-->

Pemenuhan Kebutuhan Dasar Rakyat VS Kepentingan Para Kapital

Oleh : Ludfi Lujeng Pangesti 

Penamabda.com - Dari dunia pendidikan dikejutkan oleh berita viral, Dimas Ibnu Elias siswa Sekolah Menengah Pertama asal Rembang, Jawa tengah. Dimas merupakan salah satu murid kurang mampu yang tetap berangkat belajar ke sekolah disaat teman-temannya mengikuti kelas pembelajaran secara online. 

Semangat belajar dimas tidak surut meskipun harus belajar di sekolah sendirian akibat tidak memiliki ponsel pintar, berbeda dengan teman-temannya yang mengikuti pembelajaran secara online. Semangat menuntut ilmu yang tinggi namun tidak memiliki sarana penunjang yang layak untuk belajar. 

Kepala sekolah SMPN 1 Rembang Isti Chomawati mengatakan bahwa barangkali bagi keluarga dimas beras lebih dibutuhkan daripada ponsel pintar dan kuota internet. 

Hal ini menggambarkan jika faktor ekonomi menjadi faktor utama dalam permasalahan pendidikan di saat pandemi. Selain faktor ekonomi terdapat pula faktor pembanguan infrastruktur kebutuhan pokok rakyat yang tidak merata. Seperti yang dilansir oleh IDNTimes Deputi Bidang Pendidikan dan Agama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Agus Sartono mengatakan masih ada puluhan ribu satuan pendidikan yang terkendala jaringan internet. Penerapan pembelajaran secara online tidak sepenuhnya maksimal dapat diterapkan, karena kesetersediaan listrik dan sinyal masih belum bisa dinikmati oleh semua kalangan rakyat secara merata di seluruh Indonesia, meskipun pada dasarnya saat ini listrik menjadi salah satu kebutuhan mendasar rakyat. Ini juga menggambarkan ketimpangan sosisal yang lebar di tengah-tengah kehidupan rakyat, dimana yang kaya bisa mendapatkan akses pendidikan yang mudah dan mumpuni, sedangkan yang miskin harus memikirkan banyak pertimbangan antara membeli beras, pekerjaan yang di PHK, ponsel pintar untuk sekolah atau berkerja online, kuota internet dan lain-lain.

Jika melihat dari usaha pemerintah dalam pembangunan infastruktur secara besar-besaran dalam waktu dekade terakhir ini, tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar rakyat. Misal pembangunan jalan tol yang hanya bisa dinikmati oleh kalangan tertentu saja, dan dengan biaya yang ditanggung oleh rakyat sendiri. Belum lagi kesedihan rakyat dengan naiknya harga tol yang semakin mahal yang juga berakibat kepada naiknya harga logistik karena mahalnya harga pendistribusian barang.

Sementara itu di belahan indonesia yang lain terdapat wilayah yang belum tersentuh listrik sama sekali, mengingat bahwa listrik sudah menjadi salah satu kebutuhan mendasar rakyat yang harus dipenuhi. Pemeratan infrastuktur sebagai salah satu goal dari kepemerintahan saat ini akan sulit diwujudkan jika hanya berfokus kepada daerah perkotaan saja. Mengingat masih banyak wilayah diberbagai penjuru Indonesia masih belum mengenal listrik ataupun sejenisnya. Hal ini yang menyebabkan penetapan pendidikan dan pembelajaran secara daring oleh Kemendikbud tidak bisa berjalan efektif dan efisien. Hal ini pula menggambarkan dengan jelas kepada rakyat bahwa di Indonesia infrastruktur masih belum merata, jikapun ada hanya bisa dinikmati oleh sebagian kalangan saja. 

Pembangunan Infrastruktur di Sistem Demokrasi

Tujuan dari pemerintah membangun infrastruktur di daerah perkotaan maupun di pinggiran kota adalah untuk meningkatkan pendapatan negara. Dengan adanya infrastruktur yang lengkap dan besar akan banyak mengundang investor asing, dan pengelolaannya pun dengan campur tangan asing. 

