-->

Rencana Sekolah Buka, Netijen : "Buat Anak kok Coba-coba"

Oleh: Novia Roziah (Member Revowriter)

Penamabda.com - “Hore… Kabar gembira!” Mungkin itu yang dirasakan oleh sebagian siswa ketika mendengar pengumuman resmi bahwa sekolah akan kembali dibuka.

Tentu saja, bagi mereka (baca: anak-anak) yang tengah menghadapi situasi kebosanan karena BDR,  keputusan resmi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengenai buka sekolah di zona hijau, bak mendapat oase ditengah gurun pasir.

Namun, kebahagiaan anak-anak tidak serta membuat para orang tua juga turut bergembira. Pasalnya keputusan membuka sekolah ini dinilai rentan membahayakan kesehatan anak-anak.

Hal ini terlihat dari data survei KPAI tentang sekolah buka di tengah pandemi. Tercatat 80 persen orangtua yang menjadi responden menolak dan hanya 20 persen yang setuju.kompas.tv

Meski keputusan buka sekolah mendatangkan polemik, namun tidak  memundurkan Kemendikbud untuk melanjutkan niatnya.
 
Guna mensukseskan agenda buka sekolah ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tengah merancang panduan  asesmen yang berisi syarat dan mekanisme pembukaan sekolah di zona hijau covid-19.

Asesmen akan dilakukan secara ketat dan berorientasi pada keamanan dunia pendidikan. Pemerintah daerah harus betul-betul memastikan bahwa tidak ada kasus Covid-19 di wilayah tersebut sebelum sekolah dibuka. kompas.com,5/6/20202

“Hanya sekolah di zona hijau yang bisa buka dengan tatap muka. Tanggal pastinya menunggu keputusan mendikbud” ujar Plt Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Hamid Muhammad saat dihubungi kontan.co.id 4/6/2020.

Simalakama Buka Sekolah

Berbagai pihak sadar betul, BDR bukanlah model pembelajaran terbaik. Buktinya banyak siwa yang mengeluhkan bosan, pusing dengan banyaknya tugas yang diberikan oleh guru. Belum lagi kendala sarana dan prasarana yang dimiliki. 

Namun, keputusan membuka sekolah di saat pandemi yang masih belum menentu ini, dipandang berpeluang mendatangkan resiko yang lebih besar.

Jika sekolah benar-benar dibuka, maka akan sulit untuk melaksanakan protokol new normal. Mengingat tingkat kesadaran anak-anak sangat kecil.  Sekolah juga akan kesulitan memantau kedisipilinan anak-anak. Misalnya, mampukah sekolah memantau dan memastikan setiap siswa menggunakan masker dengan tertib?.

Akhirnya kesehatan dan keselamatan nyawa generasi penerus bangsa akan terancam. Menurut data Ikatan Dokter Anak Indonesia, diketahui, jumlah anak terpapar positif covid-19berjumlah 584 anak dan 14 anak meninggal dunia. Sedangkan jumlah PDP anak sebanyak 3.324 anak dan 129 anak PDP meninggal dunia. Ini artinya, di Indonesia jumlah anak yang terinfeksi dan meninggal karena corona masih tinggi. Lantas, tepatkah kebijakan buka sekolah ini? Buat anak kok coba-coba.

New Normal Sumber Masalah?

Kebijakan New normal life ini bak fenomena bola salju. Ketika diputuskan malah menimbulkan masalah yang lebih besar.

Keinginan untuk menjalankan kenormalan baru dengan protokol kesehatan yang ketat disaat kurva penyebaran virus corona masih tinggi,  justru menjadi bumerang bagi keamanan dan kesehatan masyarakat.

Harusnya pemerintah belajar dari kasus yang terjadi di negara lain. Di Inggris, Prancis, Finlandia bahkan Korsel,  beberapa hari setelah sekolah dibuka terdapat kasus postif baru. Padahal negara-negara tersebut membuka sekolah setelah dinyatakan bahwa tidak ada kasus baru, artinya nol kasus.

