-->

Rumah Sakit Membludak Pasien Tak Bisa Ditindak, Dimana Hak untuk Sehat?

Oleh : Anita Irmawati

Penamabda.com - Pemerintah Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah menyiapkan gedung bekas SMPN 3 Purbalingga sebagai tempat isolasi darurat pasien Covid-19 tanpa gejala. Langkah ini terpaksa dilakukan mengingat ruang isolasi di rumah sakit rujukan telah penuh (Kompas.com, 30/11/20). Bahkan, sebanyak 5 warga Karawang terkonfirmasi positif Covid-19 terpaksa menjalani isolasi mandiri di rumah. Karena kapasitas ranjang pasien di rumah sakit dan tiga hotel di Karawang, Jawa Barat, sudah penuh (Kompas.com,4/12/20). 

Rumah sakit rujukan untuk penangan Covid-19 diberbagai daerah telah membludak terisi penuh. Hal ini diakibatkan oleh lonjakan kasus Covid-19 yang semakin meningkat, juga mengakibatkan kapasitas fasilitas dan layanan rumah sakit terbatas. Jika terus dibiarkan, fasilitas kesehatan yang abai dan terbatas akan berpengaruh terhadap tindak lanjut pasien. Bisa jadi yang awalnya tanpa gejala dan negatif Covid-19, malah terpapar di rumah sakit saat menunggu antrean pelayanan kesehatan. 

Urgensi Pelayanan Kesehatan

Padahal, virus Corona sangat berbahaya bahkan mampu meregang nyawa manusia. Ini adalah permalasahan manusia, dengan urgensi kesehatan yang tidak boleh diabaikan. Pelayanan kesehatan semestinya sudah terpadu dan terbarui saat pandemi. Seluruh fasilitas sudah disediakan untuk mengatasi, bahkan sarana penunjang seperti gedung isolasi dan rumah sakit darurat sudah didirikan sebagai antisipasi saat rumah sakit rujukan membludak tak bisa menampung lagi. 

Sayangnya, pemerintah masih abai terhadap penanggulangan dan penyelesaian pandemi Covid-19. Hal ini terbukti dengan solusi parsial yang ditempuh sebagai penyelesaian. Mulai dari tidak membekali para tenaga kesehatan dengan alat pelindung diri untuk berjuang melawan Covid-19. Hingga fokus utama pemerintah yang terletak pada Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Dilansir dari Liputan6.com (01/12), berdasarkan data bahwa realisasi anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) hingga per 25 November 2020 baru mencapai Rp431,54 triliun. Realisasi tersebut setara dengan 62,1 persen dari pagu Rp695,2 triliun. Namun, berbeda dengan anggaran untuk penanggulangan pandemi. Dilansir dari detikFinance (30/11), Pemerintah menyebut anggaran kesehatan untuk penanganan COVID-19 telah mencapai Rp 40,32 triliun. Angka ini sudah 41,2% dari total pagu anggaran sebesar Rp 97,9 triliun. 

Prioritas utama tidak dijatuhkan pada penangan Covid-19. Hal ini bisa dibuktikan dengan anggaran yang lebih difokuskan pada pemulihan ekonomi. Urgensi pelayanan kesehatan sangat minim, walupun realisasi anggaran sudah menyentuh 40 triliun rupiah. Namun, tetap saja untuk fasilitas dan pelayanan kesehatan tak bisa diberikan secara prima. Bahkan, tak mampu dianggarkan pada screening total Corona, yakni tes Swab PCR gratis bagi seluruh masyarakat. 

Pengabaian ini bisa berakibat pada meregangnya banyak nyawa manusia. Apalagi, dengan kebijakan pemulihan ekonomi yang membuka seluruh sektor agar ekonomi berjalan kembali. Sudah biaya kesehatan yang tak ditanggung, pemerintah malah dibiarkan untuk beraktivitas mencari sesuap nasi. 

Islam Menjaga Nyawa Manusia

Nilai nyawa dalam Islam begitu tinggi. Nyawa bahkan dalam ranah Ushul Fiqih masuk dalam kategori “al-Dharūriyāt al-Khamsah” (lima hal primer yang wajib dipelihara). Artinya, pada asalnya, nyawa manusia tidak boleh dihilangkan begitu saja tanpa ada alasan yang jelas. Tak peduli, nyawa orang muslim maupun kafir (Hidayatullah.com, 28/09/18).

مَن قَتَلَ نَفْساً بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعاً وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعاً

“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain , atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya . Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS. Al-Ma’idah [5]: 32)

Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِغَيْرِ حَقٍّ

“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).