-->

Untuk Rakyat Berani Coba-Coba

Oleh : Rut Sri Wahyuningsih
(Institut Literasi dan Peradaban) 

Penamabda.com - Menteri BUMN Erick Thohir menolak menjadi relawan dalam uji coba vaksin covid-19. Uji coba vaksin yang tengah diproduksi oleh PT Bio Farma itu akan diprioritaskan bagi masyarakat awam bukan pejabat negara.

"Enggak etis kalau saya, bukan karena saya takut disuntik, kayaknya sebagai Menteri BUMN ya disuntiknya agak belakangan, kalau rakyatnya sudah disuntik, baru kita. Masa kita disuntik duluan," kata Erick ( Lampost.co, 7/8/2020).

Menurut dosen komunikasi Universitas Telkom, Dedi Kurnia Syah penolakan itu sudah tepat. Sebab uji coba itu terlalu berisiko untuk seorang menteri. Namun demikian, ia menilai penolakan itu akan menimbulkan tafsir jika dilihat dari sudut pandang  moral.

“Pesan moral dari penolakan ini buruk, karena publik akan menilai jika tokoh utama dalam pengadaan vaksin saja tidak bersedia menjadi relawan, tentu akan ditafsir beragam," ujarnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (9/8).

Terlepas dari itu, Dedi menilai bahwa pemerintah tidak harus merekrut relawan secara khusus untuk uji vaksin. Dan juga tidak tepat lagi jika menggunakan kata relawan.  Karena, pemerintah bisa langsung mengajukan para pasien yang telah terpapar Covid-19. "Mereka (pemerintah) bisa saja mengajukan para pasien yang telah terpapar, tentu dengan jaminan tanggungjawab penuh ada di pemerintah," kata Dedi (gelora.co, 9/8/2020).

Miris! Indonesia benar-benar berada dalam penjajahan sistem kapitalis sekuler. Pertama, Vaksin berasal dari China yang pasti ini berbicara bisnis . Kedua bukankah semestinya sebuah vaksin mengalami serangkaian uji coba dan itu bukan pada manusia? Ketiga, mental pemimpin kita benar-benar berada pada titik kritis. Bukannya menyelesaikan persoalan pada tempatnya malah mengeluarkan pendapat yang menciptakan polemik. 

Nampak jelas, abainya pengurusan penguasa terhadap rakyatnya. Rakyat dibuat bertanya-tanya, mengapa urusan rakyat terkesan diperlambat dan disepelekan. Tentu di negeri Indonesia ini tak sulit menemukan orang pandai dan ahli menemukan penangkal virus, hal itu pernah dibuktikan oleh mantan menteri kesehatan Sri Supari, namun naas, beliau justru dijebloskan penjara. 

Orang pintar, orang ahli bahkan orang waras hari ini dieliminasi, dengan berbagai alasan dan asumsi. Semua hanya berawal dari syahwat bisnis. Lihat saja bagaimana perlakuan penguasa terhadap pengusaha, baik skala nasional maupun regional, pemberian utang dan berikut kemudahan-kemudahan lainnya disegerakan. Bahkan hingga ukuran rumah tangga diberi pinjaman agar berdaya beli dan menghasilkan keuntungan bagi penguasa ( baca pengusaha).

Lantas, apa dosa rakyat hingga harus menerima hoax dan PHP ( Pemberi Harapan Palsu)? Bahkan pembiayaan negara inipun berasal dari keringat dan darah rakyat. Segala hal dipungut pajak, dari makanan hingga toilet, dari yang mampu atau tidak tetap wajib bayar pajak, bahkan dilabeli orang baik adalah yang taat pajak. 

Masih pula menanggung utang negara yang jumlah bunganya jauh lebih besar daripada pokoknya. Yang tak memberi kesempatan bagi rakyat untuk mencari nafkah dengan leluasa, sebab selain lapangan pekerjaan diberikan kepada asing, juga sumber-sumber daya alam yang seharusnya menjadi kepemilikan umum, hak rakyat ada di dalamnya juga dijual kepada asing untuk dieksplorasi tanpa sisa. 

Rakyatlah yang menanggung dampak, bencana alam akibat rusaknya ekosistem, kemiskinan, kelaparan dan kebodohan. Lantas masih bisa seorang penguasa berkata," rakyat dululah...masak kita". Astaghfirullah..sanggupkah penguasa menghadapi hari akhir dengan keadaan sebagaimana yang didoakan Rasulullah: " Ya Allah, siapa yang mengurusi satu perkara umatku, lalu ia menyulitkan umat, maka persulitlah ia. Dan siapa yang mengurusi perkara umatku, lalu ia memudahkannya, maka permudahlah ia". (H.R. Muslim).

Menurut As-Shan’ani dalam Subul as-Salam, al-Masyaqqah yang bermakna kesulitan atau marabahaya ini, tidak hanya mencakup kesulitan dunia tapi juga kesulitan di akhirat. Doa Nabi saw. di dalam hadis ini, menurut beliau adalah dalil adanya balasan yang setimpal atas perbuatan yang setiap manusia lakukan (al-Jaza’ min Jins al-‘Amal). Ada beberapa ayat Al-Qur’an yang menjadi dalil bahwa perbuatan seorang hamba itu dibalas dengan balasan setimpal, misalnya "Dan balasan keburukan itu, keburukan yang setara' (QS As-Syura: 40)


Siapa yang dimaksud pemimpin dalam hadis tersebut? Jawabannya, hadis tersebut juga ditunjukkan kepada semua manusia, karena setiap kita adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. 

Namun, hadis diatas juga menjadi pengingat bagi pemimpin yang mengurusi hajat hidup orang banyak, maka ia harus mengutamakan kemaslahatan masyarakat yang luas. Jangan sampai zalim kepada masyarakatnya sendiri, sehingga terkena sindiran berupa doa Nabi Saw. tersebut. As-Shan’ani dalam Subul as-Salam menyebut pemimpin harus mengutamakan yang mudah dibandingkan menuntut hak atau tanggung jawab yang begitu berat pada rakyatnya. Juga, pemimpin harus melakukan apa yang membuat Allah mencintainya, sebagai orang yang memegang amanat. 

Wallahu a' lam bish showab.