-->

Sudah Jatuh Tertimpa Tangga Pula

Oleh: Dhiyaul Haq (Pengajar di Sekolah Tahfizh Plus Khoiru Ummah Malang)

Penamabda.com - Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Ungkapan yang selaras dengan kondisi masyarakat di tengah masa pandemik. Mencari pekerjaan sulit, PHK terjadi di mana-mana, kesulitan mencari makan ditambah lagi dengan adanya kenaikan tarif listrik secara diam-diam. 

Alhasil, dada semakin terasa sesak. Bukan hanya karena pandemi tapi karena problem masyarakat yang tak kunjung reda. Penggunaan masker setiap harinya sudah cukup membuat masyarakat kesulitan bernafas apalagi kalau beban masyarakat tidak dikurangi, sebaliknya selalu bertambah dan membengkak.
Masyarakat menduga kenaikan tarif listrik secara diam-diam atau subsidi silang yang diterapkan untuk pengguna daya 450 VA dan 900 VA. (finance.detik.com, 7/6/2020). 

Namun kabar itu dibantah PT PLN, Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril memastikan tidak pernah menaikkan tarif listrik karena bukan kewenangan BUMN. Maka masyarakat yang tagihannya mengalami kenaikan bukan karena manipulasi atau kenaikan tarif, melainkan karena (efek) pembatasan sosial.

Agar terlihat membantu kesulitan rakyat membayar tagihan listrik yang naik, maka PLN menyiapkan skema perlindungan lonjakan tagihan untuk mengantisipasi lonjakan drastis yang dialami sebagian konsumen, akibat pencatatan rata-rata tagihan menggunakan rekening tiga bulan terakhir. Yaitu lonjakan yang melebihi 20% akan ditagihkan pada Juni sebesar 40% dari selisih lonjakan, dan sisanya dibagi rata tiga bulan pada tagihan berikutnya. (jabar.sindonews.com, 7/6/2020)

Kenaikan tarif listrik yang dialami oleh masyarakat menjadi bukti nyata tidak ada empati dari pemerintah kepada masyarakat yang sudah mendapatkan beban yang sangat bnyak. Pelayanan public tidak diberikan secara maksimal sehingga pelayanan yang seharusnya memberikan keringanan kepada masyarakat justru sebaliknya menjadi pembebanan bagi masyarakat.

Lantas, apa yang seharusnya dilakukan pemerintah dalam hal ini, sebagai penanggung jawab penuh atas setiap keluhan dan kesulitan yang dialami rakyat?

Islam adalah agama yang sempurna bukan hanya mengatur dalam sisi ubudiyah melainkan mengatur dalam 3 aspek sekaligus yaitu hablumminallah, hablumminannas dan hablumminannafs. Adapun berkaitan dengan listrik ini di atur dalam aaspek hablumminannas. Tarif yang diambil dari rakyat juga dalam nilai yang wajar, tidak boleh melebih-lebihkan hingga membuat rakyat sulit untuk membayar tagihannya. 

Negara juga tidak boleh memadamkan listrik seenaknya tanpa banyak pertimbangan sebelumnya yang akan merugikan rakyat. Negara juga haram menyerahkan kepemilikan umum atau penguasaannya kepada pihak swasta atau asing berdasarkan hadis Rasulullah saw:
“Manusia bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal : padang gembalaan, air, dan api.” (HR Ibn Majah)

Maka, untuk menyelesaikan masalah yang terus terjadi di tubuh PLN hingga merugikan rakyat sendiri dengan menghentikan liberalisasi energi dan mengembalikan seluruhnya ke tangan negara sebagai pengelola utama.
Listrik harus dikelola badan milik negara yang statusnya adalah institusi pelayanan, bukan dijadikan sebagai institusi bisnis. Konsekuensinya, badan milik negara yang mengelola listrik memang harus terus disubsidi negara. Adapun sekarng liberalisasi energi masih terus terjadi disebabkan masih bercokolnya sistem kapitalisme-sekuler di negeri ini. Maka kita tidak akan pernah bisa keluar dari berbagai macam masalah, termasuk masalah listrik, karena disebabkan kapitalisme-sekuler itulah yang menjadi sumber masalah.

Jika rakyat merindukan kehidupan yang tenang, penerangan yang terang benderang, itu hanya didapatkan dalam naungan Islam (Khilafah). Sebagai contoh, bukti majunya peradaban Islam ialah pada masa Khilafah Bani Umayyah, Cordoba menjadi ibu kota Andalusia, pada malam harinya diterangi dengan lampu-lampu sehingga pejalan kaki memperoleh cahaya sepanjang sepuluh mil tanpa terputus. Ada sebuah masjid dengan 4.700 buah lampu yang menerangi, yang setiap tahunnya menghabiskan 24.000 liter minyak. (al-waie.id, 1/12/2017)