-->

Islam solusi komprehensif bagi ketahanan keluarga

Oleh: Liana Octaviani, S.S.

Keluarga semestinya mendatangkan ketentraman bagi sesiapa yang ada didalamnya namun tidak bagi keluarga A (19) seorang gadis di Demak, Jateng yang kini tengah ramai diperbincangkan dan menuai pro kontra.

A (19) melaporkan ibunya S (36) ke polisi pada 22 Oktober 2020 dengan dugaan penganiayaan dan kekerasan dalam rumah tangga tepat sehari setelah A (19) dan S (36) terlibat cekcok lantaran sang Ibu telah membuang bajunya karena si gadis telah tinggal bersama ayahnya. Diketahui bahwa Ayah dan Ibunya telah berpisah. Meski telah dimediasi namun A tetap kukuh tidak akan mencabut tuntutannya. Hingga belakangan terkuak bahwa S telah melakukan perselingkuhan ketika masih bersama suaminya. (news.detik.com, 9/1/2021)

Hal serupa juga pernah terjadi di wilayah timur Indonesia, NTB. Seorang anak M (40) melaporkan Ibunya (60) dan hendak memenjarakan sang Ibu. Pasalnya, M (40) keberatan karena uang warisan yang didapat Sang Ibu dibelikan motor dan motor tersebut digunakan oleh saudaranya tanpa sepengetahuan M (40). Namun Kasat Reskim menolak laporan tersebut. (tribunnews.com, 29/6/2020)

Tentu banyak kasus semisal yang terjadi di masyarakat namun tak menyeruak ke permukaan. Permasalahan keluarga laiknya gunung es yang menyimpan beragam konflik tak kasat mata.

Lalu apa yang melatarbelakangi semua ini? Adakah solusi agar tercipta keluarga yang harmoni?

Liberalisasi pemicu generasi minim akhlak

Fenomena semacam ini dapat terjadi sebab telah menumpuknya pemahaman sekulerisme di benak masyarakat yang mengesampingkan nilai-nilai agama dalam kehidupan. Nilai liberal yang diusungkan menjadikan manusia berperilaku bebas tanpa batas. Orangtua pun berbuat sesuka hati hingga anak kehilangan sosok teladan. Anak tak lagi taat dan hormat kepada orangtuanya sendiri hingga sulit tercipta keluarga yang harmoni. Hal ini menjadi bukti bahwa pembiaran atas perilaku liberal telah melahirkan generasi minim akhlak tak bermoral. 

Maka ketika kapitalisme-sekulerisme merajai, relasi sesama manusia hanya berorientasi pada materi. Hubungan kekeluargaan pun dinilai sebatas untung rugi.

Islam, solusi sejak dulu hingga akhir nanti

Kerusakan akhlak pada anak tidak bisa dilihat hanya dari satu sisi sudut pandang sebab ini adalah permasalahan yang kompleks maka penyelesaiannya pun diperlukan solusi yang komprehensif. Ialah Islam solusi bagi sekelumit masalah ini sebab Islam mengatur semua aspek kehidupan mulai dari bangun tidur hingga bangun Negara sebagaimana firman Allah 

Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya. (QS. An Nisa ayat 59)

Maka tidak ada solusi lain selain kembali pada aturan Islam, diin yang sempurna, bukan hanya mengatur terkait spiritual dan kehidupan akhirat semata tapi pada semua lini kehidupan, baik pendidikan, ekonomi, sosial dan politik.

Aturan Islam hanya akan tegak ketika didukung oleh tiga pilar pembentuknya yaitu ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan penerapan syariat oleh Negara. 

Individu yang bertakwa tentu akan menjadikan Islam tidak hanya sebagai inspirasi tetapi juga solusi atas permasalahan yang dihadapi. Sebab ia paham bahwa setiap perbuatannya kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Maka ia akan melaksanankan peran, kewajiban dan tanggung jawabnya dengan baik berdasarkan hukum syara’. 

Dan kontrol masyarakat  akan menjadi penyokong bagi individu yang bertakwa sebab ketika ada yang menyimpang dari aturan Islam maka masyarakat akan segera mengingatkan dan menegur karena mereka paham akan kewajibannya dalam beramar makruf nahi munkar sebagaimana firman Allah 

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)

Masalah yang terjadi di masyarakat pun tidak akan berlarut dan meluas sebab penanganan itu segera dilakukan. 

Dan yang ketiga, penerapan syariat oleh Negara akan menjadi satu kekuatan utuh sebab Negara akan memfasilitasi kebutuhan umat di berbagai lini yang mendukung para individu takwa hingga terbentuklah masyarakat dengan kepribadian Islam yang mumpuni.

Dalam sektor pendidikan misalnya, Negara akan menyediakan sekolah gratis dengan kualitas dan tenaga pengajar unggulan hingga melahirkan individu yang tidak hanya unggul dalam hal akademik tapi juga akhlak sebab dibina dengan pemahaman akidah yang benar, tidak berpaham liberal dan tidak menjadikan gelar pendidikannya hanya demi mengejar materi sebagaimana yang terjadi pada sistem kapitalisme-sekuler saat ini.

Dalam bidang ekonomi, Negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan sesuai kebutuhan masyarakat dan jauh dari praktek ribawi. Negara pun harus memastikan kebutuhan dasar masyarakat dapat dijangkau dengan mudah.

Dalam bidang politik, Negara wajib membuat kebijakan yang memberikan kemaslahatan bagi umat bukan kepentingan korporasi.

Dalam bidang sosial-budaya, Negara akan sangat selektif dalam menyaring budaya yang masuk. Media berfungsi untuk menguatkan akidah dan sebagai sarana mencerdaskan umat maka Negara akan mencegah masuknya informasi yang bertentangan dengan akidah hingga terjagalah kemurnian akidah Islam di tengah-tengah masyarakat.

Dengan begini, tentu setiap individu akan fokus dalam menjalankan perannya masing-masing. Seorang Ayah akan fokus dalam mencari nafkah untuk keluarganya tanpa harus terbebani biaya hidup dan pendidikan yang mahal. Ibu pun bisa fokus mendidik anaknya dan mengurus rumah tangga sebagaimana perannya sebagai ummu wa rabbatul bait dan Ibu tak perlu lagi keluar rumah untuk membantu suaminya dalam mencari nafkah karena kebutuhan hidup yang tak murah. Dan anak yang mendapatkan pola asuh juga pendidikan Islam tentu paham akan kewajiban “birrul walidain”, yaitu berbakti kepada orangtua seburuk apapun orangtua itu bahkan ahlu dzimmi sekalipun sebagaimana perintah Allah dalam Al Quran

 “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, janganlah kamu mengikuti keduanya. Namun, pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15)

Anak pun tau bahwa durhaka kepada orangtua adalah dosa besar sebagaimana sabda Rasul hingga tak akan bermunculan anak durhaka.

Dari Abdullâh bin ‘Amr, ia berkata: Seorang Arab Badui datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Wahai Rasûlullâh, apakah dosa-dosa besar itu?” Beliau menjawab, “Isyrak (menyekutukan sesuatu) dengan Allâh.” Ia bertanya lagi, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Kemudian durhaka kepada dua orang tua.” (HR al Bukhari, no. 6255)

Lalu, masihkah ragu bahwa Islam adalah solusi untuk mendapatkan kebahagiaan yang hakiki?