-->

Corona Sama Dengan Istri: Ekspresi Pasrah Dan Menyerah?

Oleh : Mariana, S.Sos

Penamabda.com - Dilansir oleh CNN Indonesia, 26/05/2020, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mohammad Mahfud MD berkelar dengan mengibaratkan virus corona sama seperti seorang istri yang tak bisa ditaklukkan oleh suami. “… Corona itu seperti Istrimu, ketika engkau mau mengawini kamu berfikir kamu bisa menaklukkan dia. Tapi sesudah menjadi istrimu, kamu tidak bisa menaklukkan Istrimu,”kata Mahmud dalam sambutannya di acara Halal bi Halal IKA UNS yang disiarkan di kanal Youtube Universitas Sebelas Maret, Selasa( 26/5). Sesudah itu, lanjut Mahmud, mau tak mau suami itu wajib berdamai dengan istrinya tersebut. 

Inti dari pernyataan sang Menteri adalah bahwa manusia harus berdamai dengan corona, jadi aktivitas harus tetap berjalan meski corona ada di tengah-tengah manusia. Dari pernyataan pak Menteri dapat dipahami bahwa manusia tak mungkin dapat menghindari corona karena manusia harus mampu untuk dapat beraktivitas kembali, tidak perlu takut berlebihan pada corona. 

Tapi apakah dalam situasi saat ini, dimana korban terus berjatuhan akibat virus lantas manusia harus berdamai dan harus tetap melanjutkan aktivitasnya seperti biasa, sementara si corona makhluk yang tidak terihat oleh mata tidak dapat diketahui dimana dan kapan datangnya, terlebih corona bukanlah makhluk yang punya akal yang dapat diajak berdamai, sebab perang yang dilakukan manusia saat ini adalah perang melawan virus yang tak kasat mata, dimana makhluk itu butuh hidup dan berkembang,tidak mengenal siapapun dan darimanapun asalnya, jika sesorang tidak hati-hati maka bisa jadi akan menjadi korban dari corona, risikonya pun fatal hingga sampai kematian. 

Persoalannya apakah pemerintah sudah siap dengan langkah antisipasi untuk menjadikan corona seperti istri yang dapat hidup berdampingan dengan masyarakat atau ini hanya sebuah ekspresi pasrah dan menyerah dari pemerintah karena gagal total dalam mengatasi penyebaran dan penularan wabah?

Setidaknya ada beberapa poin penting yang terjadi dari pernyataan beberapa pejabat publik, terkait dengan Covid-19, di antaranya adalah :
Pertama, Krisis Ekonomi Tengah Menghantui. Resesi ekonomi di tengah pandemi memang sesuatu yang tidak dapat dipungkiri, mulai dari tidak beroperasinya industri dan jasa bisnis, pusat-pusat perbelanjaan, tempat-tempat wisata, restoran hingga sarana transportasi. hal ini tentu berakibat pada pemasukan negara yang kurang dari pajak dan retribusi, akibatnya negara kebingungan untuk menghasilkan sumber-sumber keuangan. Wajar saja apabila pijakan negara adalah sistem ekonomi kaptalis sebab sangat rawan terjadi krisis, bahkan ketika wabah menerjang maka akan memukul hingga ke sektor riil. 

Disamping itu, penguasa negeri ini sangat tergantung pada Negara-negara barat dan timur kapitalis pemilik modal, sehingga hampir dipastikan bahwa ketergantungan itu membuat negara tidak punya pijakan untuk menata kehidupan ekonomi secara mandiri. 

Parahnya lagi, sumber daya alam yang melimpah yang dimiliki negeri ini pun semuanya telah terkuras dan terampas ditangan para korporat kapitalis. Efek domino yang dihasilkan adalah ketundukan pada titah para kapitalis hingga pada tataran kebijakan, Akibatnya Negara terjerat dalam lingkaran setan kapitalis dan tidak mudah keluar bahkan tidak akan dapat keluar dari jeratannya. 

Kedua, Wabah Semakin Meluas, Gagal Dihentikan. Penyebaran Covid-19 yang terbilang cepat  dengan korban yang semakin meningkat, memberi efek psikologis bagi sebagian negara tak terkecuali elit pejabatnya, sebagian telah mengugkapkan secara tersurat maupun tersirat bentuk kepasrahannya melawan serangan virus Covid -19. Laju penyebarannya gagal dihentikan semakin banyak tertular dan semakin banyak korban, ditambah belum ada vaksin untuk melemahkan virus, sementara sudah beberapa bulan fase penularannya. 

Kebingungan melanda hingga pada tataran putus asa terhadap solusi yang diberikan tapi tidak menghasilkan apapun bahkan korban semakin banyak, karena itu jalan satu-satunya adalah membentuk kekebalan tubuh pada masing-masing individu. Maka terjadilah seleksi alam, individu yang daya tahan tubuhnya bagus mungkin dapat bertahan dengan virus, tapi bagi yang rentan yakni mereka yang lemah fisiknya karena faktor usia dan penyakit bawaan maka risikonya adalah kematian.

