-->

Pulang Kampung Yang Sesungguhnya

Oleh : Didi Diah

Penamabda.com - Hari raya sudah di depan mata, namun kondisi pandemi Covid-19 kali ini menjadi lebaran yang tak biasa bagi masyarakat. Wabah ini tak mengizinkan kita beraktifitas leluasa seperti waktu-waktu sebelumnya. Setiap hari peningkatan pasien  positif corona terjadi, itu semua terjadi salah satunya karena kebijakan social distancing dan karantina setengah hati dari penguasa, hingga rakyat mengabaikan kebijakan tersebut. 

Belum lagi kebijakan mudik versus pulang kampung yang absurd membuat masyarakat kucing-kucingan memaksakan diri untuk tetap mudik ke kampung halamannya dengan berbagai macam cara. Walau sebagian masyarakat masih ada yang bertahan untuk tetap diam di rumah dan ikhlas tidak mudik. Tapi setelah terdengar kabar kebolehan mudik dengan syarat surat keterangan sehat, dan dibukanya seluruh jalur transportasi akhirnya kondisi ini seakan tak dihiraukan. Mereka sudah bertekad akan berhari raya bersama keluarga di kampung halaman. 

Ya, kampung halaman sejatinya membuat kita merenungi napak tilas perjuangan hidup manusia, dari usia buaian sang bunda hingga mapan bersekolah. Dan akhirnya memantapkan diri berjuang mencari pengalaman hidup yang lebih menantang dengan pergi ke kota mengadu nasib alias mencari pekerjaan. 

Bahan renungan bagi kita, apa yang membuat kita begitu bersemangat untuk mudik?, dan apa saja yang harus dipersiapkan agar kita bisa mudik dalam keadaan aman dan nyaman. Maka, sudah tentu segala hal dipersiapkan dengan begitu cermat dan matang, dari urusan kepala hingga alas kaki. Sungguh luar biasa. 

Sesungguhnya, jika kita mau merenungi betapa sibuknya manusia mempersiapkan segala sesuatunya dengan sangat sempurna dalam urusan dunianya. Maka, apakah kita juga akan sesibuk itu untuk mempersiapkan pulang kampung yang sesungguhnya yaitu kematian?. 

Sungguh ironi, tanpa sadar kita lupa bahwa hidup bukan hanya urusan dunia saja, namun diiringi dengan kehidupan yang sesungguhnya yaitu akhirat. Sering kita mendengar para alim ulama menyampaikan bahwa kehidupan di dunia hanya sementara dan akhirat tempat kita pulang yang sesungguhnya. Namun, hal tersebut kadang terlupakan oleh kita. Hidup ditengah arus sekulerisme ini, membuat kita terkotak kotak dalam menggapai tujuan hidup. Aaah, sudahlah yang penting urusan dunia baik dulu, nanti akhirat menyusul. Nikmati saja dulu hidup di dunia, toh kita juga hanya mampir. Itu sebagian jawaban manusia tatkala diingatkan tentang kehidupan setelah dunia. 

Saudaraku, ingatkah kalian atas firman Allah SWT, bahwa salah satu tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. 

 وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)

Allah Ta’ala berfirman,

أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ

“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al Mu’minun: 115).

Ibnu Qoyyim Al Jauziyah mengatakan, “Apakah kalian diciptakan tanpa ada maksud dan hikmah, tidak untuk beribadah kepada Allah, dan juga tanpa ada balasan dari-Nya[?] ” 
(Madaarijus Salikin, 1/98) 

Jadi beribadah kepada Allah adalah tujuan diciptakannya jin, manusia dan seluruh makhluk. Makhluk tidak mungkin diciptakan begitu saja tanpa diperintah dan tanpa dilarang. Allah Ta’ala berfirman,

أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى

“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?” 
(QS. Al Qiyamah: 36).

Sungguh, ayat-ayat diatas sangat jelas bahwa tujuan kita diciptakan bukan hanya sekedar memenuhi hajat primer kita saja seperti mampu mengadakan makanan, pakaian dan tempat tinggal. Tidak, Allah SWT menciptakan kita dengan tujuan beribadah, menjadi khalifah fil ardh, berjalan di atas bumi ini untuk menyampaikan kebaikan dan kebenaran dari turunnya ayat-ayat Allah.

Tugas kita di dunia, bukan melulu memikirkan dan mengumpulkan materi sebanyak banyaknya. Ibadah yang dimaksud adalah, menjalankan amar ma'ruf nahi munkar kepada sesama. Menjauhi laranganNya dan melakukan apa yang di perintahNya. 

Sebagai seorang muslim kita harus memahami, bagaimana setelah kehidupan tiada. Apa yang sudah kita persiapkan untuk itu semua, tak lain dan tak bukan adalah amal sholih, karena harta -harta yang kita kumpulkan dan kita banggakan bukannya membuat kita makin mudah menghadapi hisab, namun kadang memberatkan hisab kita. 

Amal sholeh yang kita lakukan juga tidak cukup untuk memperkaya diri dengan ibadah nafilah saja namun menyampaikan kebenaran ayat-ayat Allah SWT kepada manusia yang lain. 

Andai saja Allah SWT memberi kabar kapan kita akan dipulangkan pada waktunya nanti, sudah pasti kondisinya akan persis sama dengan kondisi mudik hari ini, sibuk mempersiapkan bekal agar selamat di akhirat. 

Umur manusia tak ada yang mampu menjangkaunya, itu hak prerogatif hanya milik Allah SWT. Kita hanya mampu menjalaninya. 

Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam bersabda:

لاَ تَزُولُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ: عَنْ عُمُرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ شَبَابِهِ فِيْمَا أَبْلَاهُ، وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ، وَمَاذَا عَمِلَ فِيْمَا عَلِمَ

"Tidak akan bergeser kaki manusia di hari kiamat dari sisi Rabbnya sehingga ditanya tentang lima hal: tentang umurnya dalam apa ia gunakan, tentang masa mudanya dalam apa ia habiskan, tentang hartanya darimana ia peroleh dan dalam apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia amalkan dari yang ia ketahui (ilmu),” (HR. At-Tirmidzi dari jalan Ibnu Mas’ud z. Lihat Ash-Shahihah, no. 946).

Sungguh, persiapan kita untuk pulang kampung yang sesungguhnya harus lebih dari sekedar mudik sekarang. Membenamkan diri dalam kebaikan dan terikat kepada hukum syara' wajib dilakukan. Menjadikan Al quran dan sunnah sebagai pedoman hidup, dan menjalankan seluruh hukumnya di dalam setiap sendi kehidupan kita. 

Ya Robb, permudahlah waktu kematianku hingga tak kurasakan sakitnya. Ampuni segala khilaf dan kesombonganku. Aaamiin Allahumma Aamiin.