-->

Sholih Sejak Dini VS Maksiat Sejak Dini

Oleh: Novia Roziah ( Ibu Rumah Tangga, Member Revowriter)

Penamabda.com - Jika seorang muslimah ditanya, apakah ingin menjadi wanita  yang sholihah? Jawabannya pasti iya. Benar, setiap wanita muslimah pasti menginginkan predikat sebagai wanita sholihah sebagai wujud ketaatannya kepada Allah.
Apabila dia seorang anak, maka keinginannya  menjadi anak sholihah.

Apabila dia seorang istri maka ingin menjadi istri sholihah, apabila dia seorang ibu, maka dia berupaya untuk menjadi ibu sholihah.

Namun, predikat sholihah ini tidak mudah untuk didapatkan. Banyak usaha yang harus dilakukan seorang muslimah untuk memperolehnya. Yang perlu diingat setiap pilihan hidup pasti ada konsekuensinya. Pun menjadi seorang muslimah, pasti ada konsekuensinya. 

Berhijab Kewajiban Bagi Muslimah

Salah satu konsekuensi menjadi  seorang muslimah adalah wajib untuk menutup auratnya, sesuai dengan sabda nabi.

Berdasarkan hadis Abu Daud, dari 'Aisyah radhiallahu'anha, Beliau berkata:

"Asma' binti Abu Bakar pernah menemui Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dengan memakai pakaian yang tipis. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pun berpaling darinya dan bersabda, 'Wahai Asma, sesungguhnya seorang wanita itu jika sudah haid (sudah baligh), tidak boleh terlihat dari dirinya kecuali ini dan ini', Beliau menunjuk wajahnya dan kedua telapak tangannya."

Allah berfirman;

Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya (Qs Annur:31)

Berhijab Di era 4.0

Mengenakan hijab dalam kehidupan yang serba hedon seperti sekarang, memiliki tantangan tersendiri. Karena pengaruh gaya hidup barat dan tidak islami membuat banyak muslimah menganggap remeh kewajiban menutup aurat bahkan tidak sedikit yang melalaikannya.

Tidak jarang kita sering menjumpai  para muslimah yang masih belum menutup auratnya dengan sempurna dengan alasan yang bermacam-macam.
Oleh karena itu, ketika seorang ibu mulai mengenalkan hijab kepada anak-anaknya sedini mungkin melatih mereka untuk mengenakan penutup aurat dengan sempurna sebenarnya merupakan bentuk ketaatan ibu kepada Allah dalam menjaga amanah berupa anak yang dititipkan kepadanya.

Kegigihan para Ummahat ini Bukan tanpa alasan, dengan ketelatenan mereka mengajrkan mengenakan hijab sejak dini bertujuan untuk membuat anak-anak terbiasa  memakai hijab. Sehingga, saat mereka sudah masuk usia baligh mereka sudah siap berhijab sempurna. 

Aroma Islamofobia Merebak

Mengajarkan anak mengenakan hijab memerlukan usaha yang besar. Banyak suka duka yang di alami oleh orang tua. Namun, ditengah perjuangan orang tua mengenalkan hijab sejak dini kepada buah hatinya sebagai wujud ketaatan kepada sang pencipta justru ada pihak yang berusaha untuk menggoyahkan usaha keras para orang tua ini.

Sebut saja DW (Deutsche Welle)_Indonesia, melalui akun Twitternya pada 25 september 2020 lalu, yang mempertanyakan apakah anak-anak yang dipakaikan #jilbab itu memiliki pilihan atas apa yang ingin ia kenakan?. Postingan ini sontak mendapat sorotan dari netizen. Karena diangap mengusik pelajaran aqidah kepada anak-anak perempuan yang mengenakan hijab. Seolah-olah sikap orang tua yang mengajarkan hijab sejak dini pada anak yang belum bisa menentukan pilihannya sendiri adalah bentuk pemaksaan.

Anggota DPR yang juga merupakan wakil Ketua Umum Partai Gerindra,  fadli zon turut  mengungkapkan bahwa postingan dw Indonesia ini berbau sentimen  islamofobia. Seperti dilansir pikiranrakyat.com. beliau mengungkapkan dalam akun twitternya @fadlizon “liputan ini menunjukkan sentimen islamofobiadan agak memalukan untuk kelas @dwnews”

Benar saja, potingan DW Indonesia yang hanya menghadirkan narasumber dari satu pihak saja dianggap tidak berimbang dan berujung hujatan dari para netizen.

Postingan DW Indonesia bisa dikatakan offside, karena perkara hijab ini merupakan ranah pribadi yang setiap individu diberikan keleluasaan untuk memutuskan.

Bukankah anak juga di paksa untuk sekolah, dipaksa untuk belajar, dipaksa untuk makan dan banyak paksaan yang lain yang merupakan bentuk kasih sayang orang tua untuk kebaikan sang buah hati.

Pendapat DW Indonesia ini, tidak lain merupakan pandangan hidup liberal yang sengaja di hembuskan dalam kehidupan kaum muslimin. Liberalisme atau kebebasan dianggap sebagi sesuatu yang harus diberikan kepada anak yang masih belum sempurna akalnya, karena menurut mereka memberikan kebebasan memilih adalah puncak keberhasilan pandangan ini.

Anak Terlahir Fitrah

Anak ibarat sebuah kertas putih yang harus dengan hati-hati kita perlakukan agar tidak tercoreng dan rusak.

Dengan mengajarkan mengenakan hijab, yang juga merupakan tuntunan dalam islam justru memilki arti bahwa anak diajarkan untuk taat kepada aturan sang Pencipta

Agaknya perlu dipahami ada sebuah hadits mulia yang melatar belakangi orang tua berlomba-lomba mengajarkan ketaatan termasuk menagajarkan berhijab sejak dini kepada anaknya

“Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah hingga ia fasih (berbicara). Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi dan ath-Thabarani 

Sebagai seorang muslim, wujud kecintaannya kepada sang Pencipta adalah dengan berusaha taat menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Karena seorang muslim sadar betul, keridhoan sang pencipta hanya akan diberikan kepada hamba-Nya yang bersungguh-sungguh dalam ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan.

Jadi bukankah wajar, seorang ibu Muslimah mengajarkan sholihah sejak dini  kepada anak perempuannya? Yang keliru, justru kebebasan tanpa aturan mengajarkan anak maksiat sejak dini. 

Allahualam bisshowab