Lulus Jalur Covid-19
Oleh: Merry Kirtaresmi (Guru SMP Swasta di Malang)
Penamabda.com - Kita ketahui bahwa di tengah pandemi Covid-19 ini, Pak Menteri Pendidikan mengambil kebijakan Ujian Nasional dihapuskan agar dapat membantu penekanan wabah Covid-19. Walaupun sebenarnya rencana UN dihapuskan adalah dimulai tahun 2021 dan diganti dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.
Ada beberapa reaksi (respon) dari kalangan Guru tempat saya mengajar mengenai perihal UN dihapuskan. Sebagian Guru setuju-setuju saja dan menganggap bahwa keputusan Pak Menteri Nadiem Makarim sudah sangat tepat ditengah wabah Covid-19 ini. Sebagian lagi, ada yang setuju tetapi juga merasa kasihan kepada siswa yang sudah belajar dan melaksanakan program intensif atau mungkin ikut Bimbel tetapi tidak jadi UN. Ada juga yang tidak setuju jika UN dihapus seterusnya (setelah wabah Covid-19 berakhir), karena merasa khawatir jika siswa tak lagi serius dalam belajar dan cenderung menggampangkan pelajaran yang diberikan oleh Bapak-Ibu Guru.
Sebenarnya diadakannya Ujian Nasional ini adalah untuk mengevaluasi pendidikan di Indonesia. Melihat sejauh mana tujuan pendidikan nasional sudah tercapai. Hasil UN diharapkan dapat memperlihatkan seberapa besar ketimpangan pendidikan di daerah-daerah Indonesia, mana daerah yang punya capaian nilai rata-rata terbaik dan seterusnya. Dengan begitu, hasil UN ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam penyusunan strategi pendidikan di Indonesia agar merata dan semakin maju.
Nah, untuk siswa sendiri, nilai UN memang tidak bisa digunakan untuk masuk ke PTN. Akan tetapi masih bisa digunakan untuk mendaftar kuliah ke sebagian PTS dan seleksi beasiswa. Perlu kita ketahui bahwa nilai UN ini sebenarnya juga banyak yang meragukan. Hasil UN tidak dapat mewakili keterampilan atau pemahaman siswa secara menyeluruh. Selain itu, sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak siswa yang curang dalam UN, seperti mencontek atau mencari bocoran soal, demi mendapat nilai UN di atas passing grade. Ini menambah carut-marut masalah tersendiri di dunia pendidikan Indonesia. Jika seperti ini, maka tidak ada jaminan bahwa dengan UN akan melahirkan generasi yang cemerlang.
Tujuan pendidikan nasional dalam UU No. 20 tahun 2003 dan UU No. 2 tahun 1989 adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang mandiri dan demokratis.
Apakah UN dapat mengevaluasi semua tujuan pendidikan nasional itu? Tentu tidak bisa, karena UN hanya mengujikan beberapa mapel dan sisi kognitif (pengetahuan) saja. Tidak untuk keterampilan, apalagi ketakwaan dan akhlak individu. Fokus evaluasi hanya pada pengetahuan dunia.
Perlu kita ingat juga bahwa visi pendidikan di era Pak Nadiem ini adalah untuk menghasilkan generasi muda/lulusan sekolah yang mampu memenuhi kebutuhan dunia usaha. Hal tersebut mengarah pada pendidikan di negara sekuler. Kenapa?? Karena sistem yang berlangsung sekarang mengesampingkan pendidikan agama sebagai landasan akhlak. Bisa kita bayangkan bagaimana jika fokus pendidikan hanya pada kebutuhan industri (duniawi) dan mengabaikan pondasi agama atau moral?
Akan menghasilkan manusia yang kering moral dan hanya mengejar materi belaka. Itulah yang terjadi saat ini. Tak heran jika kita mendengar banyak pejabat korupsi, pelajar yang terperangkap pada kasus narkoba, pergaulan bebas, tawuran, dan bahkan asusila.
Bila mengacu pada Pendidikan Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah, maka akan mempunyai beberapa kriteria kelulusan. Hal tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan dalam Islam yaitu, (1) membentuk generasi berkepribadian Islam, (2) menguasai Ilmu Kehidupan (keterampilan dan pengetahuan) atau IPTEK dan (3) mempersiapkan anak untuk ke jenjang berikutnya.
Ujian Umum tetap dilaksanakan untuk menguji semua mata pelajaran yang sudah diberikan. Ujian tersebut secara munadhoroh, tulisan dan tentu praktek untuk beberapa keahlian. Munadhoroh adalah teknik ujian lisan yang paling sesuai untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa. Siswa-siswa yang telah dinyatakan kompeten/lulus adalah siswa yang benar-benar menguasai pengetahuan seluruh mata pelajaran yang sudah dipelajarinya dan memiliki tingkah laku yang Islami.
Jadi, tak masalah lulus sekolah dengan jalur manapun. Mau lulusan jalur covid-19 ataukah lulusan biasa, bukan jadi soal utama.Yang terpenting adalah bagaimana pendidikan itu bisa membentuk manusia yang tidak hanya pintar akademik, tetapi juga unggul dalam spiritualitasnya.
Dengan Sistem Pendidikan Islam masa Khilafah telah terbukti menghasilkan generasi cerdas, berintelektual dan berakhlak mulia. Banyak sekali contohnya. Mereka adalah Al-Khawarizmi (Bapak Aljabar), Al-Kindi (Ahli Fisika, Astronomi, Geografi), Imam Syafi'i dan sebagainya.
Sebagai pelajar, yang sangat penting adalah memupuk semangat menuntut ilmu. Rasulullah SAW bersabda "menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim". Inilah spirit dan motivasi terbesar bagi setiap diri untuk terus belajar, karena Allah yang memerintahkan.
Oleh karena itu, kita sebagai pelajar harus tetap bersemangat dalam menambah pengetahuan tentang agama dan ilmu kehidupan hingga akhir hayat. Belajar bukan hanya karena ingin lulus Ujian Nasional atau Ujian Negara yang lainnya, tapi kita niatkan untuk beribadah agar kelak ilmu yang kita peroleh dapat bermanfaat bagi saudara muslim yang lain. Selain itu, kita jaga dan tingkatkan selalu keimanan kita kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW. Kita kuatkan tekat untuk menjadi generasi muda yang terbaik 😊
Posting Komentar