-->

Sistem Kesehatan Islam Solusi Atasi Pandemi

Oleh : Ummu Aqil (Guru dan Pemerhati Kebijakan Publik)

Penamabda.com - Jumlah tenaga kesehatan (Nakes) yang menghadap ilahi akibat pandemi terus bertambah. Bahkan kematian Nakes di Indonesia tertinggi di Asia. Dilansir dari Kompas.com, Sabtu 2 Januari 2021, Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi mengatakan, kematian tenaga medis dan kesehatan di Indonesia tercatat paling tinggi di Asia.

Selain itu, Indonesia juga masuk ke dalam lima besar kematian tenaga medis dan kesehatan di seluruh dunia. Terhitung sejak Maret hingga akhir Desember 2020 terdapat total 504 nakes yang wafat akiba terinfeksi covid 19. 

Jumlah ini meliputi 237 dokter dan 15 dokter gigi, 171 perawat, 64 bidan, 7 apoteker, dan 10 tenaga laboratorium medis. Jawa Timur menjadi provinsi dengan jumlah kematian tenaga kesehatan dan medis tertinggi, disusul DKI Jakarta dan Jawa Tengah.

Tingginya kematian nakes ini disinyalir merupakan dampak dari banyaknya kegiatan masyarakat yang membentuk kerumunan massa. Di bulan Desember kemaren, setelah dilangsungkan pilkada yang sangat berpeluang terbentuk klaster baru juga disambut dengan libur semester dan libur nataru. Akibatnya terjadi pertemuan pertemuan keluarga dan teman yang cukup tinggi.

Namun, tentu saja kebijakan tetap melaksanakan pilkada di tengah pademi menjadi penyumbang terbesar terbentuknya klaster baru.  Bagaimana tidak, dalam pelaksanaan pilkada banyak aktivitas yang menimbulkan keramaian, seperti rapat rapat koordinasi tim sukses dan panitia pelaksana pemilu, kampanye, distribusi logistik, pendataan peserta pemilu, pemungutan suara,  perhitungan, rekapitulasi dan sebagainya.

Sepekan setelah pemilihan kepala daerah berlangsung, terjadi penambahan kasus virus corona yang membentuk klaster di beberapa wilayah di Indonesia.

Di Banten, satuan tugas penanganan Covid-19 menyebut klaster pilkada terjadi di empat wilayah yang melaksanakan pesta demokrasi, yaitu Kabupaten Serang, Tangerang Selatan, Cilegon, dan Pandeglang.

Kemudian di Purbalingga, Jawa Tengah, pasangan calon, tim sukses, hingga petugas pemilu terpapar virus corona.(kompas.com, Sabtu 19 Desember 2020)

Sebelumnya, IDI sudah memperingatkan pemerintah akan bahaya pelaksanaan pilkada ini. September lalu, Ketua Umum Asosiasi Rumah Sakit Swasta (ARSSI) Susi Setiawaty mengatakan ada potensi pasien melebihi kapasitas rumah sakit atau overload jika muncul klaster Pilkada (cnnindonesia, 9/9/2020)

Meski banyak pihak  yang memperingatkan akan potensi peningkatan kasus Covid-19 pascapilkada, nyatanya perhelatan ini tetap digelar di seluruh Indonesia. Akibatnya, beban tenaga kesehatan yang sudah berat, makin berat lagi. Tenaga kesehatan pun berguguran sebagai pejuang di garda terdepan.

Jika tenaga kesehatan terus berguguran, sementara jumlah pasien terus membludak, maka tenaga kesehatan yang tersisa harus bekerja jauh lebih keras. Petugas medis akan kelelahan merawat pasien yang terus bertambah. Keadaan ini membuat daya tahan tubuh melemah sehingga lebih rentan terhadap Covid-19 dan berisiko menimbulkan gejala yang parah sehingga menyebabkan kematian.