Meningkatkan pemasukan negara melalui pembangunan infrastruktur tidaklah cukup jika emas, tambang, hutan dan SDA yang berada di negeri sendiri masih belum sepenuhnya dikuasai dan masih menjadi kepemilikan perusahaan asing. Sehingga kesejahteraan rakyat menjadi korban pembanguan ifrastruktur itu sendiri, karena pasalnya infrastruktur itu tidak gratis. Infrastruktur yang seharusnya dibangun untuk pembanguan listrik dan tiang sinyal didaerah terpencil menjadi terbengkalai dan dikesampingkan. Sehingga kesejahteraan rakyat pun masih belum sepenuhnya dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.

Hal berikut bukan lagi menjadi suatu hal yang aneh jika yang mengurus dan mengatur urusan negara adalah tatanan pemerintahan demokrasi. Demokrasi lahir dari ide kapitalisme yang menjalankan sistem kepemerintahan berdasarkan untung rugi. Jika ada profit di dalamnya maka tujuannya adalah untuk mendapatkan keuntungan. Sehingga tidak menjamin kesejahteraan rakyat bisa benar-benar terwujud, jika dirasa pembangunan infrastruktur listrik dibangun di wilayah-wilayah terpencil tidak bisa memberikan keuntungan yang besar untuk pendapatan negara. Dana yang gunakan pun dalam sistem demokrasi untuk pembangunan negara sebagian besar adalah dana hasil hutang ribawi kepada negara lain dengan bunga yang sangat besar.  

Demokrasi akan selamanya memberikan iming-iming kesejahteraan yang tidak bisa sepenuhnya dapat diwujudkan dan bersifat utopis. 

Pembangunan Infrastruktur di Dalam Demokrasi

Hal ini berbeda dengan sistem pemerintahan Islam, di dalam Islam membangun infrastuktur dan meratakan ekonomi di seluruh negeri merupakan kewajiban khalifah yang harus dipenuhi. Dasarnya adalah kaidah, “Mâ lâ yatim al-wâjib illâ bihi fahuwa wâjib (Suatu kewajiban yang tidak bisa terlaksana dengan baik karena sesuatu, maka sesuatu tersebut hukumnya menjadi wajib). 

Diceritakan dari sebuah buku The Great Leader of Umar bin al-Khaththab, halaman 314 – 316 yang menceritakan bahwa Khalifah Umar menyediakan pos dana khusus dari Baitul Mal untuk mendanai infrastruktur negara. Seperti jalan umum, irigasi dan semua ihwal tentang pemenuhan segala sarana dan prasarana negara. Tentunya dana yang digunakan bukan dari hasil utang ribawi seperti saat ini, yang justru memberikan dampak yang lebih buruk untuk negara dimasa depan. Khalifah umar pada saat itu juga membangun banyak sekali tempat-tempat yang layak dan gratis, salah satunya seperti membangun pos (semacam rumah singgah) yang disebut dengan Dar ad-Daqiq. Di pos tersebut disediakan kurma, roti, dan berbagai macam makanan untuk ibnu sabil (orang yang dalam perjalan) dan tamu yang kehabisan bekal, dan tentu saja gratis. Tempat untuk bisa bermalam pun disediakan dengan layak dan gratis pula. 
Khalifah Umar juga juga melakukan proyek-proyek pembangunan, proyek tersebut direalisasikan untuk membuat sungai, teluk, memperbaiki jalan, membangun jembatan dan bendungan yang menghabiskan anggaran negara dengan jumlah yang sangat besar. Dengan spirit ketaatan dan menjalankan syari’at Islam inilah Khalifah umar benar-benar serius dalam menjadi pelayan rakyat dengan menyempurkan infrastruktur yang layak dan merata. 

Khalifah Umar juga melakukan perencanaan keuangan dan pembangunan. Dengan penerapan Islam untuk mengatur disetiap lini kehidupan kesejahteraan rakyat muslim maupun non muslim bisa benar-benar mampu diwujudkan. Karena Islam diturunkan tidak hanya untuk kesejahteraan muslim saja tapi untuk seluruh alam, yang termasuk di dalamnya non muslim, hewan, tumbuhan, alam dan lain-lain. 

WaAllahu A’lam Bish Showab