Keadilan Dalam Demokrasi, Bagai Ilusi
Oleh : Heni Setyowati (Pegiat Literasi)
Penamabda.com - “Justice for all (keadilan untuk semua)”, merupakan jargon yang sering didengungkan oleh para praktisi hukum. Baik praktisi hukum yang terkait langsung dengan hukum seperti hakim, jaksa, advokat, maupun masyarakat yang bersinggungan dengan hukum seperti ahli hukum, peneliti hukum, dan lainnya. Namun sayang agaknya jargon tersebut kini tinggal kalimat tanpa makna. Keadilan dalam sistem demokrasi bak air laut, yang pasang-surut sesuai dengan pesanan segilintir orang di sepanjang musim kekuasaan.
Hal ini tercermin dari proses peradilan dalam kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan. Dilansir oleh Kompas.com (17/06/2020), jaksa penuntut umum menjatuhkan tuntutan satu tahun penjara bagi dua terdakwa yang merupakan anggota Polri. Tuntutan ringan yang dijatuhkan pada Kamis (11/6/2020) ini pun sontak menjadi sorotan publik. Kasus ini langsung ramai dibincangkan publik sebab dianggap tak memenuhi rasa keadilan bagi Novel. Sudah tentu jika ditimbang oleh orang yang sehat akalnya keputusan ini tak akan bisa diterima.
Menanggapi hal ini pada selasa (16/06/2020) pihak istana baru buka suara. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adiansyah, Istana menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo selaku pimpinan tertinggi di eksekutif tak bisa mencampuri urusan yudikatif. Jokowi hanya memberikan dorongan penguatan agar keadilan ditegakkan dan bisa memuaskan semua pihak, Menurut dia, Jokowi tetap menganggap kasus ini sebagai persoalan serius dan pelakunya harus ditindak tegas.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari berpendapat, pihak Istana sedang lari dari tanggung jawab atas kasus penyiraman air keras kepada Novel Baswedan. Feri mengatakan, selama ini tidak ada yang meminta Presiden Jokowi melakukan intervensi pada kasus Novel Baswedan. Menurut dia, yang diminta semua pihak adalah Presiden Jokowi memastikan bahwa proses hukum berjalan secara adil. "Presiden perlu memastikan siapa yang akan menjalankan proses hukum itu dan bagaimana dia menjalankannya, sehingga upaya mewujudkan keadilan untuk sedikit luas bisa terwujud," ujar dia.
Feri mengatakan, Polri dan kejaksaan adalah bawahan dari presiden, sehingga wajar apabila Presiden Jokowi memastikan jajarannya bekerja sesuai dengan arah yang ditentukan sejak awal pemerintahan. Arahan yang dimaksud adalah ucapan Presiden Jokowi yang menyebut pelaku penyiraman terhadap Novel Baswedan harus ditindak tegas. "Kepolisian dan kejaksaan di tingkat ini kan saya lebih spesifik bicara kejaksaan. Nah, ketika dia menuntut rendah, sementara presiden berkata tindak tegas pelaku penyiraman, itu kan sudah sangat kontradiktif," ucap dia. Feri juga mengatakan, hal yang tidak boleh dilakukan presiden terkait keterlibatan dalam suatu kasus hukum adalah mengubah fakta (Kompas.com/17/06/2020).
Selain itu pada jumat, (19/06/2020) anggota KPK periode 2010-2015, Busyro Muqoddas, menyatakan teror terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan, sebagai teror bermata dua. Teror itu untuk sang penyidik maupun bagi lembaga penegak hukum.
"Karena (penyerangan) Novel Baswedan tidak bisa dilepaskan duduk tugas dan tanggung jawabnya sebagai penyidik di KPK," kata dia, dalam diskusi virtual "Sengkarut Persidangan Penyerang Novel Baswedan" yang diselenggarakan Indonesia Corruption Watch (ICW), di Jakarta, (Republika.co.id/19/06/2020).
Keadilan untuk semua yang selama ini digaungkan merupakan fakta atau fiktif? Sebuah pertanyaan yang patut kita telusuri jawabannya. Dimana hingga saat ini masih banyak keadilan yang tak menemukan muaranya. Begitulah, menyusuri lorong gelap keadilan akan menguak bahwa keadilan dan demokrasi bagai ilusi selamanya tak akan bisa berintegrasi .
Musykil rasanya apabila keadilan mampu ditegakkan secara tuntas dalam sistem yang dibangun di atas landasan akal dan hawa nafsu manusia semata. Lebih parahnya keadilan menjadi komoditi yang bisa diperjual beli. Keadilan yang hakiki nyaris bak fatamorgana bagi rakyat Indonesia, terlihat dari semakin lebarnya kesenjangan antara teori dan praktik hukum di negara kita. Keadilan kerapkali terpengaruh oleh pesanan bahkan intervensi yang diperbudak uang dan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Kasus ini menyempurnakan bukti bahwa semua aspek kekuasaan demokrasi (legislatif, eksekutif dan yudikatif) telah menunjukkan kegagalannya dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Akal dan nurani para pemangku hukum bagaikan telah disuntik mati. Omong kosong kepeduliannya pada keadilan dan kesejahteraan rakyat.
Keadilan yang melekat dalam sistem demokrasi kian mematikan asa bagi para pencarinya. Cita-cita untuk menegakkan keadilan semakin jauh panggang dari api. Lagi-lagi keadilan hukum di Indonesia juga masih tajam ke bawah dan sangat tumpul ke atas. Selagi banyak manfaat yang bisa diraup dalam memutar balikkan keadilan, baik dan buruk terlebih lagi halal dan haram akan dikesampingkan.
Sampai kapan ilusi keadilan ini akan terus bersemayam? Sejatinya mustahil akan terlepas jika tetap bersikukuh untuk menerapkan keadilan dalam sistem demokrasi ini. Jika bertanya apa jalan keluarnya, maka sistem Islam kaffah yang akan diterapkan adalah jawabannya. Islam berisikan syariat yang paripurna, berasal dari Allah Ta’ala selaku Dzat Yang Maha Adil. Maka ia akan menjadi solusi tunggal dan tuntas dalam memecahkan problematika kehidupan. Termasuk keadilan di tengah masyarakat hanya bisa diwujudkan dengan menerapkan syariah Islam secara kâffah serta menghukumi segala perkara dan persengketaan dengan syariah Islam.
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
وَأَقْسِطُواْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ
Dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil (QS.al-Hujurât/49: 9).
Juga dalam hadits :
:عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللَّهُ تعالى عنهما قَالَ
:قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
،إِنَّ الْمُقْسِطِينَ عِنْدَ اللَّهِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ، عَنْ يَمِينِ الرَّحْمَنِ عَزَّ وَجَلَّ وَكِلْتَا يَدَيْهِ
.الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِى حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وَلُوا
Dari ‘Abdillah bin ‘Amr bin ‘Ash Radhiyallahu Ta’ala ‘anhu berkata: Bersabda Rasulullah Shalallahu‘alaihi wassalam: Sesungguhnya mereka-mereka yang berbuat adil di sisi Allah Ta’ala, kelak mereka akan berada di atas mimbar dari cahaya, dari tangan kanan Allah ArRahman ‘Azza wa Jalla. Dan kedua tangan Allah Ta’ala adalah kanan. Mereka adalah orang-orang yang adil dalam menghukumi sesuatu bahkan terhadap keluarga mereka sendiri, juga terhadap orang-orang yang mereka pimpin (HR. Muslim).
Wallahu a'lam biashshawab.
Posting Komentar