-->

Sekulerisme Pangkal Utama Kebijakan Moderasi Agama

Oleh: Najah Ummu Salamah (Forum Peduli Generasi dan Peradaban) 

Penamabda.com - Perubahan kurikulum baru di madrasah ramai dibicarakan warganet di media sosial setelah diberlakukannya KMA 183 Tahun 2019 dan KMA 184 Tahun 2019. 

Melalui media sosial Twitter, banyak yang mempertanyakan apakah mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Bahasa Arab di madrasah akan dihapuskan. 

Seperti diketahui, surat edaran dari Ditjen Pendidikan Islam Kemenag poin ke-3 berbunyi: Dengan berlakunya Keputusan Menteri Agama (KMA) 183 Tahun 2019 dan KMA 184 Tahun 2019, maka mulai Tahun Pelajaran 2020/2021 KMA Nomor 165 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Mata Pelajaran PAI dan Bahasa Arab di Madrasah sudah tidak berlaku lagi.

Kepala Seksi Humas Kementerian Agama Khoiron Durori menjelaskan bahwa pada tahun pelajaran 2020/2021 madrasah menggunakan kurikulum yang baru.

Menurut Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Kemenag A. Umar materi yang disajikan dibuat untuk menyiapkan anak bangsa menghadapi hidup di abad 21.

Beliau mengatakan ada materi dalam KMA 183 Tahun 2019 dan KMA 184 Tahun 2019 mengenai sejarah khilafah, jihad, dan moderasi beragama.

Materi-materi tersebut diletakkan secara korelatif dalam berbagai bentuk perjuangan umat Islam sejak zaman nabi sampai dengan perkembangan Islam masa kini dalam membangun peradaban bangsa.

Buku madrasah menyajikan materi jihad dalam perspektif perjuangan membangun peradaban dengan menggali makna dan menanamkan nilai-nilai perjuangan dari masa perjuangan Rasulullah, sahabat, walisongo hingga para ulama untuk membangun peradaban baru yang melahirkan khazanah keilmuan dan keislaman.

Menurut Umar, pembelajaran khilafah disajikan pada buku ini dalam perspektif sejarah untuk menjelaskan karakteristik dan pola kepemimpinan Rasulullah dan Khulafa’ur Rasyidin dalam membangun masyarakat Madinah sampai masa Islam modern yang diwarnai dengan nilai jihad dan moderasi beragama dalam menjaga keberagaman dan memperkuat civic society.

(Kompas.com, 11/7/2020)

👣Sebuah Upaya Mendistorsi Ajaran Islam.

Kurikulum madrasah memang mencakup mata pelajaran umum dan agama.

Pelajaran agama terdiri atas Qur'an hadits, fiqih, aqidah akhlaq, bahasa Arab, dan sejarah kebudayaan Islam.

Selama ini semua materi dan kurikulum sudah cukup sesuai dengan tsaqofah dan pemahaman Islam yang berdasar Al-Qur'an dan Sunnah. Tidak ada yang perlu di ubah.

Perubahan kurikulum pada materi agama seperti yang disampaikan sebelumnya lebih karena semangat untuk moderasi ajaran agama Islam.

Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin mengatakan dalam konteks Pendidikan Islam, moderasi beragama berarti mengajarkan agama bukan hanya untuk membentuk individu yang saleh secara personal, tetapi juga mampu menjadikan paham agamanya sebagai instrumen untuk menghargai umat agama lain.  (Bisnis.com, 11/3/2019)

Hal ini sejalan dengan upaya Barat untuk mengkampanyekan Islam moderat. Agar umat Islam tetap mau menerima nilai-nilai dan pemikiran mereka. Berislam tetapi tetap mengambil ide sekulerisme, pluralisme, liberalisme, nasionalisme, kapitalisme dan demokrasi.

Dengan mengubah kurikulum pada materi jihad, khilafah dan moderasi agama berarti ada upaya untuk mendistorsi ajaran Islam. Upaya menjadikan materi jihad dan khilafah sebatas sejarah tempo dulu. Bukan sebuah ajaran Islam yang wajib ditunaikan pemeluknya.

Materi jihad dan khilafah adalah khasanah fiqih Islam. Bukan bagian dari sejarah kebudayaan Islam. Artinya jika ada moderasi materi agama Islam berarti ada upaya menjadikan ajaran Islam sebatas keilmuan tanpa semangat penerapan. Lalu apa bedanya dengan sekulerisme. Sebuah upaya memisahkan Islam dari kehidupan umatnya.

Padahal sejarah telah membuktikan negri ini merdeka dari para penjajah karena semangat jihad fii sabilillah. Begitupun terkait khilafah, kerajaan-kerajaan Islam di nusantara memiliki hubungan yang sangat erat dengannya. Para wali yang berdakwah di Nusantara adalah utusan Khalifah.

👣Selaras Dengan Upaya Barat Mengkampanyekan Sekulerisme.

Fenomena kesadaran umat Islam untuk kembali kepada ajaran Islam sangat kuat akhir-akhir ini. Di Indonesia sendiri, hal tersebut semakin nampak pasca aksi 212 beberapa tahun silam hingga kini. Gelombang hijrah di kalangan generasi milenial cukup tinggi. Keinginan umat Islam untuk menerapkan syariah dalam bingkai Khilafah tak terbendung lagi.

Sebaliknya umat Islam mulai meninggalkan nilai-nilai barat yang selama ini dikampanyekan di negri-negri muslim.
Demikian kekhawatiran Barat akan kebangkitan umat Islam. Maka, melalui berbagai macam cara mereka tak henti-hentinya memusuhi Islam dan umatnya. Termasuk mengubah kurikulum mata pelajaran agama. Mereka berupaya umat Islam mengambil ide Sekulerisme. Memisahkan agama dari kehidupan.

Kita ingat bahwa Barat termasuk umat Yahudi dan Nashrani tidak akan pernah ridha, sampai kita umat Islam mengikuti ajaran mereka.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 120)

Maka, sudah selayaknya umat memahami hal ini. Bahwa upaya moderasi agama semata untuk menjauhkan umat Islam dari ajaran Islam Kaffah. Sebuah upaya sekulerisasi. Supaya mereka mampu menghalangi kebangkitan Islam yang kedua. Sebuah penerapan syariah Islam dalam naungan khilafah. (Wallahu a'lam bi ash-showab)