-->

Demokrasi Bungkam Opini Publik, Bagaimana dengan Islam?

Oleh : Syafa'atur Rosyidah (Aktivis Muslimah di Lamongan) 

Penamabda.com - Baru-baru ini Lembaga Indikator Politik Indonesia menilik kondisi komunikasi rakyat dengan penguasa dalam sistem demokrasi di Indonesia melalui survei opini publik. Hak menyatakan pendapat menjadi salah satu unsur variable dalam survei ini. 

Dikutip di laman merdeka.com,  Directur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi mengatakan, pihaknya menanyakan setuju tidaknya responden dengan adanya pernyataan bahwa warga makin takut dalam menyatakan pendapat. 
“Hasilnya 21,9 persen sangat setuju; 47,7 persen agak setuju, 22 persen kurang setuju; dan 3,6 persen tidak stuju sama sekali, “ tutur Burhanuddin saat diskusi virtual, minggu (25/10). 

Pernyataan selanjutnya apakah responden setuju dengan pendapat bahwa warga semakin sulit berdemokrasi. Hasilnya adalah 20,8 persen sangat setju; 53 persen agak setuju; 19,6 persen kurang setuju; dan 1,5 persen tidak setuju. 
“Kemudian setuju tidak bahwa aparat makin semena-mena menangkap warga yang berbeda pilihan politik dengan penguasa. 19,8 pesersen sangat setuju; 37, 9 pesen agak setuju; 31,8 persen kurang setuju; 4,7 pesersen tidak setuju sama sekali” jelas dia.

Hasil akhir survei pada indikator sangat setuju dengan agak setuju menunjukkan mayoritas setuju bahwa kebebasan sipil  mulai terganggu. 
“Survei menunjukkan meningkatnya ancaman terhadap kebebasan sipil. Mayoritas publik cenderung setuju dan sangat setuju bahwa saat ini warga makin takut menyuarakan pendapat 79, 6 persen, makin sulit berdemokrasi atau melakukan protes 73,8 persen, dan aparat dinilai semena-mena menangkap warga yang berbeda pandangan politiknya dengan penguasa 57,7 persen” terang Burhanuddin. 
     
Mengapa dalam sistem demokrasi membungkam opini publik

Menurut Syaikh Taqiyuddin An-Nabani dalam bukunya Peraturan Hidup Dalam Islam, menjelaskan bahwa, Demokrasi  adalah sistem penganut paham Ideologi Kapitalisme (memisahkan agama dan kehidupan), menurut ideologi mereka manusia berhak membuat aturannya sendiri, mereka bebas berkaidah, berpendapat, hak milik, dan kebebasan pribadi. 

Dari kebebasan hak milik ini lah lahir sistem ekonomi kapitalis. Yang dalam sistem ini para kapitalis (Pemilik modal) bebas untuk mengeruk harta dan sumber daya alam suatu wilayah. Maka tak heran jika dalam sistem ekonomi kapitalis ini yang kaya semkin kaya dan yang miskin semakin miskin. 

Dalam sistem demokrasi ini juga terdapat kebebasan untuk menyuarakan pendapat. Sejatinya rakyat dapat dengan bebas untuk mengutarakan kritik dan aspirasinya jika ada peraturan yang membebani rakyat, tak lain halnya karena dalam sistem ini menjunjung pedoman dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. 

Kendati demikian, demokrasi saat ini sangat bertolak bekalang dengan apa yang menjadi pedoman mereka. Para penguasa dalam sistem ini lebih tunduk pada para kapitalis (Pemilik modal), sehingga opini publik yang seharusnya menjadi kebebasan setiap rakyat untuk disuarakan, malah dibungkam apabila menggangu kepentigan penguasa. Hingga jelas terkuak watak asli sistem demokrasi membungkam opini publik, hukum menjadi tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Harta rakyatnya dirampas, sumber daya alamnya di keruk habis tak berbekas. Lalu bagaimana dengan islam ?  

Kebebasan mengutarakan opini dan kritikan dalam Islam

Khilafah adalah sistem pemerintahan yang berlandaskan aqidah islamiyah. Sistem ini langsung diwariskan oleh Rosulullah SAW. Yang kemudian diteruskan oleh para khalifah yang artinya pengganti. 

Khilafah bukan sistem negara anti kritik. Dalam menyikapi perbedaan pandangan antara penguasa dan rakyat, khilafah menerapkan solusi yang berlandsakan al-Qur’an dan as-Sunnah. 

Tentu jika sistem yang diberlakukan adalah aturan yang diciptakan oleh Allah al-Kholiq Sang Maha Pencipta, maka tak akan ada penyilisihan dengan fitroh manusia. 

Sistem khifalah juga membolehkan rakyatnya untuk menyuarakan opini, mengkritik dan penegur pengusa, sehingga penguasa dapat memperbaiki diri dari kebijakan yang ditetapkannya. 

Para khalifah senantiasa mengupayakan agar kebijakan yang diterapkan sesuai dengan standar islam dan tidak membebani rakyat. Karna khalifah bertanggung jawab penuh atas amanah yang diemban. Sikap ini adalah buah dari keimanan serta keterikatannya dengan syariat islam. Sehingga para kholifah hanya takut pada Allah dan hanya mengharap pahala dan ridho Allah.

Maka hasil dari negara dengan sistem khilafah ini lah yang dapat menurunkan rakmat dan berkah dari Allah hingga damai, aman dan tentram masyarakatnya. 

Wallahu’alam.