-->

Apakah Islam Agama Intoleran?

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
(Institut Literasi dan Peradaban) 

Penamabda.com - Wacana menyudutkan Islam intoleran kembali mencuat. Kemenag kembali menyuarakan sertifikasi dai pengisi ceramah di masjid. Menteri Agama Fachrul Razi menyatakan bahwa program dai/penceramah bersertifikat segera digulirkan dalam waktu dekat. Ia menegaskan program tersebut sudah dibahas oleh Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
"Kemenag pada tri wulan ketiga ini akan punya program dai bersertifikat. Ini sudah dibahas bersama dalam rapat dengan Wapres," kata Fachrul dalam keterangannya dikutip dalam situs Kemenag, Kamis (CNN Indonesia, 13/8/2020)

Lebih lanjut, Fachrul menegaskan program tersebut bertujuan untuk mencetak dai yang berdakwah di tengah masyarakat tentang Islam rahmatan lil alamin. Ia pun berharap ke depannya masjid-masjid bisa diisi oleh para dai-dai bersertifikasi.

Mengapa wacana sertifikasi hanya diperuntukkan dai agama Islam, sedangkan agama lain tidak? Padahal Indonesia secara hukum mengakui agama resmi di Indonesia tidak hanya Islam. Dan masing-masing agama tadi bukan tidak mungkin juga memiliki potensi memicu tindakan intoleran.

Faktanya, yang dimaksud dengan memberikan sertifikasi kepada para da'i itu tidak berimbas pada apapun, gaji atau tunjangan hidup misalnya. Namun hanya pembatasan pada konten atau isi ceramah yang bakal disampaikan kepada umat. Disesuaikan dengan kehendak negara, yang artinya pula bakal ada celah mengubah, entah itu mengurangi atau menambah dari sesuatu yang sudah baku.

Padahal, tanpa pembatasan umat Islam telah memiliki pedoman yang jika berpegang teguh padanya tidak akan mungkin tersesat. Yaitu Alquran dan As Sunnah. Seorang da'i atau pendakwahpun juga bukan orang yang asbun alias asal bunyi, menyampaikan syiar agama berdasarkan hawa nafsunya, jelas selain ia adalah orang berilmu juga harus bertakwa, sebab dengan statusnya berikut amal yang ia kerjakan ia adalah orang pertama yang semestinya takut dilaknat Allah, sebagaimana firman Allah dalam Quran surat As-Shaff: 2-3 yang artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” 

Artinya ketakukan pemerintah, yang ditularkan dalam ucapan Kemenag adalah sesuatu yang dibuat-buat. Dengan tujuan apalagi jika tidak untuk memecah belah kaum Muslim? Sebab ketika wacana itu benar-benar digoalkan, bagi umat yang awam akan mengira bahwa dai tanpa sertifikat adalah yang buruk bahkan menjadi musuh Islam. Mengerikan bukan dampaknya?

Lantas, apakah benar terwujud keadaan Rahmatan Lil Alaamin sesuai kehendak Kemenag? Penulis yakin tidak akan. Sebab memang bukan itu tujuannya, jelas wacana ini lahir dari niat mereka yang benci Islam. Jika negara berdiri untuk mengatakan ini, maka bisa diperhatikan betul kepada siapa negara berpihak dan apa yang penguasa lakukan untuk agama. 

Depagpun sebagai lembaga yang ditunjuk untuk mengeluarkan serfikat dai juga tak punya kewenangan. Semestinya sebagai pihak pemerintah juga turut mensyiarkan Islam sebagai agama Rahmatan Lil Aalamin yang sekaligus menjadi agama mayoritas penduduk Indonesia. Relakah bapak Fahri Razi yang juga seorang Muslim agama yang ia yakini disudutkan bahkan dianggap sebagai pemicu intoleransi?

Depag sendiri sebagai badan negara yang mengurusi agama,  jejak digitalnya juga tak terlalu bagus, bagaimana kelayakan sebuah sertifikasi buat pendakwah diberikan oleh lembaga yang selama ini para menterinya berurusan hukum karena keterlibatanya dengan korupsi?
Maka sebagai Muslimah yang baik, bagian dari agama yang sempurna, yang dibawa oleh Rasulullah, manusia paling utama sekaligus dicintai Allah SWT, tentu tak akan tinggal diam melihat fakta ini. Ada banyak pihak yang berusaha menenggelamkan Islam, dengan narasi-narasi tanpa bukti, maukah kita dimasukkan ke dalam golongan yang dilaknat Allah dengan ikut memperolok-olok agama sendiri dan menjadikannya permainan? Allah berfirman dalam Quran At -Taubah:65-66 yang artinya ;

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya BERSENDA GURAU dan BERMAIN-MAIN saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu BEROLOK-OLOK?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman…"

Sungguh berat azabnya, sebab Allah menyamakan dengan orang kafir atau yang telah keluar dari agama Islam. Naudzubillah. 

Dan inilah yang menjadi watak kapitalisme, dengan asasnya sekulerisme. Hanya berusaha mengambil manfaat, yaitu terusnya faham ini berlaku bagi pengaturan manusia. Sama saja apakah mereka mengakui adanya Tuhan atau tidak, tapi mereka sepakat memisahkan agama dari kehidupan. Dan Islam menjadi musuh abadi mereka. Jelas harus dibuang sebab akan terus menerus menimbulkan konflik dalam masyarakat. 

Wallahu a' lam bish showab.