-->

Ketika Fasilitas dan Pelayanan Kesehatan Tanpa Mengenal Kelas


Oleh: Binti Masruroh

Setelah lima tahun berturut-turut BPJS mengalami defisit anggaran , pada tahun 2020 ini BPJS berhasil mengatasi defisit bahkan bisa melampaui surplus 18,7 trilyun berdasarkan laporan yang belum diaudit.


Menurut Dirut BPJS Kesehatan Fahmi Idris surplusnya dana BPJS kesehatan tidak lain karena beberapa faktor. Antara lain penyesuaian iuran JKN-KIS dan juga menerapkan programnya dengan tiga pillar yaitu strategic purchasing, revenue collection, dan risk pooling. Dan ketiga pillar ini memiliki pesan tersirat yaitu  jika ingin mendapatkan layanan kesehatan, maka rakyat harus membayar.


Anggota Komisi IX DPR RI  dari Partai Keadailan Sosial ( PKS)Kurniasih Mufidayati menyatakan kondisi surplus pada tahun anggaran 2020 Rp 18,7 triliun yang dialami BPJS Kesehatan, seharusnya bisa membuat ada peninjauan kembali kenaikan tarif. Kenaikan tarif BPJS Kesehatan itu sebelumnya didasari Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Sosok yang karib disapa Mufida itu mengatakan bahwa berdasar Perpres 64/2020 , tarif peserta kelas 1 naik menjadi Rp 150 ribu, kelas 2 menjadi Rp 100 ribu, dan kelas 3 Rp 35 ribu dengan adanya subsidi Rp 7000. Mufida menyatakan dengan adanya surplus ini, sudah selayaknya iuran BPJS khususnya kelas 3 dikembalikan seperti semula yaitu Rp 25.500.jppn.com(17/02/21)


Akan kan surplus BPJS ini akan berdampak kepada peningkatan pelayanan kesehatan, Jika dicermati, fakta  program BPJS kesehatan sampai saat ini belum mampu menjamin kesehatan seluruh rakyat, pasien sering tidak bisa mendapatkan layanan kesehatan karena tidak dijamin BPJS. Orang yang sakit harus memenuhi syarat-syarat yang diminta BPJS.


Sudah tidak rahasia lagi, Sering juga kita jumpai adanya perlakuan yang tidak sama antara pasien umum dan pasien BPJS. Orang miskin sering tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik.Orang miskin sering berhutang kesana kemari agar bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Hanya orang-orang kaya yang mampu membeli pelayanan kesehatan lengkap dengan obat berkwalitas dan peralatan canggih.


Kondisi ini berbeda ketika syariat Islam dulu pernah diterapkan secara kaffah pada masa keemasan Peradan Islam Daulah Khilafah Islamiyah. Pelayanan kesehatan tidak mengenal diskriminasi.


Dalam Peradapan Islam seorang khalifah atau pemimpin ibarat seorang penggembala, ia bertanggung jawab terhadap gembalaannya. Sebagaimana hadist yang diriwayathan oleh Bukhari  Muslim bahwa Rosulullah SAW bersabda “ Imam yang diangkat untuk memimpin manusia itu adalah laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya)“ 


Semua orang  yang sakit memerlukan orang yang mendampinginya, melayaninya, merawatnya, memderikan kasih sayang, menyemangatinya,dan meringankan penderitaannya lahir dan batin.


Dalam peradapan Islam, siapapun yang sakit akan diobati  oleh para dokter dengan perawatan yang baik dan pengobatan yang berkwalitas, tanpa memandang latar belakang ekonomi, agama, ras, kedudukannya.


Para dokter akan mendampingi pasien tanpa pamdang bulu. Islam tidak memanndang siapa yang sakit, apakah orang kaya atau miskin, pejabat atau rakyat jelata,  muslim atau non muslim, dari suku apapun , apakah suku arab atau non arab. Tidak ada kelas 1, kelas 2, kelas 3, VIP, VVIP, sebagaimana pelayanan kesehatan saat ini. Semua pasien akan mendapatkan pengobatan dan pelayanan yang baik.


Dokter juga akan memberikan pelayanan dan sikap yang sama, bukan lembut pada sikaya dan kasar kepada si fakir dan miskin.


Pengobatan dan pelayanan kesehatan diberikan secara gratis , berapapun biaya yang diperlukan.  Bahkan setelah pasien sembuh,dan diperbolehkan pulang, pasien akan diberi bantuan untuk memenuhi kebutuan pokoknya sampai pasien benar-benar sehat dan mampu bekerja kembali. 


Pelayanan yang terbaik itu tidak hanya dilakukan dipusat-pusat kota, tetapi diseluruh wilayah daulah khilafah.


Bahkan dipenjarapun juga terdapat  pelayanan dan pengobatan yang baik bagi yang sakit, meski di dalam penjara mereka tetap mendapatkan kasih sayang dari negara karena bagaimanapun mereka adaah anggota masyarakat. Mengenai sangsi tetap diberikan sesuai pelanggaran yang mereka lakukan.


 Hal ini tampak pada saat Mentri Ali bin Isa bi Al Jarrah menulis surat kepada Sinan bi  Tsabit, ketua dokter di Baghdat ia mengatakan “ Aku berfikir tentang orang –orang yang ditahanan ,jumlah mereka banyak, dan tempat mereka tidak layak, mereka bisa diserang penyakit, kamu harus menyediakan dokter dokter yang akan memeriksa mereka setiap hari, dan mengobati mereka yang sakit.” 


Kondisi seperti ini hanya ada pada peradaban Islam yang menerapkan Syariat Islam secara kaffah. Islam benar- benar menjadi rahmat bagin seluruh alam. Tidak ada peradaban manapun didunia yang bisa mewujudkannya. Tidakkan kita merindukannya ?


Wallahu a’lam bi showaf.