-->

Kasus Baru Covid-19 Melonjak; Karena Tes Massif ataukah New Normal?

Oleh: Siti Fatimah (Pemerhati Sosial dan Generasi)

Penamabda.com - Pemerintah melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 telah memberikan lampu hijau bagi sembilan sektor ekonomi untuk kembali beroperasi di tengah penerapan kebijakan new normal pada awal Juni 2020.
Sembilan sektor yang ditetapkan untuk dibuka kembali tersebut meliputi pertambangan, perminyakan, industri, konstruksi, perkebunan, pertanian dan peternakan, perikanan, logistik dan transportasi barang.

Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menuturkan bahwa sembilan sektor tersebut dinilai memiliki risiko ancaman Covid-19 yang rendah, namun menciptakan lapangan kerja yang luas dan mempunyai dampak ekonomi yang signifikan. (21/6/2020 bisnis.com)

Namun kebijakan new normal yang diambil pemerintah ini menuai banyak kritikan. Salah satu diantaranya adalah Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra yang meyinggung masalah pembukaan 9 sektor yang dianggap mampu menopang roda perekonomian supaya tetap berjalan. 

“Inilah risiko pembukaan sektor-sektor tersebut, kita sekarang mengalami kenaikan kasus secara konsisten di atas 1.000 per hari. Lonjakan ini terjadi di berbagai wilayah seperti Jawa Timur dan Jawa Tengah yang cukup signifikan,” kata Hermawan melalui pesan suara kepada Bisnis, Jakarta, pada Minggu (21/6/2020).

Sepertinya kebijakan new normal yang diambil oleh pemerintah telah memberikan image kepada sebagian besar masyarakat bahwa kondisi saat ini terkait pandemi dianggap sudah kembali normal. Banyak dijumpai warga yang tidak memakai masker saat keluar rumah. Bahkan tak segan- segan melanggar aturan social distancing. Mereka tidak takut lagi berada di kerumunan massa. Di pasar-pasar tak sedikit yang dikejar-kejar petugas Satpol PP karena kedapatan berbelanja tanpa masker sehingga dikenakan sanksi sosial membersihkan jalan/trotoar/koridor tempat transaksi jual beli di area pasar.

Bahkan baru-baru ini telah viral baik di media sosial maupun media mainstream acara resepsi pernikahan berujung petaka yang terjadi di Semarang Jawa Tengah. Ibu mempelai meninggal dunia dan 30 orang tamu undangan yang hadir diketahui positif tertular covid-19. Selain itu, adik pengantin juga dikabarkan meninggal seusai berjuang melawan infeksi virus mematikan ini. Tak hanya itu, takmir masjid yang digunakan sebagai tempat akad pernikahan pun juga ikut terinfeksi. (jogja.suara.com, 22/06/2020)

Namun, pemerintah membantah bahwa melonjaknya kasus baru tersebut akibat dari kebijakan new normal. Penambahan ini menurut mereka lebih disebabkan  massif-nya tes yang diadakan oleh pemerintah. Juru Bicara Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menyebut masih tingginya kasus baru Covid-19 karena pelacakan yang dilakukan secara agresif.

"Penambahan ini sangat signifikan di beberapa daerah karena kontak tracing dari kasus konfirmasi positif yang kami rawat lebih agresif dilaksanakan dinas kesehatan di daerah," kata Yurianto dalam keterangannya di Graha BNPB, Jakarta, Sabtu sore. (2
nasioanal.kompas.com, 20/06/2020)

Sejak awal banyak yang tidak sepakat terhadap penerapan kebijakan new normal. Hal ini disebabkan karena situasi pandemi masih belum membaik, jumlah penambahan kasus baru makin meningkat setiap harinya. Bahkan di Surabaya saja penambahan pasien dalam sehari mencapai 105 orang sehingga total jumlah kasus positif menjadi 4.572 orang tercatat tanggal 21/6/2020. (surya.co.id)

Tapi anehnya dengan jumlah pasien covid-19 tertinggi yang disandang kota Surabaya (belum lagi ditambah Sidoarjo dan Gresik), Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Jatim) malah meraih dua penghargaan dalam Lomba Inovasi New Normal Life yang diselenggarakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Padahal, Provinsi Jawa Timur menjadi wilayah dengan kasus positif Covid-19 tertinggi di Indonesia. Sebanyak 10.886 kasus positif Covid-19 tercatat di Jawa Timur hingga Jumat (26/6/2020), melebihi DKI Jakarta yang sebelumnya berada di peringkat pertama.

Sungguh ironi, di saat rakyat sedang kesusahan menghadapi pandemi, pemerintah justru mengadakan lomba yg dinilai sangat tidak wajar dan terkesan mengada-ada. Pemerintah benar-benar tidak peka terhadap situasi dan kondisi rakyatnya, membiarkan pemeriksaan rapid test sebagai persyaratan ini dan itu menjadi ajang mencari keuntungan alias dijadikan bisnis oleh oknum-oknum yang tidak punya hati nurani dan empati. 

Mengingat dana penanggulangan pandemi yang dikeluarkan sangatlah besar, pemerintah seharusnya membebaskan biaya test covid-19 terhadap seluruh rakyatnya karena dalam Sistem Pemerintahan Islam kesehatan merupakan salah satu hak warga negara yang mutlak harus dipenuhi seperti kebutuhan akan sandang, pangan dan papan juga pendidikan tanpa membeda-bedakan status sosial. Memastikan kondisi kesehatan individu melalui test masal, mengkarantina dan merawat mereka yang berstatus positif. Memenuhi kebutuhan hidup keluarganya yang otomatis telah menjadi ODP selama menjalani masa perawatan.
Mereka yang negatif bisa beraktifitas normal, bekerja mencari nafkah sehingga tidak memerlukan bantuan akibat lockdown yg selama ini diterapkan oleh pemerintah secara parsial sehigga roda perekonomian bisa tetap berjalan. Bukan malah menerapkan kebijakan new normal disaat pandemi berada pada titik puncaknya.

Dalam Sistem Pemerintahan Islam nyawa satu jiwa adalah sangat berharga (terutama nyawa seorang Muslim yang tidak berdosa), maka pemerintah sebagai institusi yang berkewajiban mengatur negara harus benar-benar melindungi keselamatan seluruh rakyatnya. 

Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِغَيْرِ حَقٍّ

“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).

Sayangnya, saat ini dunia tengah dibelenggu oleh kapitalisme global dimana materi lebih berharga dan lebih penting dari pada nyawa seorang anak manusia. Ketakutan pemerintah akan runtuhnya perekonomian nasional jauh lebih penting dari pada keselamatan saudara-saudara kita, lebih penting dari keselamatan para tenaga medis dan para dokter yang berjuang digarda terdepan mempertaruhkan keluarga dan nyawa. Dalam kapitalisme, rakyat selalu diperas bahkan dijadikan tumbal demi perekonomian tetap berjalan, melalui kebijakan New Normal yang justru membuat hidup menjadi tidak normal.  Wallahua'lam. []