-->

Ilusi Sejahtera di Negara Oligarki dan Keniscayaan di Bawah Naungan Khilafah

Oleh : Nisfah Khoirotun Khisan
(Komunitas Muslimah Arsitek Peradaban) 

Penamabda.com - Dua tahun berjalan selama masa pemerintahan dua periode yang berkuasa di negeri ini, semakin tampak bahwa pengelolaan kekuasaan berdasarkan paradigma neolib good governmen, yang berkelindan dengan agenda neoliberal SDGs (Subtainable Development Goals) dan sistem politik demokrasi - sistem ekonomi kapitalisme berikut keseluruhan sistem kehidupan sekulerisme itu sendiri, hanyalah menjadi ruang subur bagi model pemerintah oligarki. Yakni, pemerintah yang berwatak dzalim, bengis dan kejam. 

Sementara relasi pemerintah terhadap rakyat hanyalah dijiwai sebatas aspek kewirausahaan (untung-rugi), dan minus aspek pelayanan, ketulusan dan kasih sayang. Pada akhirnya, kesejahteraan yang dijanjikan pada masa kampanye hanyalah menjadi ilusi belaka tanpa realisasi nyata, meski berbagai persoalan akut berusaha ditutupi pemerintah dengan kemajuan teknologi revolusi industri 4.0.
Nyatanya pemerintah tidak dapat menyembunyikan perannya sebagai pemimpin dalam sistem demokrasi ini yang harus berlepas tangan dari pengurusannya terhadap pemenuhan hajat hidup rakyat. Sebab, demikianlah pemerintahan yang baik dalam pandangan neolib yang hanya berfungsi sebagai regulator atau fasilitator. Pembuat aturan bagi agenda korporasi sebagai operator penguasa dan pebisnis hajat hidup publik. Pemerintah cukup mengurusi kelompok miskin dengan standar pelayanan minimalis. Misalnya, pemerintah menyerahkan kepengurusan pemenuhan akan pelayanan kesehatan publik pada operator korporasi BPJS Kesehatan. 

Selanjutnya, publik harus berhadapan dengan kepentingan bisnis BPJS Kesehatan agar memperoleh hak pelayanan. Parahnya, meski dibebani biaya finansial di luar kapasitasnya, namun pelayanan kesehatan yang dibutuhkan belum tentu diperoleh, karena tunduk pada agenda bisnis BPJS Kesehatan. Akhirnya, kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat pun turut dipertaruhkan, contoh lain terkait unit teknis pelaksana fungsi negara dikelola atas dasar untung rugi oleh korporasi untuk korporasi dalam bidang pendidikan tinggi berupa adanya  Badan Layanan Umum dan PTN BH (Pendidikan Tinggi Negeri Berbadan Hukum); Puskesmas dan rumah sakit berupa Badan Layanan Umum/ Daerah. 

Akibatnya, rakyat tidak saja kehilangan hak, pelayanan yang diberikan pemerintah kepada rakyat sangat mahal, minimalis dan diskriminatif, pada pendidikan tinggi misalnya mahasiswa dibebani Uang Kuliah Tunggal dan pelayanan minimalis Bidik Misi, begitu juga pada pelayanan di puskesmas dan rumah sakit pemerintah, yang telah ditetepkan unit cost-nya sehingga tidak sekali dua kali diberitakan jenazah orang miskin dibawa dengan angkutan umum seadanya karena tidak mampu membayar biaya sewa ambulance, ini jelas sangat tidak manusiawi. Belum lagi para pengamat yang mencium gelagat adanya dinasti politik yang dilakukan pemerintah jokowi, jelas saja anak dan menantunya yang mendaftarkan diri pada pilkada tahun ini sebagai kepala daerah dan upaya tetap dilaksanakannya pilkada meskipun ditengah pandemi. https://nasional.kompas.com/read/2020/07/18/13470831/pengamat-bisa-dikatakan-jokowi-sedang-bangun-dinasti-politik

Reinventing Government: Matinya Fungsi Negara

Dalam dunia demokrasi politik oligarki yg dibangun oleh parpol yang berkuasa dan politik dinasti dilakukan atas individu. Penguasa adalah keniscayaan dalam  demokrasi. 