Ketiga, Korporasi Meradang Akibat Kurang Pemasukan. Ditengah pandemi Covid -19 tentu banyak perusahaan yang terkena dampaknya dan ini membuat pemasukan perusahaan berpengaruh. Jika masyarakat tetap stay at home dan tidak beraktivitas maka perusahaan akan kehilangan konsumen dan dipastikan dalam beberapa bulan banyak korporasi akan gulung tikar alias bangkrut, apalagi anjuran untuk menutup akses transportasi dan pusat-pusat keramaian, jasa bisnis dll. Dalam beberapa bulan saja selama Covid-19, beberapa perusahaan sudah melakukan perombakan terhadap mekanisme kerja perusahaan terutama melakukan PHK bagi sebagian karyawannya, jika kebijakan pembatasan hingga penutupan akses terus berlanjut maka banyak korporasi lokal maupun asing akan mengalami persoalan bahkan hingga pailit tergantung daya tahan internalnya. 

Negara Wajib Mangayomi Rakyatnya

Negara adalah pelindung dan pengayom rakyatnya dan itu ada ditangan para penguasa termasuk pejabat yang diberikan kewenangan mengurus Negara. Pasrah, menyerah atau bahkan abai dan tidak menghargai nyawa rakyat adalah tindakan yang tidak boleh dilakukan oleh penguasa, apalagi dengan alasan pertumbuhan ekonomi, terlebih jika hal itu merupakan keberpihakan terhadap korporasi. “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” ( HR al –Bukhari). 

Karena itu dalam Islam, para pemimpin tak boleh menyia-nyiakan amanah kepemimpinannya dengan menelantarkan rakyatnya, membuat mereka menderita, menyakiti hingga membinasakan rakyatnya. Para pemimpin dilarang berkompromi dengan apapun yang dapat membahayakan keselamatan rakyatnya. Ibarat pengembala yang yang membawa hewan gembalanya yang harus dipelihara, dijaga keselamatannya, di beri asuh hingga sehat dan gemuk, sebab hal itu akan dimintai pertanggung jawaban sama tuannya. 

Sama dengan pemimpin, seorang pemimpin akan diminta pertanggung jawaban terhadap apa yang menjadi urusannya yakni rakyat yang menjadi tanggungannya, menyia-nyiakan amanah sama saja dengan berkhianat dan berkhianat termasuk dosa besar. Jadi memberikan toleransi terhadap pertumbuhan ekonomi dengan mempertaruhkan nyawa rakyat termasuk perbuatan berkhianat terhadap tanggung jawab kepengurusan. 

Dipertegas dalam firman QS Al Maidah Ayat 32 yang artinya : “ … barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan Karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi , maka seakan –akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan seorang manusia semuanya….” 

Maka sudah seharusnya para pemimpin mengambil peran penting dalam situasi saat ini dengan berada di garda depan dalam menanggulangi wabah Covid-19, mengayomi rakyatnya dengan sebenar-benarnya pengurusan, tidak mengabaikan mereka, tidak membiarkan nyawa rakyat dipertaruhkan demi keegoisan para korporat. 

Pemimpin harus hadir ditengah rakyat yang kesusahan,tanpa memilih dan memilah, memberikan bantuan kepada seluruh rakyat dan menggerakkan para pejabat untuk terjun langsung dilapangan. tidak hanya sibuk beretorika di pertemuan dan rapat-rapat yang menguras waktu dan uang rakyat sementara dilapangan rakyat sibuk melawan wabah Virus. Lebih parahnya jika kemudian rapat atau pertemuannya justru menghasilkan kebijakan yang makin membuat rakyat menderita, apalagi sampai mengeluarkan pernyataan yang dapat membuat kegusaran di tengah masyarakat. 

Menyamakan Corona dengan Istri akan memberikan asumsi bagi sebagian orang bahwa corona itu tidak berbahaya, si virus dapat berdampingan dengan manusia dan tidak harus dijauhi. Akibatnya mungkin orang akan semakin santai dengan kondisi yang ada padahal dalam kondisi yang sesungguhnya Covid masih saja memakan banyak korban, jika terlalu santai dan tidak waspada maka bisa jadi penyebaran dan penularannya justru akan semakin meningkat dan korban akan berjatuhan semakin banyak.

Karena itu penyataan yang dikeluarkan oleh pejabat publik, harusnya lebih berhati-hati sebab hal itu dapat memengaruhi persepsi publik. Apalagi jika pejabat publik itu tidak berkompeten dibidang kesehatan, maka akan lebih baik untuk mengeluarkan pernyataan yang berkualitas dan tidak makin meresahkan publik terkhusus tenaga medis yang berada digarda depan memerangi penyebaran Covid-19. 

Wallahu a’lam