-->

Islam Solusi Kala Anak Tak Berbakti

Oleh: Erwina (Komunitas Pena Cendekia)

Koswara (85 tahun) digugat anaknya sendiri sebesar 3 miliar rupiah. Pasalnya Koswara akan mengambil kembali tanah yang telah disewa anaknya sejak tahun 2012 itu. Di tanah tersebut, sang anak telah mendirikan toko kelontong. Koswara memintanya untuk menutup toko tersebut dan mengambil tanah itu kembali karena tanah itu merupakan warisan dari orangtuanya yang akan dijual dan dibagikan kepada ahli warisnya yaitu Koswara dan saudara-saudaranya. (www.kompas.tv, 23/1/2021)

Sungguh miris, kisah anak dan orangtua yang saling gugat menggugat. Kehidupan keluarga tidak lagi harmonis. Rasa kasih sayang dan kepedulian seolah lenyap tak bersisa. Yang ada hanyalah hitung menghitung materi demi keuntungan diri sendiri.

Kondisi demikian wajar terjadi dalam keluarga yang terjerat kapitalisme. Betapa tidak, kuatnya cengkeraman kapitalisme sekularisme dalam benak umat menjadikan harta adalah segalanya. Berbakti pada orangtua yang menjadi kewajibannya, rela diabaikan demi mengejar harta dunia. Wajar jika ayah kandung sendiripun digugat miliaran rupiah.

Demikianlah standar kebahagiaan dalam kapitalisme sekularisme, yaitu mendapatkan materi sebanyak-banyaknya. Karenanya segala cara ditempuh untuk mendapatkannya. Tidak ada lagi pertimbangan halal atau haram.

Selain itu dalam sistem kapitalisme yang lahir dari asas sekularisme, memisahkan agama dari kehidupan, menyatakan bahwa gugat menggugat adalah hak setiap warganegara. Baik oleh anak pada orangtuanya, atau sebaliknya. Hubungan keluarga yang dibangun tak lebih hanyalah berputar pada kepentingan materi. Sehingga jika ada yang mempertanyakan mengapa ada anak menggugat orangtuanya, justru hal yang aneh dalam pandangan sistem kapitalisme. Karena bukankah gugat menggugat adalah hak setiap warganegara?

Hal ini sungguh bertolak belakang dengan pandangan Islam. Dimana hubungan dalam keluarga merupakan hubungan kasih sayang dan kepedulian yang dibangun dari aqidah Islam. Saling menjaga setiap anggota keluarga agar tidak tergelincir pada kemaksiatan. Sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT dalam QS At tahrim:6 yang artinya "Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."

Dalam Islam, materi bukanlah tujuan. Tapi tujuan hidup tertinggi seorang muslim adalah teraihnya ridlo Allah SWT. Dengan demikian setiap muslim dalam menjalankan kehidupannya selalu berpegangan pada standar halal haram. Menjalankan yang diperintahkan Allah SWT dan menjauhi segala yang dilarang Allah SWT. 

Maka bersikap pada orangtua sebagaimana ajaran Islam berupa birrul walidain harus dilakukan, sembari menjauhkan diri dari aktivitas durhaka kepada orangtua. Hal ini sebagaimana Allah SWT perintahkan dalam QS An nisa: 36 yang artinya “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua." 

Juga dalam hadits disebutkan bahwa birrul walidain sebagai jalan masuk ke surga “Kedua orang tua itu adalah pintu surga yang paling tengah. Jika kalian mau memasukinya maka jagalah orang tua kalian. Jika kalian enggan memasukinya, silakan sia-siakan orang tua kalian” (HR. Tirmidzi, ia berkata: “hadits ini shahih”, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no.914).

Pengadilan berharap kasus di atas menjadikan mediasi sebagai solusi. Ternyata sang anak telah siap untuk sujud dan minta maaf pada sang ayah, meski tidak menyesal telah menggugat ayahnya. Tak dimungkiri kasus serupa dapat terjadi di sistem kapitalisme ini. Karena harta, mampu menjadikan hati gelap dan mata buta. Karenanya untuk mencegah timbulnya kasus yang sama di kemudian hari, mencampakkan sistem kapitalisme lah jalan yang harus ditempuh. Selanjutnya ganti sistem dengan sistem Islam yang menjauhkan keluarga dari hubungan dari sudut pandang materi. Wallahua'lam bisshowab.