-->

Polemik Bantuan Tunai untuk Karyawan Swasta

Oleh : Nurwati, ST

Penamabda.com - Kabar gembira datang untuk para karyawan yang bergaji kurang dari 5 juta rupiah perbulan. Sebab mereka akan menerima bantuan subsidi upah (BSU) dari pemerintah senilai 600 ribu tiap bulannya. Dengan syarat, mereka terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan dan belum menerima bantuan pemerintah selama masa pandemi. Menurut rencana, bantuan ini bisa dicairkan akhir Agustus 2020 mendatang.

Bantuan tunai ini akan diberikan selama 4 bulan. Dengan total penerimaan 2,4 juta rupiah per orang. Erick Thohir selaku Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional mengatakan, BSU akan langsung ditransfer per dua bulan ke rekening masing-masing pekerja untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan.

Alasan yang dikemukakan pemerintah ketika menetapkan program bantuan subsidi upah (BSU) kepada karyawan tak lain adalah untuk mendorong laju konsumsi di masyarakat. Sehingga perekonomian bisa kembali bergerak dan pulih dari krisis.(Kontan.co.id, 12 Agustus 2020). Tak tanggung-tanggung, pemerintah telah menganggarkan dana sebesar 31,2 triliun untuk program BSU ini.

Mencermati program bantuan untuk pegawai swasta tersebut, setidaknya ada beberapa hal yang perlu dikritisi. Pertama, bantuan tidak tepat sasaran. Sebab bantuan menyasar pegawai swasta yang masih memiliki penghasilan dan mampu memenuhi kebutuhan pokoknya. Sementara itu banyak pekerja harian, buruh lepas, tenaga honorer yang terkena dampak lebih parah akibat pandemi covid-19. Selain itu, data Kementerian Ketenagakerjaan yang  yang dirilis pada 7 April 2020 menyebutkan munculnya pengangguran baru akibat pandemi. Ada sebanyak 873.090 pekerja yang terpaksa dirumahkan, sementara 137.489 pekerja di-PHK. Golongan inilah yang lebih layak mendapatkan bantuan dari pemerintah.

Kedua, bantuan bersifat diskriminatif. Karena yang berhak mendapat bantuan tunai subsidi upah hanyalah mereka yang terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Lalu bagaimana dengan pekerja yang tidak terdaftar BPJS Ketenagakerjaan? Bukankah mereka sama-sama berjasa dalam mendongkrak perekonomian negara?

Ketiga, bantuan berpotensi gagal menggerakkan perekonomian. Sebab, penerima bantuan adalah orang-orang yang tidak kaya tapi masih mampu memenuhi kebutuhan pokoknya. Di tengah kondisi ekonomi yang tak menentu, bantuan tunai berpeluang digunakan untuk simpanan, sebagai antisipasi kebutuhan mendesak di masa yang akan datang. 

Karenanya, seharusnya pemerintah lebih serius dalam mencari solusi untuk menggerakkan roda ekonomi. Agar hasilnya bisa dinikmati oleh seluruh rakyat dan ekonomi segera pulih meski pandemi belum usai. Jangan sampai menggelontorkan dana besar, namun justru blunder yang terjadi. Permasalahan bantuan subsidi upah ini semakin menegaskan bahwa sistem ekonomi kapitalisme yang bercokol erat di Indonesia terbukti gagap dalam menghadapi wabah. 


Islam berbeda dengan kapitalisme. Islam adalah satu-satunya sistem yang sempurna dan paripurna, rancangan Allah SWT. Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya:

... اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَـكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَـكُمُ الْاِ سْلَا مَ دِيْنًا....

"...Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu..."
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 3)

Sistem Islam merupakan sistem yang unik dalam memandang permasalahan manusia. Islam memberi solusi atas persoalan manusia dengan solusi yang menyeluruh bukan sepotong-sepotong. Karenanya, sistem Islam akan mewujudkan rahmatan lil 'alamin hanya jika diterapkan secara kaffah dalam naungan khilafah. Begitu pula solusi Islam dalam menyelesaikan gejolak ekonomi akibat wabah, semua terkait erat dengan aspek penataan akses mobilitas manusia, aspek kesehatan, pendidikan, ibadah, dan aspek lainnya.