“Beberapa Negara di Eropa, seperti Finlandia, Prancis, dan Inggris, yang memiliki sistem kesehatan yang baik dan membuka sekolah juga dengan persiapan yang matang dan protokol kesehatan yang ketat, ternyata juga tidak aman dan malah menimbulkan klaster baru di lingkungan sekolah karena beberapa siswa dan guru tertular Covid-19 hanya dalam hitungan minggu” Ujar Komisioner KPAI bidang Pendidikan Retno Listyarti kepada detik.com

Sedangkan Indonesia, penyebaran virus corona masih terhitung tinggi. Kurva nya juga terus meningkat. Namun, pemerintah mau menjalankan New Normal, bukankah ini akan menjadi masalah baru?.

Sistem Islam Menyelesaikan Masalah

Jika diperhatikan penyebab semakin karut marutnya permasalahan selama pandemi Covid 19 karena penerapan sistem kapitalisme di segala lini. Kesimpulan ini bukan tanpa alasan.

Hal ini terjadi karena solusi yang diambil kapitalisme selalu terkesan setengah hati. 
Bagi kapitalis nyawa manusia tidak lebih berarti ketimbang kepentingan ekonomi. Ini menjadi bukti kegagalan sistem kapitalis sekuler meriayah umat manusia di dunia. Bukan hanya di Indonesia, semua Negara kapitalis saat ini telah gagal menghadirkan solusi yang shahih agar umat manusia segera terlepas dari wabah ini.

Dalam kitab Sahih Muslim Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian mendengar tentang wabah-wabah di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Tetapi jika terjadi wabah di suatu tempat kalian berada, maka janganlah kalian meninggalkan tempat itu,” (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim).

Keresahan masyarakat dengan wacana diterapkannya new normal di sektor pendidikan menjadi bukti bahwa solusi sistem kapitalis sekular dalam menangani wabah Covid-19 ini adalah solusi yang seringkali menghasilkan masalah. 
Kita sering menyaksikan penyelesaian ala kapitalis selalu tambal sulam dan tidak pernah menyentuh akar masalahnya. 

Berbeda dengan sistem Islam yang selalu memberikan solusi terhadap masalah dengan solusi yang shahih dan menuntaskan masalah sampai ke akarnya, karena solusi dalam islam lahir dari Sang Pencipta Al-Kholiq Al- Mudabbir, Yang Maha Mengetahui Segala Sesuatu. 

Dengan kebijakan new normal life, masuk sekolah atau Belajar di rumah saat ini, sama-sama bukan pilihan ideal, karena keduanya adalah solusi kapitalistik.

Dalam sistem Islam, kewajiban penyelenggaraan pendidikan di masa pandemic harus diselenggarakan degan maksimal. Negara harus menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan bagi para guru maupun siswa. Negara tidak akan membiarkan para guru kesulitan melaksanakan pembelajaran secara daring.

Mulai dari menyiapkan materi pembelajaran yang tepat di saat pandemi, mengadakan semua fasilitas yang dibutuhkan secara optimal, tak lupa memberi penghargaan yang maksimal bagi para guru atas kerja kerasnya. 

Dengan demikian, siswa tetap bisa fokus belajar dari rumah, bahkan semakin meningkat keimanan dan keterikatannya kepada syariat agama dalam menjalami masa pandemi, selain tetap fokus pada bidang pelajaran lainnya.

Aktifitas belajar mengajar di masa pendemi bisa dijalani dengan penuh kenyamanan karena keoptimalan fasilitas yang disiapkan Negara dan landasan keimanan yang ditanamkan para guru.

Semua itu tentu bisa terlaksana jika para pemimpin menjalankan tuntunan Islam dalam mengatasi wabah. Namun jika para pemimpin tetap memilih kapitalisme sebagai solusi menangani wabah ini, yang menjadikan faktor ekonomi di atas segalanya, maka rakyat tidak akan pernah terlepas dari buah simalakama yang menjeratnya
 
Sudah saatnya masyarakat sadar, untuk menyandarkan segala permasalahan hanya kepada aturan Allah semata, agar kita tidak selalu dihadapkan pada buah simalakama, dan agar hidup kita senantiasa dipenuhi keberkahan. 

Allahu a’lam Bishowab