-->

Keluarga Kekinian Dalam Kapitalisme

Oleh : Dewi Rahayu Cahyaningrum (Komunitas Rindu Jannah Jember)

Di masa kini hidup kian semakin sulit, sandang, pangan, papan, hajat hidup yang lainnya terasa semakin mahal, karena itu semua buah akibat dari kapitalisasi hajat hidup masyarakat di sistem kapitalisme. Jika di depan belakang, samping kiri dan kanan banyak kriminalitas, asusila dan sejumlah pelanggaran sosial yaitu bebas melakukan dan menjadi apapun, pasti semua mau, maka itu adalah buah dari liberalisasi budaya. Dan jika di layar TV, di media sosial bertabur fitnah terhadap Islam, kriminalisasi ulama, sandiwara politik, dan sejenisnya, maka itu buah dari politik oportunis.

Wajib disadari bahwa dalam sistem sekuler interaksi dalam keluarga bernilai materi, hubungan ibu dan anak diukur berdasarkan dengan untung dan rugi serta azas manfaat, sehingga nilai liberal gagal menghadirkan penghormatan terhadap ibu, gagal menghasilkan ketenangan dan malah menghasilkan generasi durhaka.

Fakta diatas dialami oleh seorang anak yang melaporkan ibu kandungnya ke polisi di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Kini sang ibu yang berinisial S (36) mendekam dalam sel tahanan Polsek Demak Kota.

”Ditahan sejak kemaren dipolsek (Demak) kota. Karena berkasnya sudah lengkap atau P21,” ujar kuasa hukum terlapor S (36), Haryanto saat dihubungi detik com, sabtu (9/1/2021).

Haryanto menambahkan, S dilaporkan oleh anak pertamanya yang berinisial A (19), hanya karena cekcok masalah baju. S yang telah lama berpisah dengan suaminya memiliki tiga orang anak. Setelah perceraian A ikut dengan ayahnya tinggal di Jakarta. Sedangkan adiknya yang masih remaja dan balita tinggal bersama ibunya di Demak.

Saat itu A mendatangi rumah ibunya, kemudian A mencari bajunya sambil ngomel- ngomel dan sempat mendorong ibunya hingga jatuh. Menurutnya, saat sang ibu akan kembali berdiri reflek menyentuh anaknya, hingga kuku sang ibu mengenai pelipis sang anak, tapi ibunya tidak merasakan kalo kena kukunya. Dari hasil visum ada luka kira-kira 2cm di pelipis si anak. Berbekal hasil visum tersebut, lanjut Haryanto, S dilaporkan sang anak kepada polisi keesokan harinya. Dengan dugaan penganiayaan dan kekerasan dalam rumah tangga. S dijerat dengan pasal 44 ayat 1 Undang – Undang nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT subsider pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.

Dan menurut bapak si A, si A marah karena ibunya selingkuh secara terang-terangan sebelum bercerai dengan bapak si A. Sehingga si A mencari keadilan dan masih tidak terima dengan kejadian tersebut.

Terjadi juga pada M (40), warga asal Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) datang ke Mapolres Lombok Tengah hendak melaporkan ibu kandungnya K (60) ke polisi. Kepada polisi, M hendak melaporkan ibu kandungnya karena masalah motor.

Perseteruan itu berawal dari harta warisan peninggalan ayah M yang dijual  seharga Rp 200 juta. Setelah terjual, sang ibu mendapatkan bagian Rp 15 juta, uang itu kemudian dipakai membeli motor.

Motor tersebut kemudian ditaruh di rumah keluarga, M yang tidak tahu tidak terima dan dianggap menggelapkan. “Si anak (pelapor) menjual tanah bapaknya Rp 200 juta, ibunya dikasih Rp 15 juta, kemudian belilah motor ibunya. Kemudian motor itu dia pakai sama saudaranya, si anak keberatan, “ kata Kasat Reskim Polres Lombok Tengah AKP Priyo Suhartono (Tribunnews.Senin,29/06/2020). Saat dikonfirmasi, Kasat Reskrim Polres Lombok Tengah AKP Priyo Suharsono tidak mau menerima laporan kasus tersebut dan menyarankan untuk dirundingkan keluarga.

Realitas ini tidak terpisahkan dari pandangan sekular yang banyak dianut masyarakat. Pandangan ini memisahkan agama dan kehidupan yang mana kehidupan harus diatur berdasarkan rasio, ilmu dan sains.  

Prinsip sekular memandang bahwa nilai baik dan buruk ditentukan oleh akal manusia bukan berdasarkan wahyu Allah SWT. Keberadaan Tuhan hanya hadir dalam proses penciptaan semata. Mereka bersepakat membuat aturan berdasarkan akal dan hawa nafsunya. 

Jadilah demokrasi sebagai sistem politik pemerintahan, kapitalisme dasar dari ekonominya dan liberalisme yang mengatur perilakunya. Tidak penting membahas akherat dan hari pembalasan karena keyakinan yang mereka ikrarkan hanya sebatas formalitas.

