yang mengandung alkohol baik kadarnya sedikit maupun banyak." (Abu Malik Al-Dhumairi, Fathul Ghafur fi Isti’mal Al-Kuhul Ma’a al-‘Uthur, hal. 13) (K.H. Shiddiq Al Jawi). 

Pembentukan khamr harus melalui proses fermentasi sampai derajat menggelegak, berbuih (berbau tajam). Tape, misalnya, difermentasi menjadi alkohol tetapi belum sampai derajat menggelegak dan berbuih, baru 2 atau 3 hari matang. Maka syarat khamr di atas belum tercapai. Dia tidak disebut khamr. Namun kadar alkohol rendah belum tentu bukan khamr, karena bisa jadi sudah sampai derajat menggelegak dan berbuih, tetapi kemudian ditambah zat cair. Sebaliknya, tape, bisa jadi kadar alkoholnya sampai 15%, tetapi sesungguhnya syarat ke-3 tidak terpenuhi, maka tape tersebut tidak termasuk khamr, jadi boleh dimakan, sebab belum sampai derajat menggelegak dan berbuih. Buah-buahan bila kita ukur ada yang kadar alkoholnya tinggi, tetapi tidak terkategori khamr karena tidak melalui proses fermentasi. Alkohol secara kimia adalah bahan berbahaya yang bisa merusak syaraf dan organ tubuh juga berpengaruh terhadap kesuburan (hallodokter.co.id). Maka secara zatnya sendiri miras mengandung bahaya dan melemahkan manusia. Fungsinya adalah pembunuh atau racun bagi organisme berbahaya seperti kuman, bakteri, virus (desinfektan).

Dalam sebuah hadits yg disampaikan oleh Umar bin Khattab r.a., "Setiap (makanan dan minuman) yang bisa menutupi (menghilangkan) akal pikiran disebut khamar/arak." (H.R. Bukhari dan Muslim). 

Dalam hadits lain dari Umar bin Khattab r.a. dengan redaksi yg berbeda, "Sesungguhnya pengharamannya khamr telah turun dan dia terdapat dalam lima sesuatu: anggur, kurma, gandum, (gandum) sya’ir, dan madu, dan khamr adalah setiap yang menutup akal" (H.R. Bukhari Muslim dari khuthbahnya Umar bin Khathhab Radhiyallahu ‘Anhu). Jadi jika di dalamnya mengandung alkohol atau narkoba, hukumnya haram dikonsumsi sebab menghilangkan akal.

Hanya Islam Pembawa Solusi Hidup

Akar masalah miras bukan Perpres No. 10 tahun 2021 dan bukan juga UU Ciptaker tetapi adalah sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan saat ini dan dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan ekonomi. Karena itu yang harus ditolak bukan hanya perpres dan UU Ciptaker, namun sistem ekonomi kapitalis yang dijadikan dasar dalam pengambilan kebijakan dan keputusan dalam masalah ekonomi. Selama sistem ekonomi kapitalis yang dijadikan dasar pengambilan keputusan, masalah miras tidak akan pernah selesai. Jika ngin menyelesaikan masalah miras, sistem ekonomi Islam atau syariat Islam harus diterapkan dalam mengatur masalah miras, demikian menurut pengamat Ekonomi Islam Dr. Arim Nasim.

Dasar Kapitalisme yaitu Sekulerisme yang telah melepas manusia dari ikatan aturan Sang Khaliq Allah SWT. Manusia berjalan atas logika nafsu syahwat sesaat yang tak waras. Bahkan lebih tak waras dari hewan. Renungkanlah mengapa bumi ini tak henti dilanda bencana. Sebab bila zina dan khamr sudah merajalela, halal turunnya azab dari pemilik semesta. Untuk mencegah turunnya azab, kita hidupkan terus amar ma'ruf nahi munkar (dakwah Islam). Terus beropini melawan kebijakan fasad sistem tak waras ini. Mengajak umat untuk kembali kepada ketakwaan dan menyadarkan mereka bahwa umat manusia butuh negara (Khilafah) yang menerapkan syariat Islam kaffah sehingga individu dan masyarakat akan terjaga dari perbuatan maksiat yang diharamkan Allah SWT. 

Wallahu 'alam.