-->

Karut Marut Pendidikan di Tengah Pandemi Bukti Kegagalan Kapitalisme

Oleh : Luluk Afiva

Penamabda.com - Di tengah pandemi ini masyarakat mengalami dilema antara pembelajaran langsung di sekolah atau pembelajaran jarak jauh (daring), sebab jika pembelajaran langsung di sekolah mereka khawatir terhadap resiko penularan covid yg masih sangat besar, sedangkan jika memilih pembelajaran daring mereka terkendala, gawai, sinyal, dan biaya untuk Quota apalagi kondisi ekonomi sedang sulit.

Sayangnya ditengah pro kontra tersebut pemerintah menetapkan pembelajaran tahun ajaran baru dengan pembelajaran daring. Dimana selama berlangsungnya pembelajaran daring banyak terjadi permasalahan, baik dari pihak guru, siswa dan juga orang tua.

Sebagaimana dilansir oleh media Indonesia, Dimas Ibnu alias SMP negeri 1 Rembang yang tidak punya gawai sebagai sarana belajar daring berangkat ke sekolah untuk belajar meskipun sendirian di sekolah tersebut, begitu pula pak Hartono seorang guru di SD 1 desa Cabak kecamatan Tlogowungu setiap hari berkeliling mendatangi rumah murid-muridnya untuk memberikan pelajaran karena sebagian besar siswa yang tidak punya gawai.

Selain itu juga ada beberapa siswa didaerah pegunungan diperbatasan Sumowono kabupaten Semarang temanggung, setiap hari mereka harus berjalan hingga satu kilometer dari desanya untuk mencari sinyal. Bahkan yang lebih tragis demi membeli kuota internet seorang siswi sekolah menengah pertama (SMP) di Batam nekat menjual dirinya melalui penyalur prostitusi online dengan tarif sekali kencan dipatok Rp 500.000 ( kompas, 29/07/2020).

Inilah potret gambaran pendidikan dinegeri ini, pendidikan yang merupakan salah satu sektor kunci dalam menentukan nasib bangsa kedepan penuh dengan masalah yang pelik dan tak kunjung usai. pendidikan juga gagal mencetak generasi yang berkarakter dan bermoral mereka menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, sebagai yg terjadi pada siswi di Batam.

Pembangunan infrastruktur yang menjadi prioritas pembangunan tak menyentuh problem mendasar dan kebutuhan rakyat. pembangunan ala kapitalisme telah memaksa puluhan juta pelajar kehilangan hak pendidikannya, padahal pendidikan adalah kebutuhan dasar bagi masyarakat. Pendidikan pulalah yang mencetak generasi penerus bangsa.

Pembangunan ala kapitalisme tidak terintegrasi demi terpenuhi kebutuhan dasar warga negaranya, hanya dipersembahkan untuk korporasi, termasuk infrastruktur  yang berhubungan langsung dengan jaringan didaerah-daerah agar terlaksana pembelajaran secara efektif tidaklah menjadi prioritas. Pendidikan juga dikendalikan oleh korporasi sehingga arah pendidikan disesuaikan dengan kepentingan industri, sekolah hanya mencetak generasi yang siap bekerja bukan generasi yang siap membangun bangsa dan negara.

Berbeda dengan pembangunan infrastruktur dalam sistem Islam yang berporos pada umat. Pemerintah akan menjamin kebutuhan dasar rakyatnya dan menempatkannya sebagai prioritas utama dalam pembangunan. 

Dalam kondisi apapun, kebutuhan dasar umat harus terpenuhi. Baik dalam kondisi normal, apalagi dalam kondisi pandemi yang mengharuskan negara terlibat lebih jauh dalam urusan pemenuhan kebutuhan warganya. Termasuk pendidikan yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat, maka negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi hak mereka dan negara mempunyai kendali penuh terhadap sektor ini. 

Sistem pendidikan dalam Islam memiliki tujuan untuk membentuk kepribadian Islam yang kokoh, menguasai pemikiran Islam dengan handal, menguasai ilmu-ilmu terapan ( pengetahuan, ilmu dan tekhnologi/IPTEK) dan memiliki keterampilan yang tepat guna dan berdaya guna. Sehingga dengan tujuan tersebut kurikulum dalam Islam tidak akan menyesuaikan dengan kebutuhan industri yang terjadi sekarang.

Pengalokasian dana yang besar terhadap sektor pendidikan, juga tata kelola pemerintah yang berorientasi pada kepentingan (kemaslahatan) umat akan menjadikan sekolah-sekolah merata dalam pembangunannya dan terdepan dalam tekhnologinya.

Begitupun juga jika terjadi wabah (pandemi) maka negara akan sigap mencari jalan terbaik agar seluruh warga mendapatkan hak pendidikannya, selain itu karena fokus pembangunan pada kemaslahatan umat, ketimpangan infrasturktur antara perkotaan dan pedesaan tidak akan terjadi, memang perbedaan fisik pastilah terjadi antara kota dan desa. Namun pemerataan pembangunan yang dimaksud adalah pembangunan yang sesuai dengan Kebutuhan.

Adapun dengan tekhnologi telekomunikasi, jika pandemi mengharuskan manusia menjaga jarak. Lalu pembelajaran daring harus dilakukan maka khilafah akan dengan mudah menyelesaikan persoalan tersebut. Karena tidak ada problem ketimpangan antara kota dan desa.

Selain itu khilafah pun akan mengeluarkan kebijakan yang sejalan dengan misi utamanya saat pandemi,yaitu menghentikan wabah dan berusaha keras mencari obat (vaksin) untukenyelamatkan umat manusia, sehingga pandemi akan cepat berakhir dan pendidikan akan kembali normal.

Sudah saatnya beralih dari sistem kapitalisme-sekulerisme dibawah naungan demokrasi yang pro korporasi menuju sistem yang pro pada umat (rakyat).