SEKULARISME MELAHIRKAN KARAKTER PEMBANGKANG

Anak yang terpapar paham sekular menampakkan sikap bebas dan sulit diatur, bahkan terkesan liar dan membangkang. Apalagi tunduk patuh pada aturan Allah SWT mungkin akan lebih sulit dilaksanakan. Keyakinan bahwa manusia mempunyai hak menentukan aturan hidupnya menyebabkan anak seenaknya membuat aturan sesuai dengan selera dan keinginannya. Jika diperparah dengan prinsip kapitalisme maka anak akan menetapkan baik buruk sesuai dengan nilai materi yang akan diperoleh.

Sekulerisme menghilangkan peran agama dalam kehidupan. Semua agama dianggap sama dalam interaksi masyarakat. Setiap orang berhak menetapkan kebenaran sesuai versinya. Jika ada orangtua yang menyampaikan kebenaran kepada anaknya sesuai aturan Islam, mereka dianggap radikal dan intoleran.

MELINDUNGI ANAK DARI PAPARAN SEKULARISME 

Orangtua harus bekerja ekstra untuk membersihkan pengaruh sekularisme dari kehidupan anak-anak dan generasi muslim. Hal-hal yang perlu diperhatikan :

1. Orangtua harus mengokohkan keimanan anak-anak. Mereka tidak boleh dibiarkan ber-islam tanpa memiliki keimanan. Keislaman dan keimanan mereka harus diperoleh lewat jalan yang benar yaitu berbasis kesadaran dan pemahaman, bukan keyakinan yang diturunkan orangtuanya atau kepercayaan karena ikut-ikutan. Anak harus dibimbing untuk memiliki jawaban yang shahih terkait darimana asal manusia yaitu hakikat penciptaan manusia yang akan menghantarkan pada keimanan akan keberadaan Al Khaliq, yakin bahwa Allahlah yang telah menciptakan kita dan semata untuk beribadah serta tunduk pada Syariat-Nya (QS adz-Dzariat : 56)

Pemahaman yang benar tentang hakikat kehidupan akan mengarahkan mereka untuk senantiasa menyesuaikan keyakinanyang ada di hati, perkataan yang diucapkan, serta perbuatan yang dilakukan agar selaras dengan tuntunan Syariat Islam (QS al-Baqarah: 208).

Pemahaman tentang hakikat kehidupan setelah dunia sirna, yakni keimanan terhadap akherat dan adanya Hari Penghisapan atas setiap amal manusia yang akan berujung pada menjadi ahli surga atau penghuni neraka (QS al-Qari’ah : 1-11). Keyakinan yang benar pada akherat akan menjaga anak tetap berada di jalan Syariah.

2. Membangun keimanan pada anak harus diperbanyak fakta yang terindera oleh anak terkait topik keimanan yang akan dijelaskan. Setiap peristiwa yang terjadi harus dimanfaatkan sebagai moment penanaman keimanan pada anak. 

Terkait fakta penciptaan, anak bisa diajak memperhatikan perkembangan tumbuhan dan hewan piaraan yang ada di halaman, atau menegok bayi yang baru lahir. Semuanya terjadi penuh keteraturan bukan terjadi begitu saja. Allahlah yang menciptakan dan Dia juga yang mengatur keberlangsungan kehidupannya (QS Ali-Imran : 190-191). Segala sesuatu butuh aturan supaya berfungsi sesuai dengan tujuan penciptaannya, demikian juga manusia yang merupakan makhluk ciptaan Allah. Manusia harus terikat dengan aturan Allah SWT supaya bisa menyelesaikan masalah-masalah yang dia hadapi dalam kehidupan dan semuanya akan menghantarkan dirinya untuk memperoleh ibadah. Jika dilanggar maka kerusakanlah yang akan terjadi (QS Ar Rum : 41).

Ditanamkan fakta bahwa manusia bersifat lemah dan terbatas. Manusia kadang sakit, lupa salah atau tertimpa celaka. Jika manusia yang terbatas membuat aturan akan bersifat relatif yaitu bisa beribah sesuai dengan waktu, tempat dan orangnya.

Terkait fakta kematian, kematian adalah akhir dari kehidupan di dunia dan awal dari kehidupan di akherat. Kedatangannya adalah perkara yang pasti dialami oleh setiap makhluk yang bernyawa. Anak harus paham bahwa siapapun akan mati, kembali pada Ilahi Rabbi (QS Ali Imran : 185 dan al Jumu’ah : 8). Kesadaran akan hakikat kematian akan melahirkan sikap kehati-hatian dalam beramal.

3. Orangtua harus mengajarkan aturan Islam dengan benar dan dengan bahasa yang mudah dimengerti anak. Demikian juga penerapannnya dilakukan dengan makruf, bukan dengan kekerasan dan emosional. Penjelasan yang tidak benar akan menghantarkan pada pemahaman yang salah. Penerapan aturan yang tidak baik akan melahirkan perasaan tidak nyaman pada anak sehingga akan muncul kebencian dan keinginan untuk menjauhi aturan Islam. 

Wallahu’alam Bishshawab.