Demokrasi meniscayakan pemenang mendapat suara terbanyak. Bisa diraih dengan dana besar, ketenaran atau pun pengaruh jabatan yg sedang dimiliki. Karenanya politik dinasti adalah salah satu hasil mutlak dari system demokrasi .
Ini bukan sekedar anomali dari praktik demokrasi. Karenanya menolak politik dinasti hanya terjadi bila demokrasi disingkirkan. 

Bila ditelaah secara mendalam dan menyeluruh, kesengsaraan yang terjadi dalam sistem ini adalah buah keniscayaan dari penerapan sistem kehidupan yang cacat sejak lahir, sitem yang memisahkan hukum kehidupan dengan agama dipisahkan. Khususnya sistem politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitaslime. Khususnya lagi adalah hasil dari pengelolaan kekuasaan dan kesewenang-wenangan negara yang dilandaskan pada paradigma sekulerisme Good Governance atau Reinventing Government atau yang biasa disebut dengan konsep New Public Management yang ketiganya mengandung muatan paradigma yang sama. Yakni, berintikan pada dua pandangan berbahaya kapitalisme.

Yaitu, Pertama, barang pemenuhan hajat hidup publik, seperti pangan, air bersih, perumahan, sumber energi, dan transportasi; maupun jasa seperti kesehatan dan pendidikan hanyalah menjadi komoditas ekonomi untuk dikomersilkan, sehingga harganya menjadi terus merangkak naik dan bergejolak. Dan demi harga, meski banyak yang membutuhkan barangnya, para korporasi tak segan-segan untuk melakukan pemusnahan.

Kedua, pandangan ini adalah inti paradigma Good Governance, reinventing government dan melahirkan sejumlah konsep berbahaya, perusak fungsi asli negara sebagai pelayan dan pelindung rakyat. 

Khilafah Dan Fungsinya Yang Shahih 

Khilafah adalah sistem politik yang didesain langsung oleh Allah Swt sang pengatur kehidupan untuk penerapan syariat islam secara kaffah. Tidak satupun aturan, konsep dan gagasan di bawah naungan khilafah kecuali terpancar dari Aqidah islam, yang bersumber dari wahyu yang termaktub dalam telaga kebenaran Al qur'an dan As Sunnah dan apa yang ditunjukan keduanya berupa ijma sahabat dan qiyas.

Islam pula berpandangan bahwa kesehatan, pendidikan, pangan, sandang, air bersih, juga energi dan transportasi adalah aspek-aspek pemenuh hajat dasar masyarakat, bukan komoditas. Seperti tampak pada tutur Rasulullah SAW berikut, yang artinya, " Siapa saja yang ketika memasuki pagi merasakan aman pada kelompoknya, sehat badannya, dan tersedia bahan makanan pada hari itu, maka seolah-olah dia telah memiliki dunia semuanya." (Terjemahan Hadist Riwayat Bukhari).

Bersamaan dengan itu relasi pemerintah terhadap rakyat didasarkan pada dua fungsi penting negara yaitu pertama, sebagai raa'in (pengurus urusan rakyat) termasuk pengurusan hajat hidup publik sesuai tuntunan syara' yang ditegaskan oleh Rasulullah SAW "Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya (HR. Ahmad, Bukhari) dan kedua sebagai junnah (pelindung) sekaligus pembebas manusia dari berbagai bentuk dan agenda penjajahan, seperti yang ditegaskan oleh Rasulullah SAW " Imam adalah perisai orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya" (HR. Muslim)

Islam juga menggariskan pemimpin diraih dengan syarat yg ditentukan syariat dan mendapat dukungan nyata umat karena dikenal ketakwaan dan kapasitasnya utk menjalankan seluruh perintah syara, sehingga dalam sistem islam sangat minim terjadinya praktik dinasti politik karena imam(khalifah) dipilih langsung oleh rakyat  melalui proses baiat dan dengan standar kelayakan tertentu, sehingga sudah nampak jelas hanya islamlah satu-satunya sistem yang adil dan terbaik yang layak memimpin dunia. Karena mengembalikan khilafah ke tengah-tengah kehidupan umat adalah kewajiban syariat, jalan kemuliaan, dan kebutuhan dunia yang mendesak untuk dipenuhi. Sungguh petunjuk dari Allah Swt sajalah yang patut diikuti, " Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah memberi petunjuk kepada cahaya-Nya bagi orang yang Dia kehendaki, Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu" (Qs. Annur 24:35) 

Wallahu Alam Bishowab.