-->

Bila Nyawa Sudah Tak Lagi Berharga

Oleh : Normaliana, S. Pd (Pengajar di MTsN 2 HSU)

Akhir-akhir ini kasus pembunuhan seakan terjadi silih berganti di negeri Indonesia yang tercinta. Setelah beberapa waktu lalu adanya kasus penusukan terhadap Syekh Ali Jaber, Kini kembali lagi terjadi tindakan mengancam nyawa oleh orang misterius terhadap 6 orang laskar anggota FPI yang sedang mengawal perjalanan ulama yakni IB-HRS. Kasus penembakan kepada 6 orang anggota FPI hingga tewas di jalan Tol Cikampek terjadi pada hari Senin (7 Desember 2020). Kasus tersebut tentu saja tengah  menjadi sorotan publik, banyak pihak yang mempertanyakan tindakan pemerintah yang terkesan lambat dan kurang tanggap untuk mengusut serta mengungkap kebenaran dibalik kasus penembakan tersebut. 

Peristiwa penghadangan, penembakan terhadap  rombongna IB-HRS dan keluarga serta penculikan dan pembantaian terhadap 6 orang laskar pengawal IB-HRS memang benar adanya. Peristiwa terjadi di dekat pintu Tol Karawang Timur, kata Ketua Umum DPP FPI Ahmad Shabri Lubis (Dikutip dari detik.com).

Menurut keterangan polisi dalam konfrensi pers yang digelar  Kapolda Metro jaya Irjen Fadil Imran, dikatakan bahwa 6 dari 10 pengikut IB-HRS tewas ditembak polisi karena melakukan perlawanan, ia mengatakan  pada saat di tol kendaraan petugas dipepet dan  diberhentikan oleh 2 kendaraan pengikut IB-HRS. Mereka melawan polisi dan menodongkan senjata api serta senjata tajam berupa samurai, celuret kepada anggota. 

Publik pun mendesak agar  peristiwa ini diungkap kebenarannya sehingga tidak terjadi simpang siur (Dikutip dari tempo.com). 

Direktor Ekskutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid mengatakan bahwa polisi harus transparan mengungkap penembakan anggota FPI terutama menyingkap penyebab terjadinya penembakan. Menanggapi hal tersebut pihak Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan “Saya belum bisa memberikan informasi  yang sebenarnya karena baru menerima informasi terkait penembakan tersebut melalui media dan perlu akurasi yang sangat tinggi, perlu proses dan saya sudah mengkalkulasi situasinya seperti apa karena  kejadian ini sangat sensetif”. (Dikutif dari kompas.com)

Sungguh ironis, kasus penembakan, penusukan dan tindakan yang mengancam lainnya sudah yang kesekian kali terjadi dinegeri ini. Mirisnya, yang selalu menjadi target incaran pembunuhan adalah mereka yang  kritis dan getol menyuarakan kebenaran dan berani menasehati penguasa. Tentunya fakta ini  semakin mempertegas kegagalan penguasa  menjamin perlindungan  nyawa kepada rakyatnya. 

Menghilangkan nyawa begitu mudah nya dilakukan bahkan  dianggap hal sepele, seakan nyawa sudah tak begitu berharga dalam sistem   kapitalis sekuler saat ini. 

Beginilah jika sebuah negara harus diatur dengan aturan  buatan manusia dengan diterapkannya sitem demokrasi yang dari asasnya saja sudah rusak dan cacat hakiki. Alhasil sistem ini telah  nyata melahirkan para penguasa yang bermental jahat, sangat jauh dari ketakwaan  kepada Allah  SWT. Ketika seseorang  menjadi penguasa atau  menduduki jabatan tertentu  dengan tanpa dilandasi  ketakwaan kepada Allah  maka sudah pasti mereka  akan dengan mudah melakukan  tindakan yang  menyimpang jauh dari keterikatan terhadap hukum-hukum  Allah. Bahkan dalam  sistem pemerintahan  demokrasi sekarang ini tak sedikit orang baik yang akhirnya juga ikut terwarnai  menjadi penguasa yang jahat. 

Haruskah  kita mempertahankan  sistem buatan manusia yang sudah terbukti cacat dari asasnya? Harus menunggu sampai kapan dan berapa banyak lagi nyawa yang kelak akan menjadi korban kerusakan dan kegagalan sistem ini? Segera kita campakkan sistem buatan akal manusia  yang lemah ini tanpa tapi dan tanpa nanti. Mari sama-sama kita perjuangkan aturan-aturan Alah SWT dalam sebuah negara khilafah  yang nantinya akan mampu memberikan perlindungan atas nyawa manusia.

Memang tidak bisa dipungkiri, kehidupan kita saat ini sudah begitu rusak parah sehingga terkadang akal sehat tidak lagi berfungsi dengan baik untuk meredam emosi, amarah dan hawa nafsu duniawi. 

Dalam sistem saat ini, seakan nyawa dan kehidupan seseorang dianggap sudah tidak begitu berharga. Menghilangkan nyawa orang lain dengan niat sengaja, adalah perbuatan yang sangat biadab dan pastinya semua tindakan kejahatan adalah buruk. Setiap kejahatan dan kekerasaan yang dilakukan dengan membabi buta tanpa belas kasihan dan rasa kemanusiaan apapun alasannya tidak bisa dibenarkan dan bahkan tidak bisa dimaklumi oleh siapapun. 