Kebijakan Negara di masa wabah semestinya berorientasi tertinggi menyelamatkan nyawa dan menghentikan kesengsaraan orang yang sakit maupun

semua pihak yang terdampak daripada perhelatan pilkada yang didominasi hasrat pribadi untuk berkuasa. Hanya karena keinginan berkuasa,rakyat sendiri dikorbankan.

Pemerintah mestinya mampu menekan angka kematian nakes. Kematian nakes berbanding lurus dengan peningkatan kasus. Terjadinya peningkatan kasuslah yg menjadi penyebab tingginya kematian nakes. 

Jika penguasa tegas mencegah terjadinya kerumunan, rakyat pasti akan mengikuti. Sayangnya ketegasan ini tidak terwujud, penguasa terkesan plin plan dalam menegakkan disiplin protokol kesehatan.

Ada individu yang diberi sanksi karena dianggap mengundang kerumunan, tapi penguasa sendiri banyak membuat kerumunan selama pilkada. Akibat longgarnya penguasa, rakyat juga ikut longgar, protokol kesehatan banyak diabaikan. Akibatnya, tenaga kesehatan yang kena getahnya, pasien Covid-19 membludak.

Dalam Islam, kematian sia sia tentu tidak akan pernah terjadi.  Islam memiliki mekanisme yang baik dalam mengatasi pandemi. Diantaranya bahwa islam memandang bahwa kesehatan merupakan kebutuhan dasar masyarakat. Negara menjamin masyarakat memperoleh layanan kesehatan yang berkualitas secara gratis. 

Negara membangun rumah sakit di hampir semua kota di Daulah Khilafah. Ini adalah rumah-rumah sakit dalam pengertian modern. Rumah sakit ini dibuat untuk mempercepat penyembuhan pasien di bawah pengawasan staf yang terlatih serta untuk mencegah penularan kepada masyarakat.

Pada zaman Pertengahan, hampir semua kota besar Khilafah memiliki rumah sakit. Di Cairo, rumah sakit Qalaqun dapat menampung hingga 8000 pasien. Rumah sakit ini juga sudah digunakan untuk pendidikan universitas serta untuk riset. Dan, tidak hanya menangani pasien yang mengalami sakit fisik saja, namun diperuntukkan juga bagi pasien sakit jiwa. Di Eropa, rumah sakit semacam ini baru didirikan oleh veteran Perang Salib yang menyaksikan kehebatan sistem kesehatan di Timur Tengah. Sebelumnya, pasien penderita sakit  jiwa hanya diisolir dan paling jauh dicoba diterapi dengan ruqyah.

Semua rumah sakit di dunia Islam dilengkapi dengan tes-tes kompetensi bagi setiap dokter dan perawatnya, aturan kemurnian obat, kebersihan dan kesegaran udara, sampai pemisahan pasien penyakit-penyakit tertentu. 

Rumah-rumah sakit ini bahkan menjadi favorit para pelancong asing yang ingin mencicipi sedikit kemewahan tanpa biaya, karena seluruh rumah sakit di Daulah Khilafah bebas biaya. Namun, pada hari keempat, bila terbukti mereka tidak sakit, para pelancong asing ini akan diminta untuk meninggalkan rumah sakit, karena kewajiban menjamu musafir hanya sampai tiga hari saja.

Banyak individu yang ingin berkontribusi dalam amal ini.  Negara memfasilitasi dengan membentuk lembaga wakaf (charitable trust) yang menjadikan makin banyak madrasah dan fasilitas kesehatan bebas biaya. Model seperti ini pada saat itu adalah yang pertama di dunia. Sungguh menakjubkan.

Jika membaca sejarah di atas, tentunya kita merindukan suasana kesehatan seperti itu. Sebuah sistem kesehatan yang bisa menjadikan pasien terlayani dengan baik. Begitu pula dengan tenaga medisnya yang tak luput mendapatkan penghargaan tiada tara dari Daulah Khilafah. Sehingg akan didapati suasana yang nyaman, baik bagi pasien maupun paramedisnya. Hal inilah yang bisa meminimalisir jatuhnya korban di pihak pasien ataupun paramedis.

Wallahu'alam