-->

Aliran Sesat yang Menyesatkan

Oleh: Hasriyana, S. Pd. (Pemerhati Sosial Asal Konawe)

Penamabda.com - Belum lama ini Menteri Agama yang baru dilantik oleh presiden Jokowi, menuai banyak komentar berkaitan dengan pernyataan yang dikemukakannya bahwa akan merangkul aliran Ahmadiyah dan Syiah. Sementara itu, diketahui bersama bahwa aliran ini telah dinyatakan sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). 

Seperti yang dilansir di laman tempo.co bahwa Mentri agama  Yaqut Cholil  Qoumas membantah dirinya pernah mengatakan demikian. "Tidak ada pernyataan saya melindungi organisasi atau kelompok Syiah dan Ahmadiyah. Sikap saya sebagai Menteri Agama melindungi mereka sebagai warga negara," kata Yaqut seperti dikutip dari kantor berita Antara, Jumat, 25 Desember 2020.

Sejalan dengan itu, ketua pengurus besar Nahdlatul Ulama juga angkat bicara. Robikin menyatakan bahwa sangat jelas pernyataan Mentri agama bahwa setiap warga negara harus di lindungi dengan jaminan hukum dan hak sebagai warga negara. Tidak ada perbedaan maupun diskriminasi terhadap keyakinan tertentu. Perbedaan agama, rasa, suku dan budaya bukanlah alasan untuk mendiskriminasi warga negara.

Terlepas dari itu semua, dalam sistem ini, yakni demokrasi memang setiap warga negara Indonesia memiliki hak dan kewajiban, termaksud dalam persoalan agama yang dianut oleh warga negara. Semua dijamin oleh negara. Bahkan semua itu tertuang dalam undang-undang bahwa wajib bagi setiap warga negara untuk menghormati hak asasi manusia lain. Di mana tertuang dalam Pasal 28J ayat 1 yang berbunyi, "Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia lain".

Dengan kata lain apapun agama yang dianut oleh seorang warga negara maka itu menjadi haknya sebagai warga negara. Maka setiap orang wajib menghormati hak warga lain. Begitu pun halnya dengan seorang warga negara yang menganut paham Ahmadiyah dan Syiah harus dihormati sebagai bagian dari hak setiap individu dalam menganut keyakinan. 

Dalam sistem demokrasi pula kebebasan beragama dijamin oleh negara, sehingga tidak heran jika banyak dari warga negara yang tidak merasa berdosa keluar masuk agama tertentu. Karena itu semua bagian dari hak kebebasan beragama yang harus dihormati. Bahkan sekalipun agama yang dianut merupakan agama yang sesat. Maka sangatlah wajar jika di negara yang menganut sistem demokrasi masih didapatkan warga yang menganut aliran sesat.

Aliran sesat adalah suatu aliran atau paham yang melenceng dari kebenaran atau menyimpang dari kebenaran agama. Paham yang menyesatkan ini (Ahmadiyah) pula menganggap ada nabi setelah Nabi Muhammad Saw. Sehingga jika ada ada warga yang melenceng dari ajaran yang sama sekali bertentangan dengan ajaran agama manapun hingga mengganggap masih ada nabi setelah Nabi Muhammad Saw. wafat. Maka aliran ini mestinya perlu diwaspadai oleh Negara. Karena akan menimbulkan kekacauan beragama terhadap penganut agama lain yang berbeda.

Oleh karena itu, selama hak dan kebebasan agama masih dijamin oleh negara dengan landasan aturan manusia, maka selama itu pula masih akan ada warga yang menganut aliran tersebut. Maka dengan begitu perbedaan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat terhadap agama tertentu tidak menjadikan adanya diskriminasi terhadap ajaran dan penganutnya. Inilah yang di maksud oleh para pemegang kebijakan bahwa akan melindungi warga negara, termaksud melindungi agamanya sekalipun menyesatkan.

Berbeda dengan islam, dalam sistem pemerintahan Islam setiap warga negara non muslim di jamin keyakinannya oleh negara. Tetapi bukan berarti jaminan yang diberikan oleh negara merupakan peluang untuk menganut agama yang berpaham sesat dan menyesatkan. Bahkan Rasulullah Saw. telah mewanti-wanti akan adanya nabi-nabi palsu yang bermunculan seperti dalam sebuah hadis  Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Dalam umatku ada 27 pendusta dan pembohong, 4 diantara mereka adalah perempuan. Dan sesungguhnya aku adalah penutup para nabi, tidak ada nabi sesudahku.” (HR. Thahawi).

Selain itu, pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan Al-Umawi, juga ada nabi palsu bernama Al-Harits bin Said Al-Kadzdzab. Dulunya, ia adalah seorang zuhud yang ahli ibadah. Namun sayang, ia tergelincir dari jalan Allah dan mengikuti jalan setan. Ia didatangi iblis dan diberi ‘wahyu.’ Ia bisa membuat keajaiban-keajaiban laksana mukjizat seorang nabi. Saat musim panas, ia datangkan buah-buahan yang hanya ada pada musim dingin. Dan ketika musim dingin, ia datangkan buah-buahan musim panas. Sehingga, banyak orang yang terpesona dan mengikuti kesesatannya.

Al-Harits ditangkap oleh Khalifah Abdul Malik. Ia disuruh bertaubat dan diberi kesempatan untuk bertaubat. Sejumlah ulama didatangkan untuk menyadarkannya. Tapi ia enggan. Ia tetap dalam kesesatannya. Akhirnya, Abdul Malik pun menjatuhkan hukuman mati padanya. Al-Ala` bin Ziyad berkata, “Aku tidak iri sedikit pun pada kekuasaan Abdul Malik. Tapi aku iri dengan vonis matinya terhadap Al-Harits.

Karena itu, Rasulullah Saw. bersabda, ‘Hari kiamat tidak akan terjadi sebelum muncul tiga puluh orang dajjal pendusta yang semuanya mengaku nabi. Oleh karena itu, barangsiapa yang mengaku nabi, maka bunuhlah ia. Dan barangsiapa yang membunuh salah seorang dari mereka, maka ia akan masuk surga.” (HR. Ibnu Asakir).

Dengan demikian, tidak mudah melenyapkan aliran sesat pada saat ini, jika keberadaan mereka dilindungi oleh sistem yang ada. Karena itu, sungguh keberadaan mereka akan benar-benar tiada saat aturan Sang Pencipta diterapkan oleh manusia. Sebab, yang mengetahui mana yang terbaik untuk manusia, yakni yang menciptakan manusia. Wallahu a’lam bi ash-shawab.