Pembunuhan sangat dilarang dalam Islam karena merupakan kejahatan tingkat tinggi, apalagi kalau pembunuhan itu dilakukan dengan sengaja. Perbuatan keji ini tentu saja hanya dilakukan oleh orang-orang yang yang brutal yang memang tidak tahu ketentuan hukum syara. Tapi apapun penyebab dan motif pembunuhan tersebut dalam Islam hukumnya tetap haram. Sejatinya, efek pembunuhan itu berkepanjangan sehingga bisa saja menimbulkan dendam antara keluarga terbunuh terhadap keluarga pembunuh atau dengan pembunuh itu sendiri yang pastinya akan meninggalkan duka lara dan kesan buruk dalam waktu yang lama. 

 Penerapan sanksi hukum saat ini pun tidak mampu membuat efek jera bagi para pelaku kejahatan, yang terjadi justru malah semakin memberi peluang bertambahnya tindak kejahatan yang sama. 

Karena hukuman bagi pelaku kejahatan  yang paling berat hanya cukup dengan dipenjara seumur hidup. Dan bagi keluarga korban harus dituntut untuk menghadapi kenyataan pahit tersebut dengan ikhlas, lapang dada tanpa Ankara murka.  

Islam adalah agama yang mulia, hukum islam melarang umatnya membunuh seekor binatang apalagi terhadap nyawa  manusia kecuali terhadap orang-orang yang memang berdasarkan perintah hukum syara’ halal darahnya untuk dibunuh seperti orang-orang murtad, Penzina muhshan (yang sudah kawin) dan para pembunuh itu sendiri, bahkan bagi pembunuh akan berlaku hukum qishash. Nyawa harus dibayar dengan nyawa.

Qishash adalah hukuman yang harus diterima seorang pembunuh sebagai pertanggung jawaban perbuatannya didunia. Sementara hukuman ukhrawi-nya nanti adalah neraka. 

Qishash adalah sebuah keadilan dalam sistem hukum pidana Islam, di mana seseorang yang membunuh orang lain tanpa salah harus dibunuh balik oleh yang berhak atau negara melalui petugasnya. Ini sama sekali tidak melanggar hak azasi manusia (HAM) sebagaimana anggapan kebanyakan orang selama ini. 

Bagi pembunuh yang sudah dimaafkan oleh keluarga terbunuh sehingga bebas dari hukuman qishash, wajib baginya membayar diyat kepada keluarga terbunuh sebanyak 100 ekor unta (Kesepakatan jumhur ulama) dan bagi wilayah yang tidak mempunyai unta dapat diganti dengan lembu atau kerbau atau yang sejenis dengannya. 

          Dalam Islam, qishash diberlakukan karena di sana ada kelangsungan hidup umat manusia, bagaimana mungkin kalau seseorang membunuh orang lain tanpa dibenarkan agama dapat diganti dengan hukuman penjara 5-9 tahun atau seumur hidup, sementara orang yang dibunuhnya sudah meninggal. Malah yang seperti itulah melanggar HAM, karena tidak berimbang antara perbuatan jahat yang dilakukannya dengan hukuman yang diterimanya.

         Jenis pembunuhan dalam Islam yang mempunyai hukum qishash yang berbeda, terbagi Tiga : Pertama, Pembunuhan sengaja jika memenuhi unsur-unsur: (1) Pembunuh adalah orang dewasa, berakal, sehat, dan bermaksud membunuh; (2) terbunuh adalah orang yang terpelihara darahnya (tidak halal untuk dibunuh); dan (3) alat yang digunakan untuk membunuh dapat mematikan atau menghilangkan nyawa orang. Jika pembunuh sengaja dimaafkan oleh keluarga terbunuh maka sipembunuh wajib membayar diyat berat berupa 100 ekor unta, terdiri dari 30 ekor unta betina berumur 3-4 tahun, 30 ekor unta betina berumur 4-5 tahun, dan 40 ekor unta betina yang sedang bunting.

          Kedua, Pembunuhan semi sengaja yaitu menghilangkan nyawa orang lain dengan alat yang tidak biasa digunakan untuk membunuh dan tidak dimaksudkan untuk membunuh. Maka harus membayar diyat berat kalau sudah dimaafkan keluarga terbunuh dengan cara mengangsurnya selama 3 tahun. 

           Ketiga, Pembunuhan tidak sengaja adalah seperti orang melempar buah mangga di pohon lalu terkena seseorang di bawah pohon mangga tersebut sehingga mati. Diyat bagi kasus ini adalah diyat ringan, yaitu 100 ekor unta terdiri atas 20 ekor unta betina berumur 1-2 tahun, 20 ekor unta betina berumur 2-3 tahun, 20 ekor unta jantan berumur 2-3 tahun, 20 ekor unta betina berumur 3-4 tahun, dan 20 ekor unta betina berumur 4-5 tahun. Pihak pembunuh wajib membayarnya dengan mengangsur selama 3 tahun, setiap tahun wajib membayar sepertiganya. Kalau tidak dapat dibayar 100 ekor unta, maka harus dibayar 200 ekor lembu atau 2.000 ekor kambing. 

          Islam adalah hukum Allah yang sesuai dengan fitrah manusia, dengan segala aturannya telah nyata menjaga kehidupan. Dalam hukum Syara, nyawa 1 orang saja sangat begitu beharga dibanding dunia dan isinya. Karena menjaga nyawa dan keselematan diri seseorang adalah merupakan salah satu hikmah diterapkannya hukum-hukum Allah SWT. (Nr)