-->

Jadikan Akhirat Di Hatimu

Oleh: Ummu Afif (aktivis muslimah di Malang Raya)

"Jadikan akhirat di hatimu, dunia di tanganmu dan kematian di pelupuk matamu" (Imam Syafi'i)

Nasihat ini mengingatkan kita untuk membuat prioritas yang tepat. Masing-masing urusan hendaklah dilakukan sesuai dengan kepentingannya.  Mana diantara semua urusan yang akan membawa dampak sementara, dan mana yang akibatnya berlangsung selamanya. Pada setiap perbuatan yang dilakukan, haruslah dipikir dengan baik dengan sungguh-sungguh memperhatikan segala konsekuensinya.

Kehidupan dunia ibaratnya hanya sekejap mata. Ia akan punah bila tiba masanya. Seperti halnya manusia tidak ada yang hidup abadi. Ia akan mati dan dikubur dalam tanah. Kembali pada Sang Pencipta. 

Setelah kematian, memang urusan manusia di dunia telah selesai, tidak bisa lagi mencampuri mereka yang masih hidup. Namun, tidak lantas berhenti tanpa ada kelanjutannya. Ada kehidupan baru setelah kematian, yakni akhirat. Dan inilah kehidupan yang kekal selamanya.

Maka dari itu, bijaklah dalam mengambil sikap selama di dunia. Berhati-hati dalam berbuat merupakan pilihan yang cerdas. Karena setiap perbuatan di dunia akan menentukan kehidupan di akhirat kelak.

Tidak perlu terpukau dengan kehidupan dunia. Kilaunya memang begitu menggoda untuk dimiliki. Tidak menafikan bahwa manusia membutuhkan apa yang dunia sediakan. Selayaknya manusia hidup membutuhkan materi. Kebutuhan akan sandang, pangan dan papan adalah dasar bagi setiap manusia untuk keberlangsungan hidupnya. Harus dicukupi. Tidak berlebihan.

Adakalanya ingin memiliki banyak harta, tahta, dan cinta sebagai wujud manusiawinya. Itu wajar. Terlebih di saat dunia menawarkan begitu banyak pesonanya. Seolah menarik-narik untuk mengambil semuanya. 

Ambillah dunia hanya secukupnya saja.  Sekadar untuk menegakkan punggung agar bisa terus beribadah kepadaNya. Jangan sampai kita terlalu fokus pada dunia hingga melupakan kehidupan yang kekal di sana nanti.  Hilangkan anggapan bahwa dunia segala-galanya, betapapun ia amat menggiurkan. Semua yang ada di dunia hanyalah sementara, akan binasa jua.

Ketika dunia menghampiri, jangan menolaknya. Pun jika dunia pergi jangan terlalu merana. Sebagaimana kita mengenggam sesuatu di tangan. Setiap saat bisa terlepas. Tak perlu bersedih bila apa yang sekarang ada dalam dekapan kita, hilang atau beralih kepada yang lainnya. Karena sejatinya bukanlah kita yang berkuasa memiliki untuk seterusnya.

Dunia adalah tempat manusia menanam amal dan akhirat menjadi tempat memanen atas semua yang telah dilakukan. Menjadikan dunia sebagai tempat untuk mencari bekal sebanyak mungkin merupakan sesuatu yang harus selalu dalam ingatan. Berbagai kenikmatan yang didapat di dunia hendaknya menjadi sarana untuk beribadah kepada Allah. Mensyukuri nikmat dunia dengan memacu diri kita untuk semakin taat pada Sang Khaliq. 

Firman Allah dalam Q.S Al-Qashash  77:

“Dan carilah negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu. Tetapi janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia…”

Seindah apapun dunia tetaplah bahwa manusia bagaikan seorang musafir yang berteduh di bawah pohon. Beristirahat sejenak, kemudian pergi meninggalkanya. Dan selanjutnya kembali ke kampung akhirat. 

Senyaman apapun dunia, ingatlah bahwa itu tak berlangsung selamanya. Dunia adalah jembatan menuju akhirat. Sebagus apapun jembatan, adakah yang mau menempatinya? Jembatan tempat berlalu-lalangnya orang. Di situlah hilir mudik beragam manusia dengan segala problemanya. Tak ada privasi. Sungguh tak nyaman, bila memiliki rumah semacam itu. Karena itu, amat tak layak menjadikan dunia sebagai tempat tinggal yang kekal. Dan yang tepat adalah kita jadikan dunia sebagai sarana dalam menempuh Akhirat.

Seindah apapun dunia, manusia akan jadi orang asing di dalamnya. Tak berhak mengakui sebagai pemiliknya. Semua yang di sana, bukanlah kepunyaan manusia. Karena apa yang ada di dunia, termasuk manusia itu sendiri, adalah berasal dari Allah dan hanya kepadaNya pula manusia kembali. 

Seindah apapun dunia tetaplah lebih jelek daripada bangkai anak kambing yang cacat. Dan ia tak lebih berharga dari sehelai sayap nyamuk. Karena itulah, jangan terlalu cinta dan kagum pada dunia, sehingga melupakan Akhirat yang abadi.

Firman Allah dalam Q.S Al-An'am 32 yang Artinya 

“Dan kehidupan dunia ini, hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri Akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang- orang yang bertakwa. Tidaklah kamu mengerti?”

Kesenangan duniawi itu hanya sebentar dan tidak kekal. Janganlah terperdaya dengan berbagai kesenangan dunia, serta lalai dari memperhatikan urusan akhirat berupa ketaatan dan hal-hal yang membantunya. Bagi mereka yang bertakwa, maka surga jauh lebih baik dibanding dunia fana. Karena di surga terdapat apa yang mereka inginkan dan kenikmatan apapun serta penuh dengan kegembiraan. Dan itu semua kekal adanya.

Kematian adalah pasti. Dalam setiap detik, menit, jam, hari semua dalam perjalanan menuju kematian. Yang mana, tak seorang pun yang tahu kapan ajal datang. Karena itulah persiapkan diri kita sebaik mungkin menuju sesuatu yang kekal selamanya kelak. Berletih-letihlah untuk urusan akhirat kita, agar tidak menyesal di kemudian hari.

Maka mengapa para Rosul, sahabat, ulama menghabiskan waktunya untuk mencari ilmu dan mengajarkanya? Mengapa para Mujahid begitu gembira dengan seruan jihad, bahkan menyambut kematian?

Jawabanya adalah karena menjadikan akhirat dalam hatinya. Akhirat-lah yang menjadi fokus. Di sana adalah tempat tinggal yang sebenarnya.

Maka saatnya manusia sadar dan berbenah. Mengupayakan dengan dakwah amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat. Agar kita punya hujah di hadapan Allah ketika sudah kembali di haribaanNya.

Wallahu ‘alam bish-shawab.