VAKSIN SEHARGA YUAN
Oleh : Diana Rahayu (Praktisi Lingkungan)
Penamabda.com - Tak terkendalinya sebaran pandemi di era new normal karena pergerakan manusia dan phisical distancing terabai di balik persepsi kehidupan sudah normal kembali menimbulkan kecemasan yang meluas di tengah masyarakat. Hal ini membuat kehadiran obat ataupun anti virus yang diklaim mampu membunuh dan memutus mutasi CoVid19, akan menghadirkan euforia di masyarakat. Tak berlebihan jika kemudian kabar akan diproduksinya vaksin CoVid19 buatan Sinovac China yang rencana akan duji klisnis fase III di Indonesia membuat harapan besar masyarakat tertumpah.
Di sisi lain, hiruk pikuk perdebatan antar ahli biologi molekuler tentang jaminan ekeftifitas vaksin Sinovac dalam membunuh CoVid19 tak lagi berpengaruh di masyarakat. Jangankan berfikir efektifitas sebuah vaksin baru dari sisi kelayakan dan keamanan vaksin tersebut, pada faktanya masyarakat telah dihinggapi over estimate terhadap segala sesuatu yang dari luar dan under setimate dari setiap yang dihasilkan oleh negaranya sendiri. Sehingga tentang mengapa harus vaksin dari luar yang dikembangkan dan bukan vaksin dari ilmuwan dalam negeri, tak lagi menjadi sebuah idealisme yang harus dipertanyakan dan diperjuangkan. Yang terfikir dalam benak umat hanyalah bagaimana keluar secepat mungkin dari lubang maut CoVid19 dengan cara apapun.
Diambilnya kebijakan untuk memproduksi vaksin dari Sinovac China dibanding pilihan vaksin Merah Putih yang tengah dirintis oleh Lembaga Eijkman di bawah Kemenristekdikti RI patut mendapat perhatian tersendiri. Alasan tahap penelitian yang masih cukup lama, dimana saat ini baru mencapai 20-30% dari keseluruhan proses. Di samping adanya alasan lain, yaitu keuntungan alih teknologi dari Sinovac pada pengembangan vaksin tersebut yang dijalankan bekerjasama dengan Universitas Padjadjaran (Unpad) dan PT Bio Farma Indonesia. Serta keuntungan ekonomi dalam produksi besar-besaran vaksin tersebut di dalam negeri, perlu kiranya dilihat dengan kacamata kekritisan pelaksanaan pelayanan rakyat oleh negara.
Kondisi pelayanan negara pada masyarakat, sejatinya haruslah terukur pada keoptimalan dan kemaksimalan peran negara. Totalitas pelayanan negara terhadap rakyat tidaklah boleh diukur dari sebuah timbangan untung rugi atau alasan lain yang tak bisa dikejar. Tapi bagaimana negara mampu hadir seratus persen dalam melindungi rakyat dari berbagai bencana dan bahaya tanpa melihat adanya laba dari pelayanan tersebut. Karena hubungan negara dengan rakyat bukanlah hubungan jual beli. Sehingga seharusnya pada kasus vaksin CoVid19, negara mengedepankan aspek keamanan dan efektifitas vaksin secara independen, sehingga mampu menyelesaikan pandemi di atas kebijakannya sendiri. Terlepas dari jerat kapitalisasi pelayanan yang disetir oleh hegemoni negara lain. Dimana ujungnya adalah keuntungan perdagangan dan bisnis negara besar kapitalis dan tersedotnya potensi negara untuk kepentingan negara besar.
Maka, diperlukan visi revolusioner bagi sebuah negara untuk keluar dari jebakan hegemoni kapitalisasi negara besar dengan beberapa tahapan fundamental.
Pertama, negara harus mempunyai visi pelayanan rakyat dengan landasan keimanan, yang akan diminta pertanggungjawaban di akhirat kelak. Sehingga pelayanan yang diberikan oleh negara terhadap rakyat akan dijalankan dengan penuh keiklhasan, semata karena Allah swt tanpa berhitung untung dan rugi.
Kedua, segala bentuk pelayanan terhadap rakyat adalah dalam rangka mewujudkan kemaslahatan manusia dunia akhirat.
Pelayanan tersebut dipenuhi dari pendanaan kas negara yang disokong dari pos-pos pemasukan negara yang dibenarkan syariat. Termasuk riset dan penelitian untuk menemukan vaksin dari pandemi yang menjangkiti wilayah negara. Salah satu pos pemasukan kas negara adalah dari harta kepemilikan umum (hutan, tambang dan laut) yang sepenuhnya dikelola negara. Pos ini akan lebih dari cukup untuk membiayai seluruh kebutuhan rakyat.
Ketiga, ketika kas negara kosong dijalankan mekanisme lain berupa pinjaman kepada warga negara yang mampu, yang akan dikembalikn negara saat kas negara telah ada. Dan kebijakan dharibah (pajak) sebagai alternatif paling akhir dari semua opsi pemasukan negara, yang hanya dibebankan pada warga yang mampu yaitu dengan standar hitungan kecukupannya hingga di pemenuhan kebutuhan tersiernya. Juga adanya semangat waqaf harta yang lahir dari keimanan untuk penelitian dan iptek sebagai shodaqah jariyah akan mendorong warga kaya berlomba berperan dalam medukung pelayanan negara, tanpa membenani negara untuk menyiapkan dana pengembaliannya.
Keempat, negara bersikap tegas memutus setiap kerjasama dengan negara kafir Barat yang akan mendudukan posisi negaranya di bawah ketiak hegemoni kafir penjajah. Karena sejatinya Allah swt melarang umat islam berada di bawah kekuasaan kafir, apalagi posisi mereka sebagai kafir harbi fi’lan yaitu negara kafir yang nyata-nyata memerangi kaum muslimin dan berambisi menguasai negeri-negeri muslim di penjuru dunia dalam segala aspek kehidupan.
Keempat hal tersebut sangat mudah terwujud manakala umat mau menengok dan menerapkan sistem alternatif terbaik dalam pelayanan rakyat, yaitu sistem Islam yang bersumber dari pencipta manusia Allah swt.
Wallahu’alam bishowab
Posting Komentar