-->

Dibalik Rekonstruksi Pelajaran Sejarah, Ada Apa?

Oleh: Watini Alfadiyah, S. Pd.
(Praktisi Pendidikan)

Penamabda.com - Pelajaran sejarah memiliki makna penting bagi sebuah peradaban. Namun, kini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berencana membuat mata pelajaran sejarah menjadi tidak wajib dipelajari siswa SMA dan sederajat. Di kelas 10, sejarah digabung dengan mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS). Sementara Bagi kelas 11 dan 12 mata pelajaran sejarah hanya masuk dalam kelompok peminatan yang tak bersifat wajib.
Hal itu tertuang dalam rencana penyederhanaan kurikulum yang akan diterapkan Maret 2021. (Jum'at,18/09/2020/CNN Indonesia).

Lantas pada waktu berikutnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) merespons wacana pelajaran sejarah tidak masuk kurikulum wajib bagi siswa SMA dan sederajat.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemendikbud Totok Suprayitno menegaskan bahwa kabar pelajaran sejarah akan keluar dari kurikulum tidak benar.

"Kemendikbud mengutamakan sejarah sebagai bagian penting dari keragaman dan kemajemukan serta perjalanan hidup bangsa Indonesia, pada saat ini dan yang akan datang," kata Totok. (Sabtu,19/09/2020/CNNIndonesia).

Sementara, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) turut menanggapi polemik akan dihapuskannya mata pelajaran sejarah dalam penyederhanaan kurikulum yang tengah dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).  Wacana ini menimbulkan polemik di kalangan masyarakat pendidikan, terutama guru, dan akademisi.

Komisioner Bidang Pendidikan, KPAI, Retno Listyarti menilai wacana untuk menjadikan mata pelajaran sejarah sebagai pilihan (tidak wajib) di jenjang SMA, bahkan menghapus di jenjang SMK adalah tidak tepat.  Semua anak, menurut Retno, baik di jenjang SMA ataupun SMK berhak mendapatkan pembelajaran sejarah dengan bobot dan kualitas yang sama. (20/09/2020/Medcom.id).

Meskipun pelajaran sejarah akhirnya direvisi, seharusnya masyarakat memahami bahwa rencana penyederhanaan kurikulum tersebut akan berefek. Penyampaian pelajaran sejarah pada generasi bisa berefek positif tatkala ada nilai sejarah yang membangun semangat atau inspirasi bagi generasi. Dan akan berefek negatif tatkala ada nilai sejarah yang kelam penuh tipu daya bagi generasi. Dengan demikian,  pelajaran sejarah tetap harus disampaikan dengan kejujuran. Adapun jika tidak wajib disampaikan maka akan berbahaya karena bisa menghilangkan memori tentang jasa ulama pejuang bagi negeri ini dan akan menghapus tragedi kekejaman PKI dan lain-lain. Dengan begitu, kita perlu memiliki kesadaran bahwa sejarah mempunyai arti penting bagi kemajuan sebuah bangsa.

Selayaknya, tatkala negeri ini menginginkan adanya kebangkitan dalam menyongsong kejayaan Islam seharusnya bersiap merekonstruksi pelajaran sejarah. Sejarah tentang jejak Islam dan khilafah dinegeri ini semestinya diajarkan untuk membuka wawasan yang akan menginspirasi generasi dalam rangka mendapatkan kemajuan. Sebagaimana sejarah membuktikan bahwa negeri ini pernah menjadi sebuah negeri yang maju karena merupakan bagian dari kekhilafahan. Bukannya dengan adanya bukti arkeologi sejarah akurat justru ditutupi. Bahkan, yang menyampaikan secara jujur dipersekusi dan keberadaannya dimusuhi. Bukannya Khilafah ajaran Islam? Lantas mengapa harus dipisahkan.

Dengan demikian, pelajaran sejarah harus ditempatkan pada posisi yang tepat. Tersampaikan secara utuh dan menyeluruh sehingga bisa diambil sebagai pelajaran. Pelajaran dalam mengarungi kehidupan yang dipandang berdasarkan ideologi tertentu. Sementara, ideologi Islam memandang sejarah sebagai bagian dari staqofah Islam. Dengan begitu,  pendidikan dalam sistem khilafah akan menempatkan pelajaran sejarah dalam kurikulum pendidikannya.  Disampaikan dalam rangka agar didapatkan pemahaman untuk diambilnya sebagai teladan jika itu suatu sejarah yang menyampaikan pemikiran Islam dengan benar sesuai dengan Al-Qur'an dan as-Sunnah. Bahkan akan diperjuangkan tatkala Islam dilecehkan dan akan ditinggalkan atau diluruskan hal-hal yang melenceng dari ideologi peradabannya.

Itulah seharusnya arah dari rekonstruksi sejarah disini. Kalaupun tidak demikian berarti sejarah disini akan diwarnai oleh pemilik peradaban saat ini yaitu kapitalis sekuler. Karena pada dasarnya sejarah itu milik pemenang dalam sebuah peradaban.

Wallahu'alam bi-ashowab.