-->

Antara New Normal dan Kesiapan Indonesia

Oleh : Rifdatun Aliyah

Penamabda.com - Pro-kontra terhadap pemberlakuan "New Normal Life" terus bergulir. Peneliti dari Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Pradiptajati Kusuma mengutarakan pendapat. Menurutnya, di beberapa negara pelonggaran restriksi sosial diberlakukan karena jumlah kasus di negara mereka sudah berada di single digit setiap harinya sebelum new normal dijalankan. Sementara di Indonesia, penularan pasien kasus positif Covid-19 di Indonesia masih terbilang cukup tinggi (cnnindonesia.com/27/05/2020).

Muhammadiyah juga menyuarakan kritik dan skeptis dengan kebijakan Presiden Joko Widodo soal penanganan pandemi Covid-19. Ketua Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) Agus Samsudin mengatakan bahwa ajakan tersebut "bukanlah suatu sikap yang tepat" mengingat pergerakan kasus positif baru terus naik dari hari ke hari. Ajakan tersebut juga tidak tepat karena "di sisi lain ada nasib para tenaga kesehatan dan warga yang terpapar dipertaruhkan" (tirto.id/31/05/2020).

Sementara itu, pemerintah tetap akan memberlakukan "New Normal Life". Agar masyarakat patuh dengan norma baru ini, pemerintah akan menerjunkan TNI dan Polri di titik-titik keramaian. Jumlah aparat yang dikerahkan mencapai 340 ribu di 25 kabupaten/kota tadi dan mungkin diperluas. Salah satunya adalah Bogor, Jawa Barat. Ratusan personel gabungan dari TNI-Polri dan Satpol-PP Kota Bogor diterjunkan untuk mengawal warga Kota Bogor menuju kenormalan baru (New Normal). Dandim 0606/Kota Bogor Kolonel Arm Teguh Cahyadi mengatakan, personel akan menjaga sektor-sektor yang menjadi tempat kerumunan masyarakat (ayobogor.com/02/06/2020).

Pemberlakuan new normal ditengah naiknya jumlah kasus positif Covid-19 seperti menunjukkan adanya sifat acuh terhadap kesehatan masyarakat. Sebab, Indonesia dianggap belum tuntas melakukan upaya pencegahan penularan virus lantaran belum maksimal melakukan tes secara massif. Ditambah lagi, masyarakat Indonesia belum sepenuhnya sadar dan siap dengan pola kesehatan yang harus dilakukan dalam menghadapi wabah ini.

Sehingga tak heran jika rencana new normal menuai penolakan dari ormas tertentu. Pemerintah seakan memaksakan kebijakan ini. Terlebih lagi, ada upaya pengerahan TNI yang bisa berdampak negatif terhadap kehidupan sosial masyarakat. Pemerintah berdalih bahwa new normal merupakan upaya untuk menaikkan kembali kemerosotan ekonomi yang terjadi saat ini. Namun, pemerintah juga abai terhadap kemaslahatan publik yang didukung sains dan suara publik. Padahal pemerintah merupakan pelaksana negara yang bertugas untuk mengurus rakyat.

Kebijakan pemerintah yang sarat akan ambisi dalam dunia ekonomi khususnya demi melancarkan bisnis para pengusa merupakan bukti bahwa negeri ini dikendalikan oleh para kapitalis. Para kapitalis tak rela diri mereka hancur lantaran penularan virus yang tak kunjung usai. Terlebih lagi pemerintah juga enggan melakukan karantina nasional. Sebab jika itu dilakukan, negara harus bertanggungjawab memenuhi kebutuhan masyarakat selama masa karantina. 

Inilah sejatinya sosok pemerintahan yang dijalankan tidak berdasarkan tuntunan didalam Islam. Rasulullah SAW sebagai suri tauladan umat manusia telah mencontohkan bagaimana penanganan wabah dimasa kepemimpinan beliau SAW. Rasulullah SAW saat menjadi pemimpin negara di Madinah menerapkan sistem karantina, menyediakan obat dan dokter. Rasulullah SAW juga memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Sebab dalam Islam, segala sumber daya alam harus dikelola negara demi kesejahteraan rakyat. Hal inipun diikuti oleh kepemimpinan para sahabat dan Kholifah pada masa kepemimpinan Khilafah Islamiyah. Sungguh, umat sangat merindukan kepemimpinan para pemimpin Muslim yang meneladani Rasulullah SAW.