Ketika wabah muncul di suatu wilayah, khilafah akan mengambil kebijakan lockdown di wilayah tersebut. Siapa saja yang berada diluar wilayah, ia tidak diperbolehkan masuk. Begitu pun bagi warga yang tinggal di area wabah, mereka tidak boleh keluar. Pelarangan mobilitas warga tersebut ditetapkan dalam rangka merealisasikan hadits Rasulullah tentang karantina wilayah serta untuk mencegah meluasnya wabah ke wilayah lain. Aktivitas perekonomian di wilayah yang tidak terkena wabah tetap berjalan normal. Sehingga, kemunculan wabah tidak berdampak besar pada perekonomian khilafah.

Di area wabah, khilafah juga wajib memisahkan orang yang sehat dengan orang yang sakit. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW berikut:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُورِدَنَّ مُمْرِضٌ عَلَى مُصِحٍّ
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah yang sakit dicampurbaurkan dengan yang sehat.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

Pemisahan orang sehat dengan orang terjangkit wabah mengharuskan adanya 3T, yakni Test, Treatment, Tracing. Rakyat harus diberikan test secara berkala untuk mengetahui apakah ia terjangkit wabah ataukah tidak. Rakyat yang terbukti terkena wabah harus dikarantina (treatment). Khilafah wajib memberikan pelayanan kesehatan yang layak bagi mereka dengan menggunakan dana dari baitul mal. Khilafah juga wajib mendukung penuh setiap upaya untuk menghentikan persebaran wabah, baik penelitian, upaya medis, pembuatan vaksin, dan sebagainya. 

Sementara itu, warga yang sehat dibolehkan beraktivitas seperti biasa, baik bekerja, sekolah, beribadah, serta aktivitas lainnya. Sehingga orang yang sehat tetap produktif dan bisa menopang kebutuhan pribadinya. Sehingga, munculnya wabah tidak serta merta membebani anggaran negara. Adapun tracing dilakukan dengan menelusuri kontak antara pasien dengan orang lain. Hal ini penting untuk mengetahui potensi penularan wabah. 

Khilafah juga wajib menjamin kebutuhan pokok rakyat, baik melalui mekanisme nafkah maupun mekanisme pemberian bantuan. Mekanisme nafkah adalah dengan adanya kewajiban bagi semua laki-yang sudah dewasa untuk bekerja dan menafkahi keluarganya. Ini berlaku apabila mereka sehat dan tidak ada halangan syar'i, seperti sakit berat, cacat, terjangkit wabah, atau gila. Jika mekanisme nafkah ini tidak berjalan karena halangan syar'i, maka keluarga, saudara, dan kerabatnya yang wajib memenuhi kebutuhan pokoknya. Jika tidak ada yang mampu, maka kewajiban berpindah ke tangan negara.

Mekanisme bantuan ditempuh khilafah dengan memberikan santunan secara cuma-cuma kepada rakyat yang membutuhkan. Tanpa dilabeli syarat-syarat yang menyulitkan. Dana bantuan untuk rakyat ini diambil dari baitul mal. Khilafah juga mendorong setiap individu rakyat untuk saling tolong-menolong dalam menghadapi wabah. Dan dalam kondisi darurat, khilafah boleh menetapkan kebijakan pajak yang diambil dari para muslim aghniya (orang muslim yang kaya). 

Seperti inilah gambaran bagaimana khilafah mengatur ekonomi dan bantuan untuk rakyat ketika menghadapi wabah. Semoga dengan semakin mengenal khilafah, bukan hanya kerinduan yang makin memuncak, tapi perjuangan untuk mewujudkan khilafah juga semakin kuat. 

Wallahu a'lamu bish shawabi.